Burung-burung kecil berkicau. Sinar matahari pagi yang melewati tirai berwarna putih tidak mengusik kedua pemuda yang dengan pulasnya masih tertidur sambil berpelukan.
Dertt
Dertt
Getaran alarm headphone di sebelah pemuda dengan alis berpiercing membuat si empunya terusik dan membuka mata. Iris matanya langsung melihat seorang pemuda yang sedang memeluknya dengan erat.
Deg
'Anjing, ini anak tuyul kenapa peluk-peluk gue, terus kenapa jantung gue dang ding dung jeder gini?' batin Alvis menelan ludah.
"Bangun lu, Bangsat!" seru Alvis setelah mengenyahkan perasaan absurdnya dan langsung menendang Chandika hingga terjatuh dari ranjang.
GUBRAK
"Aduh!" rintih Chandika yang mengaduh sakit karena bokongnya mencium lantai dengan tidak etisnya. "Sialan lo!" serunya kemudian dan menatap nyalang si pelaku yang sudah terduduk di atas kasur dengan memegang selimut yang menutupi badan hingga leher.
"L-lo ngapain peluk-peluk gue kayak homo!?" pekik Alvis semakin mengeratkan selimutnya seperti gadis perawan yang habis kehilangan malam pertama.
Seketika Chandika melototkan matanya memandang Alvis tidak percaya, lalu dia bangkit dan menggambil bantal.
BUK
Lemparan bantal tepat mengenai muka babyface Alvis, dan dengan muka yang sudah semerah tomat Chandika langsung melangkah ke kamar mandi.
BRAK
Pintu kamar mandi tertutup dengan kecangnya membuat Alvis terlonjak kaget.
Dan setelah di dalam kamar mandi Chandika langsung menutup mukanya yang merah padam dengan kedua tangannya. "Gue ngapain si bisa-bisanya peluk Alvis," guman Chandika mencak-mencak.
Jika tahu begini, dia menyesal sudah mengizinkan pemuda bayi itu menginap di rumahnya.
Setelah pulang dari arena balap dia dan Alvis langsung mengendap memasuki kamar masing-masing. Alvis memang mempunyai kamar pribadi di mansion Aldebaron karena sering menginap, bahkan baju dan barang-barang pribadi Alvis ada di kamar itu.
Namun, dia tidak tahu kalau Alvis mempunyai riwayat tidur sambil berjalan dan dengan tidak sopannya menyelonong masuk ke kamarnya. Tidak ingin mengambil resiko berbahaya membangunkan orang yang tidur sambil berjalan, dia dengan terpaksa tidur berdua dengan pemuda itu.
'Gue ini perempuan tulen! Malah peluk-peluk cowok,' batin Chandika frustrasi.
Mata hitam kelamnya lalu menatap kaca. "Baru bangun tidur aja lo masih ganteng banget, Chan," monolog pemuda itu pada dirinya sendiri sambil memonyongkan bibirnya dan mengedipkan sebelah matanya.
Chandika pun mulai membersihkan diri karena harus bersiap-siap ke sekolah.
Mandi dengan mata tertutup!
**
Alvis yang sudah siap dengan seragamnya sedang duduk manis di ruang makan dan menyantap sarapannya dengan kidmat tidak mengacuhkan tatapan iris hitam kelam yang seakan ingin memutilasinya, dia memang sangat tidak peka.
"Motor sport merah punya siapa?" tanya Jauzan ke putra tunggalnya.
"Ah itu.."
"Motor itu punya Chan. Alvis ngasih motor buat hadiah kesembuhan," ucap Alvis memotong jawaban Chandika.
"Thanks. Kamu baik sekali, sayang," kata Aminta mengelus rambut curtain haircut Alvis yang sedang duduk di sebelahnya.
Alvis hanya tersenyum manis menunjukan gigi kelincinya dan menatap Chandika seakan mengatakan.. 'Lo harus terima kasih ke gue.'
Chandika hanya mendelik. Mana sudi dia.
Namun, bagus juga karena Alvis mengatakan kalau motor yang Chandika dapat dari balapan adalah motor hadiah dari pemuda itu, jadi Chandika tidak usah mencari alasan lagi untuk menjawab pertanyaan papi Jauzan.
"Chandika berangkat dulu," kata pemuda berambut mullet itu bangkit dan langsung mencium tangan kedua orangtuanya dan melangkah keluar tanpa memperdulikan pemuda yang panik menyusulnya.
"Sialan lo, main tinggal saja," kata Alvis yang sudah berdiri di samping motor sport hitamnya dan melihat Chandika yang sedang memakai helm.
"..."
Chandika menaiki motor sport merah yang baru dia dapatkan itu tanpa menggubris pria yang mencak-mencak terhadapnya, dan langsung menjalankan motornya meninggalkan kediaman Aldebaron.
Kedua motor Ducati itu melesat di jalan raya yang mulai ramai dengan pengendara lainnya.
Traffic light yang berubah menjadi merah seketika membuat kedua pemuda itu menghentikan motor sport mereka masing-masing.
"Hai cowok, boleh kenalan nggak?" goda seorang perempuan dengan seragam putih abu-abu ketat dari balik mobil yang kaca jendelanya sengaja di buka.
Chandika dan Alvis yang sedari tadi sedang menunggu lampu jalan berwarna hijau refleks menoleh ke arah gadis yang menggoda mereka berdua.
Alvis hanya memandang datar gadis itu, tapi tidak dengan Chandika yang terkejut.
'Icha? dia kan si cabe di sekolahan gue dulu,' batin Chandika menatap lekat gadis makeup tebal dan langsung membuka kaca helm full facenya.
"Kyaaa! Ganteng banget gila!" pekik Icha yang diikuti gadis lainnya yang ada di dalam mobil.
"Padahal keliatan matanya doang, tapi udah keliatan gantengnya!" pekik perempuan di kursi belakang mobil yang juga membuka kaca jendela.
"Sadar lo, bego!" kata alvis yang ada di belakangnya menyadarkan Chandika. "Lo naksir sama cabe rawit?"
Alvis hanya menatap aneh sepupunya yang seakan terpesona dengan perempuan yang kelewat centil. Tipe sepupunya bukannya sejenis 'Jane Eyre' yang blasteran Indonesia—Amerika, perempuan kelewat cantik yang judes dan banyak prestasi.
Chandika hanya mengangkat bahu menanggapi Alvis dan langsung menancap gas setelah melihat lampu jalan berubah warna hijau.
Icha. Marisa Almaira, perempuan yang sangat membenci Cherika karena iri dengan prestasi si gadis tomboy. Bukan hanya itu, Icha sangat menyukai kakak kelas yang notabene suka dengan Cherika, meskipun gadis belo itu sudah tidak menggubris si kakak kelas tapi Icha semakin membencinya karena dianggap jual mahal. Icha tidak gentar membully Cherika meskipun selalu gagal karena si gadis tomboy yang jago gelut itu tidak bisa seenaknya dibully orang.
'Cih! dulu suka ngebully gue, tapi sekarang malah godain gue kaya cewek kurang belaian,' batin Chandika bergidik membayangkan kedipan mata Icha tadi. 'Jadi mau berak rasanya.'
Cekit
Tidak terasa kedua motor Ducati merah dan hitam itu sampai ke area parkir BSJ, kedua pemuda yang sedang memarkirkan motornya itu langsung membuka helm full face mereka dan menampakan wajah tampan keduanya.
Bisik-bisik kagum dan tatapan terpesona diarahkan ke mereka berdua.
"Gue mau ke toilet dulu. Mau berak," kata Chandika ke Alvis yang berjalan di sebelahnya setelah meninggal motor mereka di parkiran.
"Berak tinggal berak kenapa izin ke gue," kata Alvis sengit.
"Karena gue butuh lo buat nyebokin."
"******!"
Chandika hanya tersenyum miring melihat Alvis yang menunjukan wajah jijik bercampur kesal dan langsung berbelok kearah kamar mandi yang berlawanan arah dengan kelasnya.
Alvis yang kesal langsung berjalan ke kelasnya membiarkan Chandika ke kamar mandi sendiri. 'Udah peluk-peluk gue dan sekarang minta dicebokin? Muke gile tuh bocah! Gue kira udah tobat jadi cowok manja.'
Pemuda yang melangkah ke kamar mandi hanya tertawa berbahak di dalam hati karena melihat muka konyol Alvis. Kapan lagi dia bisa menistakan ketua geng Bruiser.
Karena terlalu hanyut dengan pikirannya pemuda bermata kelam itu tidak menyadari jika ada seseorang keluar dari balik pintu kamar mandi wanita.
Dukk
Jane, yang berbalik setelah menutup pintu kamar mandi langsung tertabrak dada kekar yang dibalut kemeja putih.
"Aduhh.." rinti Jane dengan memegang jidat putihnya dan langsung menatap orang di depannya.
"..."
Chandika hanya diam memandang Jane. Wajahnya yang datar berbanding terbalik dengan batinnya, 'Astajim! Ini cewek cantik banget, jadi insecure kan gue.'
Dia tahu kalau perempuan yang di depannya ini adalah Jane Eyre yang digilai Chandika yang asli. Kemarin, di pertemuan pertamanya dengan si gadis blasteran, dia tidak terlalu memperhatikan.
Jane yang melihat Chandika diam dan menatapnya datar seketika membuatnya gugup, niat awal yang ingin memaki pemuda ini malah mulutnya terkunci dengan rapat.
"Minggir lo," kata candika dingin.
Orang-orang yang menatap interaksi dua pasangan yang sudah putus itu menjadi kaget dengan nada dingin Chandika yang dilontarkan ke Jane. Seantero BSJ tahu kalau Chandika sangat menyukai Jane dan selalu berbicara lembut ke si putri Mentri.
Melihat Jane yang masih diam, pemuda berambut hitam legam itu pun berdecak dan melangkahkan kakinya ke samping berniat melewati Jane.
"Berhenti," kata Jane menghentikan langkah Chandika dan mencekal pergelangan tangan pemuda itu. "Lo kira gue bakal jadi suka sama lo karena berubah dan berakting kayak gini?" tanya Jane dengan wajah mencemoh.
"Maksud lo?"
"Hentikan semua rencana lo, karena gue nggak akan pernah suka sama cowok idiot kayak lo. Najis tahu nggak," kata Jane dengan senyum miringnya.
Chandika hanya tertawa mendengus mendengar perkataan Jane. Suara tawa yang berat dan maskulin membuat semua orang yang menjadikan mereka berdua tontonan menahan nafas karna terpesona, termasuk Jane.
Setelah berdeham beberapa kali untuk menghilangkan tawanya, pemuda itu kembali menunjukan ekspresi datar dan semakin menajamkan tatapannya. Chandika melepaskan tangan Jane yang sedari tadi memegang pergelangan tangannya, lalu mendekatkan wajahnya ke Jane, tepat menuju kuping perempuan blasteran itu.
"Asal lo tau, gue berubah bukan karena ingin menarik perhatian lo dan gue nggak berakting karena ingin membuat lo jadi suka ke gue," bisik Chandika dengan suara beratnya dan tangannya sengaja menarik rambut Jane yang menjuntai ke sela belakang telinga agar siempunya lebih jelas mendengar. "Gue sudah cukup muak dengan tingkah lo, rasa cinta gue ke lo sudah terkikis hingga nggak ada yang tersisa, dan mulai sekarang dan seterusnya gue nggak akan pernah mengganggu hidup lo lagi."
DEG
Ada rasa menggelitik di telinga Jane saat Chandika berbisik, dan jantungnya yang sebelumnya berdetak cepat menjadi seakan berhenti saat pemuda itu menyelesaikan bisikannya.
Chandika kembali menjaukan wajahnya dari Jane dan menatap datar perempuan berambut burgundy yang kini menatapnya rumit.
Bisik-bisik siswa dan siswi BSJ yang menonton Chandika dan Jane semakin ricuh, apalagi melihat si putra Aldebaron yang mendekatkan wajah ke Arah Jane.
"Gue kira Chandika sudah move on beneran dari Jane."
"Patah hati gue,"
"Mereka mau balikan kah?"
"Jane kan sudah punya Ben."
"Chandika ngomong apa si kok bisik-bisik?"
"Mana gue tau, tanya saja sama rumah yang bergoyang!"
"..."
Dan tanpa ada yang memperhatikan, seorang pemuda berambut medium curly mentap Chandika dan Jane dengan mata coklat yang berkilat tajam.
_To Be Continued _
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
ZannGOD++
sus🗿
2023-04-07
0
AwesomeMoon
chapter berapa yg nyeritain cherika a.k.a chandika ? penasaran aja sma tubuh cherika , tp sya gk mau loncat chapter..
2022-09-25
0
𝐀⃝🥀ᴳ᯳ᷢ🍁🦂⃟τᷤяᷤιᷫαꪶꫝ𝓐𝔂⃝❥❣️
kasian deh Lo Jane... nyesek sakiiiit ya dicuekin sama Chan😛🤣🤣👍👍👍
2022-04-30
1