"****. Kenapa Lian juga tahu kosan kamu? Mati aku kalau dia sampe ngadu," gerutu Om Adrian saat dia mulai menyadari kehadiran adik iparnya.
Posisi ini terlihat seperti kami sedang kedapatan selingkuh. Ya, walaupun kenyataannya memang bisa dibilang begitu.
Kuhela napas sejenak, kemudian mulai beranjak.
"El!" Om Adrian mencekal pergelangan tanganku.
"Nggak apa-apa, Om. Biar aku yang jelasin sama Om Lian. Aku yakin dia nggak bakal ngadu sama Tante Lidia. Om pulang aja nggak usah turun!" titahku sembari melepas genggaman tangannya.
"Oke. Thanks, El. Ah, iya. Ini uang yang kemarin, udah Om lebihkan sedikit. Maaf kalau Om sempat ngambil keputusan tanpa pikir panjang." Om Adrian mengambil sebuah amplop cokelat tebal yang sejak tadi tersimpan di atas dasbor, lalu memberikannya padaku.
"Makasih Om." Kuambil alih amplop cokelat tersebut.
Om Adrian tersenyum, lalu mengusap pelan rambutku.
"Sama-sama. Jaga diri baik-baik, ya, El. Ingat! Sekarang ada satu nyawa lagi yang tumbuh di rahimmu."
Aku tertegun sesaat. Perlakuan lembut Om Adrian terkadang memang membuatku lupa tujuan awal. Seandainya saja perlakuan itu dia tunjukkan sebagai seorang Ayah pada anak perempuannya, bukan lelaki pada wanita simpanannya.
Ck, apa yang kamu pikirkan, Lea? Dia adalah lelaki tak tahu diri yang sudah menghancurkan hidup Mamamu.
Pada akhirnya aku hanya bisa tersenyum tipis sebelum melangkah keluar.
Mobil Om Adrian pun berlalu dari pandangan.
Kuhampiri Om Lian yang sudah menunggu berpangku tangan, sembari bersandar di mini Cooper-nya. Entah bagaimana caranya dia bisa tahu aku ada di dalam mobil kakak iparnya. Padahal mobil mewah itu memiliki kaca satu arah.
Sejenak kuperhatikan penampilannya hari ini. Sweater rajut tutle neck dan celana jins pudar yang melekat di tubuh kekar itu tampak menyamarkan umur dia yang sebenarnya. Entah kenapa saat melihatnya aku masih saja sulit mengendalikan perasaan tak tahu diri ini.
"Kita ngobrol di dalam!" Aku melangkah mendahuluinya melewati pagar setinggi tiga meter yang membentengi kosan campur ini.
Dari sudut mata kulihat Om Lian tampak mengekor ragu-ragu sembari menoleh kanan-kiri seolah menghindari sesuatu.
Kuhentikan langkah tiba-tiba, hingga bisa dirasakan bagian belakang kepala membentur dada bidangnya.
Kupejamkan mata sesaat. Lalu berbalik menghadapnya.
"Oh, ayolah, Om. Ini Jakarta, dan aku orang asing yang nggak pernah bersosialisasi di daerah ini. Jadi, siapa yang peduli tentang teman yang kubawa ke dalam kosan?!" sungutku sebal.
"Jadi, kamu nggak takut dengan penilaian orang?" Dia memicing.
Kuputar bola mata sesaat. Ternyata dari dulu Om Lian memang tak pernah berubah. Dia adalah tipe orang yang hati-hati dalam bertindak dan terkesan overthinking.
"Nggak. Ini masih siang. Dan kita bukan mau mesum di dalam!" tukasku yang berhasil membuat matanya melebar.
"Astaga, Lea. Kecilkan suaramu!" Om Lian tampak panik dan langsung mendorongku menuju teras kamar kosan yang terletak paling pojok dan paling besar. Melihatku yang masih saja santai saat membuka kunci kamar, secepat kilat dia menggantikannya dan buru-buru menuntunku masuk.
Astaga dia benar-benar berlebihan. Padahal tak ada seorang pun yang memperhatikan kita. Memangnya dia pikir aku memilih kosan yang sedikit pinggiran ini tanpa alasan. Tentu saja ada alasannya. Selain para penghuninya cuek, aku juga bebas membawa teman atau pulang malam tanpa perlu kena semprot Ibu Kos.
"Biarkan pintunya terbuka, Lea!" pintanya cepat sebelum sempat tanganku berhasil mendorong pintu.
"Oke." Aku berdecak.
Dia benar-benar tipe lelaki langka yang tak pernah mengambil kesempatan dalam kesempitan. Inilah salah satu alasan yang membuatku tak pernah sungkan bila berdekatan dengan pengacara kondang ini.
Zaman sekarang rasanya memang tak mungkin perselingkuhan tanpa hubungan badan. Selalu ada imbalan dari setiap materi yang diberi. Begitu juga dengan hubungan Sugar Daddy dan Sugar Baby-nya.
Namun, percayalah. Di antara dua Sugar Daddy-ku yang lain hanya Om Lian yang tak pernah menyentuhku lebih dari pelukan dan kecupan. Padahal materi yang dia beri hampir setara dengan yang lain.
Waktu yang kami habiskan selama setengah tahun menjalin hubungan hanya kencan. Makan, nonton, dan jalan-jalan.
Dia sosok yang menyenangkan meski kadang aku yang selalu memulai percakapan. Perhatian dan kedewasaannya berhasil membuatku nyaman hingga lupa bahwa hubungan kami hanya sebatas simbiosis mutualisme. Dia butuh teman dan aku butuh uang. Miris, bukan?
Om Lian duduk di kursi lantai yang berada di atas karpet bulu depan muka TV. Sementara aku duduk bersila di sampingnya. Lelaki itu sempat memindai ruangan bernuansa biru seluas 8 x 10 meter persegi yang terdiri dari satu kamar, ruang tamu, dapur, dan kamar mandi ini. Sebelum kembali terpaku menatapku.
"Sebentar lagi kamu akan jadi istri saya, Lea. Jadi, batasi dirimu dan Mas Adrian!" Om Lian memulai percakapan. Matanya tampak menyorot tajam saat membahas tentang kakak iparnya.
Aku hanya menanggapinya dengan tatapan datar.
"Aku masih belum memutuskan untuk menerima pinanganmu, Om. Jadi, jangan terlalu percaya diri dibalik kata calon istri," cetusku dingin.
"Sampai kapan pun saya tak akan membiarkanmu menikahi Ayah sendiri!" sentaknya tiba-tiba.
"Dia bukan ayahku, Om. Dia hanya lelaki kejam yang membuang berlian demi perempuan j*lang. Tolong biarkan aku memberi kakakmu pelajaran bagaimana menyakitkannya suami direbut orang!" pekikku tanpa sadar.
Sekarang aku benar-benar sudah tak peduli. Lagi pula diliat dari gerak-geriknya dia tahu lebih banyak dari aku.
Om Lian terdiam sejenak.
"Tapi tetap saja, merusak diri demi balas dendam bukan jalan yang benar. Jangan kehilangan kewarasan, Lea. Bagaimana pun situasinya Mas Adrian itu ayah kandungmu. Saya tak bisa membiarkan kalian menjalin hubungan terlarang, bagaimana pun caranya!"
Kuremas kaus yang dikenakan dengan mata terpejam. Detik berikutnya tatapan nyalang kulemparkan pada Om Lian.
"Jadi, hanya segitu yang Om tahu? Pantas saja Om nggak akan mengerti perasaanku. Perasaan ibuku, dan posisi kami saat ini. Lelaki itu dan kakak kandungmu. Mereka--"
"Saya tahu, Lea!" potongnya tiba-tiba.
Seketika aku terbungkam.
"Saya tahu segalanya, karena ada di sana saat ibumu dicaci-maki dan dipermalukan sembilan belas tahun lalu!"
Deg!
"Kamu pikir apa yang saya lakukan setelah menghilang setahun belakangan ini, hah? Saya mencari tahu semua tentangmu setelah menyadari bahwa kamu ternyata anak Nita dan Mas Adrian yang selama ini saya cari."
Kubekap mulut tak percaya.
Ternyata.
"Saya juga yang dimaksud dua suster di rumah sakit itu. Ya, saya yang seminggu sekali mengunjungi ibumu."
Refleks aku menyeret tubuh mundur menjauhinya.
"Tolong sabar sebentar, Lea. Karena bukan cuma dirimu yang menginginkan kehancuran Adrian Mahesa, tapi saya juga. Dia yang menyebabkan hubungan saya dan Mbak Lidia merenggang. Dia juga yang menyebabkan tragedi paling traumatis pernah terjadi dalam hidup saya. Dengan pernikahan ini kita bisa lebih mudah bekerja sama untuk melumpuhkannya. Jadi, saya mohon ... terimalah lamaran saya nanti!"
.
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Juan Sastra
masih belum ngeh,,di antara 3bsugar dady hanya lian yg tidak berhubungan badan dengan arti kata lea sudah berhubungan dengan ayah kandungnya sendiri bahkan dia sendiri tahu jika adrian ayah kandungnya lebih farahnya itu sengaja di lakukan demi balas dendam..
ada yahh balas dendam sama ayah dengan menyerahkan tubuhnya
2022-06-27
2
😔😔😔😔😔😔😔
aku menjadi simpanan ayah kandungku , ayah kandungku mempunyai anak dan itu pacarku ,dan aku akan menikah dengan adik ipar ayahku
2022-06-01
7
Anis Riska
semoga ellea ga pernah berhubungan badan dengan adrian
2022-02-28
2