"Kenapa dengan wajah lo?" tanya Chandika ke pemuda babyface yang sedang duduk di bangku sambil memainkan headphone.
"Biasa," jawab Alvis seadanya tanpa mengalihkan pandangannya.
"Biasa apa?" tanya Chandika tidak tahu maksud sepupunya, dan langsung menaruh ranselnya di atas meja.
"Gue malas menjelaskan," jawab Alvis menatap Chandika yang sudah duduk di sebelahnya. "Gue mau ke toilet dulu," lanjut Alvis langsung bangkit dari duduknya setelah mengantongi handphonenya.
Seketika Chandika langsung terbelalak melihat punggung pemuda yang baru saja bangkit itu. "Berhenti, Alvis!" seru Chandika keras dan mengalihkan perhatian beberapa murid yang ada di kelas.
"Ada apa?"
"Pu-punggung lo berdarah banyak banget, bego!"
Alvis dengan refleks memegang belakang punggungnya. Kemejanya sudah basah karena terkena banyak darah dari punggungnya, padahal dia tidak merasakan sakit sama sekali, tapi sepertinya luka di punggungnya terbuka lagi.
"Ayo ikut gue ke UKS," kata Chandika langsung menarik lengan Alvis meninggalkan beberapa murid yang menatap Alvis ngeri.
"Buka kemeja lo," perintah Chandika saat mereka sudah sampai di ruang kesehatan.
Alvis hanya menurut.
Chandika hanya menatap intens pemuda berambut deep auburn, bibirnya pucat dan ada bekas sayatan benda tajam, kedua pipi memar kebiruan, dan matanya langsung membola saat melihat perban yang memenuhi tubuh Alvis.
"Dapat dari mana luka-luka itu?"
"Bokap gue," jawab Alvis seadanya.
"Te-tega banget."
"Oh ayolah, ini sudah biasa. Lo juga sering ngeliat gue kayak gini, kan."
Chandika langsung saja membuka perban di badan Alvis. Dia melihat banyak sekali luka cambukan di sekujur punggung pemuda itu.
Di dalam ingatan Chandika asli memang Alvis sering mendapatkan kekerasan dari sang ayah, tapi dia tidak menyangka kalau Alvis akan mendapatkan luka yang sangat parah seperti ini, tega sekali seorang ayah memperlakukan anak kandungnya seperti menyiksa binatang.
Tanpa disadari air mata menetes dari kedua matanya.
"Eh buset, jangan menangis, gue kira lo udah nggak cengeng sekarang," ucap Alvis memutar bola matanya.
Pemuda berambut hitam legam itu langsung membersihkan luka-luka itu dengan mengelapnya dengan handuk yang sudah dibilang dengan air hangat, kemudian mengoleskan salep antibiotik, lalu menutup luka itu dengan perban.
"Lo kenapa nggak kesakitan?" tanya Chandika bingung karena tidak melihat raut kesakitan pada Alvis.
"Gue udah mati rasa."
Chandika hanya menatap prihatin Alvis, kasian sekali pemuda ini, menyesal dia karena dulu sempat membenci Alvis, ternyata kehidupannya sangatlah sulit.
"Lo pake ini, kemeja cadangan gue yang ada di loker," kata Chandika sambil menyodorkan kemeja putih.
"Thanks."
"Lo di sini saja dulu, nggak usah masuk kelas."
"Nggak bisa, gue bisa mati kalo ketahun nggak masuk kelas, gue seperti ini karena ketahuan bolos."
"Ng-"
"Sudahlah, Chan. Gue udah nggak kenapa-kenapa, gue mau masuk kelas saja," kata Alvis memotong penolakan sepupunya.
"Terserah."
**
Langkah lebar Chandika berhenti ketika seorang perempuan tidak dikenal menghampirinya, sepertinya adik kelas.
"Bang, Chan," panggil gadis bersurai coklat sepunggung. "Bang Alvis di mana? Katanya punggungnya berdarah?" tanya gadis itu dengan wajah cemas.
"Alvis masih ada di kelas, dia baik-baik saja sekarang," jawab Chandika dengan wajah datarnya. "Lo siapa emang?"
Si gadis terkesiap, "Aku Alice, adiknya bang Alvis."
"Oh."
"Bang Chandika beneran amnesia ya?"
"Begitulah."
"Yasudah, aku mau ke bang Alvis dulu, aku khawatir, bye."
Chandika hanya mengangguk dan menatap punggung Alice yang menjauh, jadi dia adik perempuan Alvis, dia tidak mendapatkan ingatan tentang Alice, memang tidak semua ingatan Chandika yang asli masuk ke ingatannya.
'Bapaknya psikopat, abangnya sosiopat, gue harap dia waras,' batin Chandika meringis dalam hati.
Keluarga konglomerat itu memang tidak hanya bisa dilihat dari sampulnya saja.
"Lanjut kantin," gumamnya pelan dan langsung melanjutkan langkahnya tadi.
"Kyaaa! Chandika sayang~"
'****! Gue lupa yang satu ini.'
Entah datang dari mana tiba-tiba saja segerombolan perempuan langsung menempeli dia.
"Sayangku tumben nggak sama Alvis."
"Mau makan apa, sayang?"
"Uh, aku kangen kemarin tidak bertemu~"
"Ganteng banget sih."
"Minggir kalian!" teriak seorang perempuan blaster menyingkirkan dua perempuan yang bergelayut di kedua sisi Chandika.
"Apa-apaan lo, Jane!" seru perempuan berambut merah ponytail.
"Menyingkirkan kuman macam lo," jawab Jane dengan nada mengejek.
Oh, untuk urusan mengejek dan menghina, Jane adalah jagonya.
"Maksud lo apa si, Jane? Lo kan udah putus dari Chandika, kenapa lo ngelarang kita dekat dengan Chandika?" kata perempuan satunya.
"Karena gue nggak suka Chandika berdekatan sama kalian-kalian cewek kurang belaian," ucap Jane dengan tatapan menusuk.
"Sialan lo, Jane!"
Jane dan ke tiga teman perempuannya mulai jambak-jambakan dengan segerombol perempuan yang menempeli Chandika tadi.
Sedangkan pemuda yang mereka ributkan tidak perduli sama sekali, justru sudah terduduk di kantin sambil makan dengan tenang.
"Bos, cewek lo sama dayang-dayangnya kok ribut sama para pacar si cupu?" tanya Carlos pada Ben yang sedang duduk di bangku kantin tidak jauh dari Chandika.
"Dia bukan cewek gue lagi," jawab Ben datar.
"Loh, kapan putusnya?" tanya Farel dengan tatapan bingung.
"Kemarin."
"Serius lo, bos? Jane kan cantik banget, kok putus gitu saja?" tanya Farel lagi.
"Dia sudah nggak ada gunanya buat gue," jawab Ben acuh. "Gue sudah ketemu sama yang lebih berguna lagi."
"Siapa bos?" tanya Carlos dan Farel serempak.
"Cherika."
"Maksud lo, cewek imut yang katanya pacar si cupu itu?" tanya Carlos memastikan.
"Iya," jawab Ben sambil menyeringai. "Sepertinya cewek itu lebih berguna buat kehancuran Chandika."
**
"Hachi!"
"Oh my, lo sakit? apa yang sakit? jangan nangis lagi, ya.." tanya Ignancio wakil geng Aodra pada si ketua yang sedang duduk di sampingnya. Pasalnya sejak kecelakaan yang dialami Cherika, gadis itu jadi aneh dan sangat cengeng.
"Aku nggak kenapa-kenapa kok," jawab Cherika yang tiba-tiba bersin itu. "Sepertinya ada yang ngomongin aku," lanjutnya sambil menggaruk pipi dengan imut.
'kenapa dia jadi imut kayak gini sih?' batin ke tiga pemuda yang kini bersama Cherika kompak. 'Kemana ketua Aodra yang tomboy dan urakan?'
"Bos, lo beneran udah nggak mau ikut balapan sama kita-kita?" tanya Adam pemuda berkulit hitam.
"Tidak," Cherika hanya menggeleng, jangankan ikut balapan, naik motor saja dia tidak bisa.
"Kenapa, bos? Kenapa lo jadi berubah kayak gini? Biasanya lo sangat suka balap motor," kata Ignancio terheran-heran.
"A-aku tidak mau balapan motor, jangan memaksa.." cicit Cherika mulai menahan tangisnya.
"Ah, iya bos, sudah jangan nangis ya, kami nggak akan ngajak balap lagi kok," kata Brian pemuda berlesung pipi dengan menenangkan Cherika.
BYUR
Lengket dan dingin, itulah yang dirasakan Cherika saat ada yang menyiram atas kepalanya.
"Udah gue bilang jangan dekat-dekat dengan kak Ludhe!" bentak seorang perempuan dengan make up tebal.
"Apa-apaan lo, Icha!" pekik Ignancio dengan menatap garang.
"Heh, lo kira gue takut sama cowok jelek kayak lo! Bilangin ke tuang putri kalian jangan jadi cewek kegatelan," kata Ichan menatap dengan beraninya.
"Siapa yang kegatelan dengan siapa? lo tau sendiri kalau Ludhe yang mengejar-ngejar Cherika," kata Adam dengan senyum sinis.
Icha hanya menampakan raut muka memerah karena kesal dan tidak mau mengakui perkataan Adam, tatapannya masih saja menatap Cherika yang sedari tadi menunduk, dia sedang menunggu Cherika yang berteriak padanya dan menampar wajahnya, niat awalnya adalah menunjukan keberingasan Cherika pada semua orang di kantin, dan itu semua akan membuat si gadis belo dijauhi karena Cherika adalah perempuan yang kasar.
Tes
Tes
"Hiks.. hiks.." isak tangis Cherika mengalihkan tatapan semua orang yang ada di kantin dan menatapnya shock. "A-apa salah aku ke kamu, hiks.. kamu jahat sekali hiks.. hiks.." kata Cherika dengan air mata yang mengalir deras.
"L-lo.." ucap Icha tercekat karena meliha Cherika menangis histeris seperti itu. "Lo jangan pura-pura menangis!!" bentak Icha berang.
"Huaaa... jangan bentak aku, hiks.."
"MARISA!" teriak seorang laki-laki dengan setengah berlari menuju kerumunan kantin yang sangat ramai.
"K-ka Ludhe?" Icha yang tadi menatap tajam Cherika seketika panik.
"Kan sudah saya bilang jangan mengganggu Cherika, dia tidak salah," kata laki-laki blaster bermata biru.
"Bela terus saja cewek munafik itu!" pekik Icha dengan tangan yang terkepal.
"Orang yang tidak pernah berbuat kesalahan biasanya adalah orang yang tidak pernah berbuat sesuatu. Cherika tidak pernah mencari masalah padamu, tapi kamu yang mengganggu dia, itulah kenapa saya membela Cherika," kata Ludhe dengan menatap datar Icha.
Icha hanya diam tidak berani menatap mata biru Ludhe.
"Ugh.. " rintihan Cherika langsung membuat semua orang di sana kaget. "Perut aku sakit.. hiks," isak Cherika semakin menjadi sambil memegang perutnya.
"Gue kan cuman nyiram lo, kenapa perut lo sakit juga?" tanya Icha dengan menatap sengit Cherika.
'Kenapa jadi menye-menye sekali ini cewek,' batin Icha bingung.
Aland yang baru saja datang langsung menghampiri adiknya. "Ada apa ini ribut-ribut? Lo kenapa, Cher?"
"A-abang, perut Cheri sakit banget, melilit," adu Cherika pada Aland dengan muka yang pucat.
"Ayo Abang antar ke UKS."
_To Be Continued_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
𝐀⃝🥀ᴳ᯳ᷢ🍁🦂⃟τᷤяᷤιᷫαꪶꫝ𝓐𝔂⃝❥❣️
sebenarnya bagus jiwa mereka tertukar 😍😁karena Chan jadi pemberani dan keren sebagai laki2 dan Cherika jadi imut n cengeng 🤣🤣😛👍👍👍
2022-05-01
0
❤️⃟WᵃfℛᵉˣzhA_ yUy𝓪∆𝚛z
cocok banget ya kalo Chandika jadi cewek
2022-03-22
0
❤️⃟WᵃfℛᵉˣzhA_ yUy𝓪∆𝚛z
dia yang luka gak pa-pa... tapi aku yang meringis
2022-03-22
0