"Nah, sudah."
"Thanks," kata Cherika dengan muka yang semerah tomat.
"Lo sudah paham belum cara pakainya?"
"Aku sudah paham kok," jawab Cherika sambil meremas tangannya.
"Jangan suka meremas tangan kayak gitu," ucap Chandika langsung memegang kedua tangan Cherika. "Jadi memerah begini," lanjut pemuda itu dengan merengut tidak suka.
"Maaf."
Chandika hanya mengangguk. "Gue penasaran dengan satu hal," kata pemuda itu kemudian.
"Penasaran soal apa?" tanya Cherika ingin tahu.
"Selama ini lo nggak ngapa-ngapain tubuh gue, kan?"
"Ngapain apa maksud kamu?"
"Duh, masa lo nggak ngerti."
"Ah, um.. itu.."
"Lo itu sebenarnya kan cowok, lo nggak mengambil kesempatan buat *****-***** tubuh gue, kan?"
Seketika Cherika gugup, "Aku.."
"Apa?"
'Dia kan cowok polos, pasti nggak mungkin ngelakuin itu,' pikir Chandika menenangkan hatinya.
"Maafkan aku.." cicit Cherika pelan.
"Maaf untuk apa?"
"Sesekali aku *** dan *** saat mandi," kata Cherika langsung menatap takut-takut.
"A-apa!!"
"Lalu.."
"Stop! Jangan diteruskan," sela Chandika dengan segera menutup mulut Cherika dengan satu tangannya.
Ingin sekali dia memukul orang di hadapannya ini. Tapi, sayang orang itu ada di badan berharga miliknya.
"Maafkan aku, Cherika," ucap perempuan berambut hitam setelah menepis tangan yang membungkam mulutnya. "Aku.. aku akan bertanggungjawab," lanjutnya dengan sungguh-sungguh.
"Iya, lo harus bertanggungjawab. Lihat saja nanti, apa yang akan gue lakuin ke badan lo yang ganteng ini," kata Chandika tersenyum miring dan membuat perempuan di hadapannya menelan ludah tampa sadar.
Kemudian Chandika langsung membuka jaket kulit hitamnya dan mengikat di pinggang Cherika, "Pakai ini untuk menutupi noda yang ada di rok."
"Thanks," kata Cherika tersenyum manis.
"Ayo gue antar lo pulang."
Cherika hanya mengangguk dan menurut saat tangannya digandeng pemuda yang membawanya ke luar ruang kesehatan.
CKLEK
Hanya Aland yang masih menunggu di depan pintu sambil membawa ransel milik Cherika, yang lain sudah kembali ke kelas masing-masing karena bel masuk sudah berbunyi sejak tadi.
"Cherika, kamu baik-baik saja, kan?" tanya Aland dengan khawatir.
Cherika menggangguk. "Maaf, kalau aku sudah membuat bang Al khawatir," kata gadis itu dengan ekspresi bersalah.
"Sudahlah, yang terpenting kamu baik-baik sa.." kata Aland terhenti ketika matanya melihat tangan dua orang yang bergandengan. "Kalian ada hubungan apa?"
"Tidak ada apa-apa, kok," jawab Cherika cepat dengan melepas tangan yang bertautan.
"Nggak bisa dipercaya," kata Aland sinis.
**
Di ruang kerja tertutup dengan nuansa hitam dan abu-abu terdengar sayup-sayup seorang pria dewasa yang sedang berbicara dengan seorang di balik telepon.
"Saya sudah mengirimkan anda uang, kenapa masih menghubungi saya lagi?"
"..."
"Pergilah ke negara tertutup hingga negara luar tidak bisa melihat dan mengekspos, dan informasi yang dibatasi."
"..."
"Pergilah sejauh mungkin jika anda tidak mau saya bunuh."
Tut.. tut
Siluet pria dewasa itu hanya menatap datar ke jendela besar yang menampilkan pemandangan kota Jakarta yang padat dan gedung-gedung pencakar langit lainnya.
"Jika bukan karena anak sialan itu, saya pasti sudah membunuh putra Jauzan," desis siluet yang memakai cincin batu ruby yang langkah.
**
Chandika langsung menggendong tubuh kecil Cherika yang masih duduk di atas motor sport, dan menurunkannya.
"Aku bisa turun sendiri," kata Cherika dengan wajah panas karena perlakuan Chandika tadi.
"Santai saja. Gue ini pemilik tubuh yang raga lo tempati, tentu saja gue harus perhatian ke diri gue sendiri, gue tahu juga kok perut lo itu masih sakit banget kan, nggak mungkin bisa turun sendiri dari motor gede ini," kata si pemuda dengan suara seraknya.
"Terserah kamu saja," ucap Cherika yang tidak habis pikir dengan jalan pikiran orang di depannya, padahal dia juga pemilik tubuh yang raga orang itu tempati, tapi dia tidak seposesif itu ke tubuhnya sendiri.
Chandika langsung mendekatkan wajahnya ke wajah Cherika, dan langsung refleks ditahan oleh siempunya wajah, "Ka-kamu mau apa?"
"Tentu saja cium."
"Tidak boleh!"
"Loh, kok nggak boleh," kata Chandika tidak terima. "Tubuh gue sendiri juga, terserah dong kalau gue mau cium atau ngapain. Gue mau ngerasain gimana rasanya mencium diri sendiri."
"Jangan seenaknya, Cherika! Meskipun ini tubuh kamu, tapi sekarang aku adalah kamu," kata gadis belo marah. "Kamu harus menghargai aku sebagai laki-laki!"
"Pelit banget sih."
"Biar!"
"..."
"Yasudah kamu pulang sana, nanti mami dan papi khawatir."
"..."
"Jangan diam saja."
"..."
"Jangan marah," kata Cherika panik karena pemuda di depannya diam saja.
"..."
"Kamu mau apa si? Sudah jangan marah lagi, ok?"
Seketika Chandika langsung tersemyum, "Cium!"
Skakmat, gampang sekali orang di depannya ini menjebaknya.
"Yasudah, tapi hanya di pipi."
Chandika langsung mengangguk dan langsung mencium pipi tembam Cherika.
Cup
"Su-sudah, kan?" tanya Cherika kaku.
Chandika hanya mengangguk senang, "Lo nggak mau coba cium gue juga?"
Cherika langsung tertarik, sebenarnya dia juga penasaran dengan rasa mencium dirinya sendiri, "Boleh?"
"Ya."
Cherika langsung berjinjit tapi tidak sampai untuk mencium pipi Chandika, "Um.. kamu bisa menunduk?"
Cup
Dan satu ciuman mendarat di pipi kiri Chandika.
Setelahnya mereka hanya tertawa bersama. "Nggak buruk, kan?" tanya Chandika.
"Iya."
**
"Dari mana saja kamu, Chandika Leofic Aldebaron??"
Di depan pintu masuk mansion Aldebaron, kini berdiri Jauzan dengan bersedekap menatap sang putra yang baru saja pulang.
"Dari sekolah, papi."
"Jangan berbohong kamu. Papi tahu kamu bolos sekolah," kata Jauzan masih dengan tatapan dadar.
GLEK
Dengan berat Chandika menelan ludahnya, apakah dia akan berakhir seperti Alvis yang akan mendapat cambukan dari sang Ayah?
Dan dari mana Jauzan tahu kalau dia bolos? Apakah Alvis?
'Dasar tukang mengadu, awas saja lo,' batin Chandika menyumpahi si pemuda bayi.
"Aku.."
"Hmm??"
Apakah dia harus jujur?
"Aku bertemu dengan Cherika. Dia menelepon kalau membutuhkan bantuan aku, jadi aku pergi ke sekolahnya," jawab Chandika jujur.
Seketika tangan Jauzan terangkat ke atas.
'Apakah aku akan di tampar seperti Alvis?' batin Chandika berteriak.
PUK
Chandika yang refleks menutup mata tidak merasakan tamparan atau pukulan, tapi merasakan usapan lembut di rambut hitam tebalnya.
"Bagus, kamu memang putraku."
Seketika Chandika langsung membuka matanya dan membeo mendapatkan usapan sayang dan perkataan Jauzan yang memujinya.
"Seorang laki-laki memang harus mementingkan gadisnya dari masalah apapun," kata Jauzan tersenyum bangga pada Chandika.
'Gadisnya? Maksudnya gadisku?' batin Chandika terheran-heran.
"Yaudah, kamu masuk saja," kata Jauzan kemudian dan berbalik meninggalkan Chandika yang bengong sesaat.
"Kesalahpahaman apa ini?" guman Chandika pada dirinya sendiri.
"ANAK MAMI SUDAH PULANG!?" teriak Aminta yang langsung memeluk Chandika erat, "Mami merindukanmu."
"Apanya yang rindu? Tadi pagi juga bertemu," ucap Chandika menatap heran Aminta.
Aminta hanya cengengesan dan segera mencium kedua pipi putranya.
"Tunggu."
"Kenapa?" tanya pemuda mullet dengan menaikan alisnya bingung.
"Pipimu kenapa ada lipstik wanita!?" pekik Aminta seperti ibu-ibu yang mengetahui suaminya selingkuh.
Seketika mata hitam Chandika membola dan memegang pipi kirinya refleks.
Apakah ini yang menyebabkan Jauzan berkata seperti tadi.
_To Be Continue_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
𝐀⃝🥀ᴳ᯳ᷢ🍁🦂⃟τᷤяᷤιᷫαꪶꫝ𝓐𝔂⃝❥❣️
sumpah lucu bab ini penuh dengan unsur absurd dan random😁😛🤣🤣👍👍👍
2022-05-01
0
❤️⃟WᵃfℛᵉˣzhA_ yUy𝓪∆𝚛z
reaksi si emak bikin aku ketawa 😂😂
2022-04-05
0
Inti Fatul
Anak siapa ini wkwkwk
2022-03-14
0