Malam minggu ini, Rey hanya sendiri. Vicky masih belum pulang dari jam sembilan pagi.
Rey keluar kamar membawa gitar dan duduk di teras depan. Matanya melihat langit yang hitam. Ada rasa rindu pada ibunya. Rey mengenang tentang kebersamaan dengan ibunya yang sekarang jauh darinya.
Ia mulai memainkan gitar, suara lembutnya mulai terdengar mendendangkan sebuah lagu.
...Kau memberikanku hidup...
...Kau memberikanku kasih sayang...
...Tulusnya cintamu, putihnya kasihmu...
...Takkan pernah terbalaskan...
...Hangat dalam dekapanmu...
...Memberikan aku kedamaian...
...Eratnya pelukmu, nikmatnya belaimu...
...Takkan pernah terlupakan...
...Oh ibu, terima kasih...
...Untuk kasih sayang yang tak pernah usai...
...Tulus cintamu...
...Takkan mampu untuk terbalaskan...
...Oh ibu, semoga Tuhan...
...Memberikan kedamaian dalam hidupmu...
...Putih kasihmu...
...'Kan abadi dalam hidupku....
Rey menutup mata. Menghirup napas panjang dan mengeluarkan dengan pelan. Ia berharap, ketika membuka mata ada sosok ibu di hadapannya. Rey membuka mata perlahan.
“Kamvret! Ngapain Lu berdiri di depan Gue, Kuya?” Rey mendengkus kesal.
“Pengen aja. Lagian, lu ngapain maen gitar sambil molor? Apa itu yang dinamakan penghayatan?” Vicky memainkan alisnya.
“Jiwa seni Gue terpanggil, kalau lagi nyanyi,” ucap Rey dengan tangan yang memetik senar gitar.
“Preeetttr! mulai lebay, lu!”
“Haha .... ” Rey tertawa.
Vicky masuk ke dalam kamarnya. Sedangkan Rey masih memainkan gitarnya. Uang tabungannya sudah menipis. Karena Rey harus membayar keperluan sekolah dan hidupnya sehari-hari. Rey memutuskan untuk mencari kerja sepulang sekolah nanti.
“Woy! Masih betah Lu duduk di mari?” ucap Vicky mengagetkan.
“Kenapa? Lu pikir Gue kaget?” Mata Rey masih fokus ke senar gitar.
“Jalan, yuk?” Ajak Vicky.
“Ogah! Entar Gue dikira homo.”
“He’eleh. Boring gue, Rey! Ayolah.” Vicky masih merengek.
Rey masih terus memainkan gitar kesayangannya. Hingga akhirnya, gitar itu diambil paksa oleh Vicky.
“Etttt! Mo di kemanain gitar gue, Kuya?”
“Ayok ikut gue!” Ajak Vicky memaksa.
Rey memasukkan gitar dalam kamarnya dan mengunci pintu dari luar. Rey masih mengenakan celana jeans pendek di bawah lutut dan kaos warna hijau yang ia dobel dengan sweater warna abu.
Vicky mengajak Rey jalan-jalan ke Braga. Dia memarkirkan motornya di sebuah Cafe di jalan Braga.
“Mau ngapain?” tanya Reynand.
“Nongkrong! Pesen-pesen minum, kek. Sambil menikmati malam minggu,” pungkas Vicky.
“Tunggu!” Rey menarik lengan Vicky.
“Paan?” Vicky berbalik badan.
“Gue gak ada duit!” ucap Rey sambil menggaruk kepala.
“Gue yang traktir.”
“Oke!” Rey mendorong pintu Cafe.
“Masalah traktir, aja. Cepet, lu!” ucap Vicky sambil mengekor Reynand.
Di dalam Cafe yang lumayan luas dengan bias lampu yang tidak terlalu terang beserta alunan musik soft yang mereka play, memberikan ketenangan kepada customer yang hadir di sana.
Minuman pun di pesan oleh Vicky. Rona Vicky terlihat bete malam ini.
“Kenapa lu pasang muka keki gitu, sih?” Rey bertanya.
“Desi belum nerima Gue. Dia minta waktu,” ucap Vicky sambil membuang napas, “Huff!”
Drett ... Drett ....
Vicky mengambil hand phone dari saku celananya. Ia menggerser layar, masih dengan bibir yang mengerucut.
Mata Vicky membulat.
“Asikkkk!” ucap Vicky yang terlihat girang ketika membaca pesan singkat dari gawainya.
“Gue jadian! Gue di terima, asikkkk!” Lagi-lagi, Vicky meluapkan kebahagiaannya di depan Reynand.
Reynand hanya diam memperhatikan ekspresi Vicky yang sedang jatuh cinta. Mengamati tingkah absurdnya ketika Vicky jatuh cinta.
***
“Jo, ke Cafe yuk? Bete Gue!” Ajak Fanya yang memang sedang bermain di rumah Jovanka.
“Jangan malem-malem baliknya, ya?” pinta Jovanka.
“Oke!”
Jo bergegas berganti pakaian. Ia mengambil mini dress namun teringat dengan ucapan Rey kemarin. Akhirnya Jo ambil celana jeans panjang dengan kaos yang ia dobel dengan jaket.
Mata Fanya terbelalak melihat penampilan Jo yang menurutnya aneh.
“Kenapa Lu liatin gue kek gitu?” tanya Jo sambil menyemprotkan parfum favoritnya.
“Lu gak salah pakek baju itu?” ucap Fanya dengan wajah penuh dengan keheranan.
“Gak!” jawab Jo singkat, “Ayok!” timpal Jo lagi.
Fanya dan Jovanka akhirnya pergi ke Cafe. Dengan alasan kepada orang tuanya, mau ke rumah Salsa untuk mengerjakan tugas.
Fanya membuka pintu mobil, begitu pun dengan Jo. Mereka masuk dalam mobil dan melesat ke Cafe yang berada di jalan Braga.
Tanpa sepengetahuan Jo. Fanya telah berjanjian dengan Tristan.
Mereka masuk dalam Cafe dan memesan minum. Jo dan Fanya sedang asik mengobrol tiba-tiba sosok Tristan berada di hadapan meja mereka.
“Jo,” ucap Tristan yang membuat Jo ketakutan melihatnya.
“Fanya, Gue pulang, ya?” ucap Jo yang langsung beranjak dari kursi dan membawa tas kecilnya yang ia taruh di atas meja.
“Tunggu, Jo! Gue mau minta maaf atas kejadian kemarin,” ucap Tristan lagi.
Padahal, dalam hati Tristan menyimpan rasa penasaran kepada gadis yang bernama Jovanka. Ia tertantang untuk mendapatkan Jovanka yang menurutnya sok jual mahal.
Jo kembali duduk di kursi.
“Oke! Gue bener-bener minta maaf kalau lu gak suka tangannya gue pegang. Gue minta maaf!” ucap Tristan.
Jo memperhatikan wajah Tristan. Mengamati, apakah ia benar-benar minta maaf dari hati atau bukan. Hati Jo berbicara.
Namun, bukan Tristan si play boy namanya, kalau belum bisa meyakinkan wanita. Apa lagi, cuma anak SMA.
“Ya udah, iya. Aku maafin Kakak.” Hati Jo luluh juga terhadap Tristan.
“Ya udah, tugas gue selesai ya Kak. Gue mau balik. Bye.” Ucap Fanya yang beranjak dari tempat duduknya.
“Fanya! Lu mau ke mana?” tanya Jo dengan mata membulat.
“Udah. Lu seneng-seneng aja sama Kak Tristan.” Fanya berlalu pergi.
Ada rasa takut bila berdekatan dengan Tristan. Namun, Jo segera menepisnya. Mengingat barusan, Tristan sudah meminta maaf padanya.
“Maaf, Kak. Aku ke toilet bentar, ya?” ucap Jo yang beranjak dari tempat duduknya.
“Oke! Mau gue anter?” tanya Tristan menggoda.
“Ish. Gak usah!” Jo beranjak pergi meninggalkan meja.
Tak lama. Makanan dan minuman pun datang. Semua di sajikan di atas meja. Tanpa sepengetahuan Jo. Tristan memasukkan obat tidur pada minuman Jovanka. Berharap, setelah Jo meminumnya, ia akan tidur dan dia bebas berbuat apa pun pada Jovanka.
Jo terlihat melenggang mendekat meja setelah dari toilet. Ia kembali duduk di kursi dan meminum jus strawberry yang ia pesan tadi.
“Enak?” tanya Tristan.
Jo mengangguk sambil menyeruput jus yang ada dalam gelasnya.
Tak berselang lama. Akhirnya kepala Jo menjadi berat dan matanya kini didera rasa kantuk yang parah.
“Kamu kenapa?” tanya Tristan yang sok heran.
“Entah, Kak. Mata Aku kok jadi berat gini, ya? Aku ngantuk.” Jo akhirnya tertidur di atas meja.
Tristan menunggu Jo sekitar sepuluh menit. Jo masih terlihat tidur. Akhirnya, Tristan membukakan pintu mobil dan menggendong Jovanka masuk dalam mobilnya.
.
“Berenti!” ucap Rey menepuk menepuk Vicky.
“Paan?” tanya Vicky heran.
“Gue kenal sama orang itu.” Telunjuk Rey mengarah pada Tristan.
Rey memperhatikan tingkah Tristan yang gelagapan. Sedangkan, Jo tertidur sudah ada dalam mobilnya.
“Jo?” Mata sipit Rey membulat ketika melihat Jo yang tertidur berada dalam mobil Rey.
Mobil Tristan melaju.
“Vic, ikutin mobil itu!” Sambil menunjuk mobil Tristan.
Vicky memacu motor FU miliknya mengikuti mobil Tristan dari belakang.
“Sebenarnya itu siapa, Rey?” tanya Vicky yang sedang mengendarai motor.
“Nanti Gue jelasin. Lu fokus aja sama mobil itu ya?” pesan Rey.
“Oke!”
Dengan cepat. Rey membuka aplikasi hand phone dan mencatat nomor pelat mobil yang dikendarai oleh Tristan.
Mobil masuk ke salah satu hotel di Bandung. Tristan menggendong Jo masuk ke dalam hotel setelah mendapatkan kunci kamar, akhirnya Tristan langsung masuk dalam kamar.
***
“Dalam waktu sepuluh menit gue gak keluar dari dalam hotel. Lu balik duluan aja, ya?” pesan Rey terhadap Vicky.
“Oke!” tanpa banyak ngomong, Vicky menunggu di bawah pohon yang berada di pinggir jalan selama sepuluh menit. Ketika Vicky hendak menstater motor, tiba-tiba melihat Tristan meluncur kencang dengan mobilnya. Vicky memutuskan untuk pulang ke kost duluan, sesuai dengan perintah Reynand.
Rey masuk dalam hotel. Ia menanyakan kepada resepsionis hotel tentang letak kamar dari pemilik nama Tristan dengan alasan mau memberikan pesanannya.
Resepsionis pun memberitahu letak kamarnya. Rey bergegas pergi mencari nomor kamar 23.
Karena Tristan tidak sabar ingin menyentuh Jovanka. Ia lupa mengunci pintu dari dalam kamar. Jovanka sudah terbaring di atas ranjang. Tristan telah membuka baju, kini ia bertelanjang dada dan bergegas naik ke atas ranjang.
“Sini kau, bangsatt!” Rey menarik lengan Tristan setelah ia masuk dalam kamar.
Tubuh Rey dan Tristan kini saling berhadapan. Ekspresi wajah bingung yang tercermin pada Tristan.
“Lu siapa?” tanya Tristan dengan mata yang membulat.
“Gak perlu lu tau siapa gue!” jawab Rey yang melebarkan matanya yang sipit.
“Ini urusan gue! Lu masih bocah!” jawab Tristan sambil mendorong Rey.
Tubuh Rey terdorong ke tembok kamar.
Akhirnya terjadilah perkelahian dalam kamar. Adu jotos pun terjadi pada saat itu.
Sedangkan, Jo telah terusik dari atas kasurnya. Jo mengucek matanya ketika ia terbangun dari pingsannya. Jo memegang kepala yang terasa sakit. Hingga akhirnya, mata Jovanka terbelalak ketika melihat Rey dan Tristan sedang adu jotos.
“Hentikan!” pinta Jo sambil berteriak.
Rey dan Tristan melihat ke arah Jo yang sedang duduk di atas ranjang. Dengan cepat, Tristan melayangkan bogem mentah kepada pipi Reynand ketika ia sedang lengah.
Tubuh Rey terhempas karena tonjokkan yang melayang dari kepalan lengan Tristan.
Dengan terburu-buru, Tristan mengambil kaos dan berlalu pergi dari dalam kamar yang ia pesan.
Sementara Jo masih dengan ekspresi ketakutan di atas ranjang. Rey mendekat dengan perlahan. Agar Jovanka merasa tenang.
“Jo, Lu gak papa?” Rey duduk di samping Jovanka.
Tiba-tiba Jo memeluk. Ada rasa kaget dan senang dalam hati Rey. Namun, rasa bingung yang lebih mendominasi karena dengan tiba-tiba Jo memeluknya.
“Gue takut, Rey! Tristan kurang ajar! Gue benci sama dia!” Jo mengeluarkan emosinya ketika ada dalam pelukan Reynand.
Rey terdiam dengan lengan yang masih mendekap tubuh mungil Jovanka.
“Tenanglah. Gue ada di sini sama, lu.” Lengan Rey mengusap lembut rambut Jovanka.
Bersambung..
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
JANGAN LUPA LIKE/KOMEN/VOTE Ceritannya, karena itu merupakan hadiah terindah untuk Penulis
By : Boezank ** (Dareen)🙏😁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
Asti Asyifa
kok melihat tristan meluncur kencang dengan mobilnya?
2022-03-04
1
🅛➊🅝⸙ᵍᵏ
rey jadi pnyelamat
2022-02-28
2
🦈Bung𝖆ᵇᵃˢᵉ
Vanya bukan temen yg baik
2022-02-21
1