part 3. Boss David si Pemarah

Aku seperti menghadapi dua orang yang berbeda. Seorang boss besar David yang pemarah, otoriter dan bengis. Dan seorang David yang sangat perhatian dan berhati hangat. Rasanya aku ingin cepat-cepat keluar kantor saja. Bertemu dengannya di luar lebih memudahkan aku untuk berinteraksi dengannya, ketimbang saat dia di kantor begini.

Ketika dengan pak Wisnu, semua laporan bisa di ulur waktu pengumpulan. Eh, ketika dengan boss besar waktu pengumpulan tidak ada toleran sedikitpun. Kami seperti sapi perah saja.

Sejak dia datang ke kantor ini untuk mengurus peluncuran produk baru, semua yang berhubungan dengan produk tersebut langsung menghadap padanya. Apesnya, aku termasuk dari bagian itu.

Entah atas dasar apa pak Wisnu memilihku. Padahal, cara kerjaku biasa-biasa saja dengan tampang pas-pasan tentu saja. Arrghh, aku benar-benar frustasi menghadapi boss besar David.

Seperti saat ini, aku berada tepat di depan ruangannya. Menunggu sekretaris pribadinya keluar ruangan. Aku harus mengumpul laporan keuanagan hari ini sekarang. Iya sekarang. Tidak bisa menunggu hanya sekedar lima menit saja. Tidak-tidak, satu menit pun tidak boleh telat. Alhasil aku harus berlarian menuju ruangannya yang berada di lantai lima. Sedangkan aku di lantai tiga. Sungguh-sungguh me-nye-balkan.

Menunggunya begini, lututku bergetar. Gugup. Tentu saja aku gugup bertemu dengannya. selain karena laporan yang khawatir salah, aku gugup karena … entahlah. Aku senndiri tidak mengerti. Walaupun dia memeiliki sifat yang cenderung aneh, aku tetap saja ingin berlama-lama bersamanya.

Sekretaris Gina keluar. Aku masuk ke ruangan besar itu. Ruangan boss adalah ruangan paling besar di kantor ini. hatiku semakin berdebar tak menentu. Aku menunduk, melangkah perlahan.

“Permisi Pak.” Kepalaku mendongak untuk melihatnya. Mendekat sampai ke meja kerjanya lalu menyerahkan map yang berisi laporanku hari ini.

Boss tidak bersuara. Dia langsung menerima dan membuka map lalu membacanya. Keningnya berkerut, kemudian mengambil pena dan mencoret-coret di lembaran laporanku. Aku memanjangkan leherku, sedikit menjinjit agar dapat melihat isi coretan itu. Huft. Tidak terlihat sama sekali.

Kemudian aku terkaget saat lembaran kertas itu terlemper di meja, sebagian ada yang berhamburan.

“Periksa coretannya. Perbaiki.” Tegasnya. Ekspresinya datar, matanya menyorot tajam. Aku bergidik ngeri, tubuhku mematung seketika melihat apa yang telah dia lakukan terhadap laporanku. “Salah semua kah?”. Gegas aku mengambil kertas yang terserak di lantai.

Melirik sekilas padanya, ah. Dia masih melihat kerahku. “Terima kasih. Permisi Pak.” Dengan langkah sedikit berlari aku meninggalkan ruangan besar itu.

Sampai di meja kerjaku, air mata ini tidak lagi dapat kubendung. “Kuat Anna, kuat.”

Sepanjang hari aku mengerjakan tugasku kembali, tidak kuhiraukan apapun. Bahkan berkali perut ini berbunyi, berkali-kali pula Dina mengingatkanku untuk istirahat. Tak kuhiraukan nasihatnya. Bagiku saat ini tugas harus selesai hari ini tanpa cela. Cukup sudah dia, lelaki bengis itu mempermalukanku. Setelah ini akan aku buktikan dia telah salah meremehkanku.

Seharusnya aku taddi tidak mengikuti instruksi Dina untuk merubah laporan ini. Ah sial. Aku tidak percaya diri menghadapi David, akhirnya itu mempermalukan diriku sendiri.

“Ann, aku pulang duluan ya.” Aku menoleh sekilas. Mengangguk. Kembali lagi fokus menghadap laptop membuat laporan.

Sekilas terlihat bayangan tinggi menjulang di depanku. Bulu kudukku seketika berdiri, aku bergidik ngeri. Mengelus-elus tengkuk. Mengehentikan sejanak kegiatanku. Melihat kedepan. Ternyata, ada hal yang lebih menakutkan dari apapun.

Boss David berdiri menjulang di hadapan. Tatapan tajam seperti elang menemukan mangsanya. Sejenak kami hanya saling berpandangan. Hingga …

“Ehm, belum pulang Boss?” Suara pak Wisnu mengalihkan pandangan kami berdua.

“Hmmm.” Davis melihat sekilas kea rah pak Wisnu, lantas beralih melihatku lagi.

Ekspresinya masih saja datar.

“Saya permisi duluan ya Boss. Ann ….” Aku hanya mengangguk pada pak Wisnu.

Tubuhku terasa terpaku, sulit sekali bergerak jika berhadapan dengan lelaki tinggi ini. ckck

Kruuk, kruuk.

Duh suara perut … bikin malu saja. Memang dari siang aku belum makan. Sibuk mengerjakan tugasku. Padahal ibu telah membawakan bekkal makan siang.

Terlihat jelas sudut bibir boss David terangkat membentuk bulan sabit, tersenyum. Aku melongok melihat kearahnya. Spontang wajahnya kembali datar. Dasar. Es batu.

“Ayo pulang.” Suaranya memecahkan keheningan.

“Duluan Boss, saya masih ada kerjaan.”

“Ayo pulang Anna!.” Suaranya kini terdengar meninggi.

Aku mendongak, matanya tajam dengan wajah datarnya. “Ih, ini orang. Sebentar baik, sebentar nyebelin. Tadi aja marah-marah”. Aku mendumel sendiri dibuatnya.

Aku tergesa-gesa membereskan pekerjaanku. Dia masih menunggu, pandangannya tidak teralihkan sedikitpun.

“Pekerjaanku beleum selesai Pak ….” Sedikit marah aku menolaknya. Bagaimana jika besok dia marah seperti tadi siang.

“Aku Bossnya. Aku memrintahmu pulang.”

“Baiklah-baiklah. Kamu Bossnya.” Aku mematikan laptop, mengambil tas dan berjalan di belakangnya.

Sampai di lobi. Aku sedikit berlari melewatinya, menoleh dan mengucapkan terima kasih. Aku harus segera ke depan menunggu angkot atau ojek untuk pulang.

“Terima kasih Pak. Permisi.”

“Mau kemana?” Tanyanya dengan mengernyitkan dahi, bingung.

“Pulang.” Jawabku santai.

“Aku antar. Tunggu di depan.” Dia merogoh saku.

“Tidak usah Pak, terima kasih. Saya naik angkutan umum atau ojek saja.” Tolakku lembut.

Matanya melotot, menghujam. Mulutnya terkatup rapat, terlihat jelas tulang gerahamnya. Sepertinya dia sedang menahan marah.

“Aku tidak suka di tolak ataupun dibantah.” Balasnya dengan suara tertahan.

“Maaf Pak, tapi kita sedang di luar kantor. Bukan hak Bapak memaksa saya.” Aku menegakkan dagu, melihat ke matanya tak kalah tajam. Emang siapa dia? Ini di luar jam kantor.

“Oke. Besok siap-siap menerima surat pemecatan.” Tegasnya.

Sialan. Dasar sok kuasa. Tukang marah. Tubuh jangkung. Tampang aja yang tampan, hati seperti batu. Menjengkelkan. Seenaknya mengganggu privasi orang.

Aku melihatnya dengan hati dongkol dengan sejuta sumpah seraph yang aku berkan padanya. Tentu saja hanya dalam hatiku sendiri, aku tak berani menyumpahinya langsung.

Dia berlalu, akupun berjalan ke pintu depan dengan malas. Dia tidak pernah tahu, jika terus-menerus bersamanya itu sangat mengganggu kesehatan jantungku.

Bagaimana jika aku tiba-tiba mati mendadak, sedangkan Alina belum lulis kuliah dan ibku sudah tua renta. Dasa boss menjengkelkan, seenaknya sendiri. Ini benar-benar penindasan.

Tiin.

Suara klakson mobil membuyarkan lamunanku. Kulihat kepaa boss David menyembul keluar. “Ayo!” serunya seraya membuka pintu mobil samping depan.

Aku berjalan dengan degup jantung semakin tidak keruan. Ah, jantung pliiss jangan keluar sekarang!

Oh. Shiit!!

Dia tersenyum sangat manis. Tuhan memahat penciptaanNya dengan begitu sempurna.

“Makan dulu ya.” Suaranya lembut.

“Akum mau pulang.” Balasku tanpa menoleh kepadanya. Aku tetap melihat ke samping kaca jendela, menikmati pemandangan jalan.

“Aku lapa Anna.” Aku masih bergeming.

“Makan sebentar tempat kemarin yaa.”

Aku menoleh padanya dengan tatapan pasrah. Bagaimana jika aku masuk ke dalam lembah hitam yang dalam boss besar?

Maukah kamu menyelamatkanku, maukah kamu membalas rasaku?

Aku memejamkan mata. Merasakan nyeri dalam dada. Sejak bertemu pertama kali dengannya aku telah jatuh cinta. Yaa, jatuh cinta pada pandangan ppertama. Dan, rasa ini semakin dalam seiring seringnya aku berinteraksi dengannya. terlebih beberapa kali aku pulang malam dan dia mengantarku, kami makan di tempat yang sama. Tempat itu seolah menjadi tempatku mengukir kenangan bersamanya.

“Sampai. Ayo turun.” Oh, ternyata kami telah sampai. Dia telah berdiri di samping, membukakan pintu mobil. Aku turun dengan malu-malu.

Usai makan, dia mengantarku pulang sepperti biasa. Dan aku pasti akan meminta turun di swalayan dengan alasan belanja. Aku enggak mau dia mengantarku pulang sampai rumah. Berbahaya. Mengingat telah beberapa kali ibu menanyakan kapan aku menikah. Jika boss besar mengantarku sampai rumah. Bisa-bisa kami dinikahkan paksa oleh ibu.

Pagi ini aku kembali bergelut dengan tugas-tugas keuangan yang ada. Huaa, rasanya ingin aku telan semua angka-angka ini.

Sekretaris boss besar datang menghampiriku. “Anna, ditunggu boss David di ruangannya.”

“Iya, makasih Manda.” Aku bergegas berdiri langsung menuju ruangan si boss besar.

“Iya Ma, iya. Bentar lagi. Iya Ma.”Kudengar dari luar ruangan ini suara boss David berbicara. Aku terkikik geli, dia lembut sekali. Sepertinya sang mama yang menghubungi.

Tiba-tiba aku terkaget saat pintu ruangan terbuka. Boss David telah berdiri menjulang di hadapan.

“Eh, maaf Pak.” Aku salah tingkah menghadapinya. Mati aku!

“Masuk.” Ketusnya. Yaelah, marah lagi. Nasib-nasib. Punya boss kok ya pemarah banget sih. Ckck.

Hening. Aku menunggu laporanku yang diperiksa oleh boss. Pandanganku teralih ke dering ponsel yang berbunyi milik boss David.

Ck. Dia berdecak, seperti sedang kesal. “Halo Ma …. Tadi kan udah nelpon. Kenapa?

“iya, iya. David sedang jatuh cinta. Secepatnya David temui orang tuanya.” dia mematikan sambungan teleponnya. Kemudian melihat kearahku.

“Ya, ini cukup. Kerjamu bagus.” Boss David mengetuk-etuk pena di atas meja.

“Nanti ambil laporan di pak Wisnu. Periksa dan bawa padaku.” Perintahnya. Matanya melhat tajam.

“Baik Pak ….” Aku mengangguk, mengambil map yang ada di tangannya kemudia berlalu keluar.

Sebelum menuju meja kerjaku, aku menuju ke ruangan pak Wisnu meminta laporan keuangan yang harus aku periksa sesuai perintah bos David. Ruangan pak Wisnu ada di lantai empat.

Seepanjang perjalanan, masih terngiang jelas obrolan boss di telepon. Dia sedang jatuh cinta, dan ingin segera melamarnya. Siapa wanita beruntung itu?

Tak bisa dipungkiri. Hatiku terasa nyeri mendengar berita itu. Tapi aku tahu, rasa ini begitu dalam dan tulis. Rasa ini tak serta merta meminta sang empunya untuk membalas. Justru rasa inilah yang akan memberi bahagia. Aku ingin boss David bahagia. Saat dia bahagia, aku juga akan merasakan bahagia.

Menuju lift. Ck. Penuh. Aku memilih lewat tangga, malas rasanya jika harus menunggu antrian. Lewat tangga saja hitung-hitung olahraga.

Di tangga aku mendengar percakapan beberapa karyawan, aku tidak tahu pasti siapa mereka. Dasar penggosip.

“Eh katanya salah satu staff bagian keuangan kantor kita sedang pendekatan ke boss besar ya. Malahan, jadi penggoda. Dasar murahan.” Seorang bersuara.

“Bener banget dasar wanita murahan. Alasan lembur, padahal menggoda si boss.” Temannya menimpali.

“Boss David memang sangat tampan, dan begitu menggoda.” Lanjut yang lain.

Aku pikir ada sekitar tiga wanita yang ngerumpi di tangga ini. apa mereka gak punya kerjaan sih? Dasar tukang gossip. Aku masih terdiam mencoba mendengar apa yang mereka obrolkan selanjutnya.

“Padahal tampang cewek itu pas-pasan banget. Kalah jauhlah sama kita-kita.”

“iya, emang dasar cewek ******.”

Udah cukup, aku tidak sanggup lagi mendengar obrolan mereka. Aku berjalan pura-pura tuli, acuh terhadap mereka. Tatapan sinis penuh ejekan mereka lontarkan padaku. salahku apa sama mereka? Ish.

“Dasar cewek ******.” Bisik salah satu dari mereka.

Aku menoleh, mereka terlihat sedang tertawa cekikikan. Dasar nenek lampir! Kalau aku tidak ingat sedang menuju ruangan pak Wisnu, udah aku tonjok wajah mereka bertiga. Dikira aku taku apa? Oh no.

Sampai di ruangan pak Wisnu. Aku menghadap Gina sekretaris pak Wisnu. Gina menghubungi pak Wisnu mengabrakan aku datang meminta laporan. Setelah mendapatkan jawaban “iya” aku dipersilahkan untuk masuk.

Mengetuk pintu sekali, aku langsung membuka pintu. Mengangguk sekali dan tersenyum.

“Permisi Pak. Saya disuruh meminta laporan keuangan kepada Bapak. Boss besar sedang menunggu.” Aku berucap pelan.

“Sebentar. Duduklah.” Pak Wisnu menekan berapa nomor menghubungi seseorang.

Sejenak menunggu, Gina datang membawa map berwarna merah. Pak Wisnu berdiri, mengambil map tersebut dari tangan Gina lalu menuju sofa tempat aku duduk menunggu. Sambil membuka map tersebut, pak Wisnu turut duduk di hadapanku.

“Nah, ini Ann. Laporang yang diminta boss David. Nanti perbaiki yang perlu diperbaiki, baru di antar pada boss David ya.” Pak Wisnu menjelaskan, lantas memberikan map tersebut kepadaku. Aku menyambutnya. Membuka sejenak dan beranjak berdiri.

“Makasih Pak.” Gegas aku menuju pintu keluar. Menuju ruanganku ingin segera merevisi laporan ini dan mengumpulkannya pada boss besar.

Ah, akhir-akhir ini pekerjaanku selalu selesai menjelang malam. Lagi-lagi aku harus mengabaikan seruan isi perut yang mulai keroncongan. Laporan harus segera selesai dan segera dikumpulkan.

Aku benar-benar tidak tenang jika laporan ini belum selesai. Huft. Aku memang seorang pekerja keras. Huaa. Miris sekali nasibku.

Saat semua orang telah pulang, aku harus disini mengerjakan semua pekerjaanku.

Ibu sudah beberapa kali menelpon menanyakan jam berapa akau pulang. Maafkan akau ibu, sebentar lagi selesai. Jawabku padanya.

Ibu pasti sangat khawatir, beberapa minggu terakhir ini nasi bekal yang dia bawakan tidak pernah habis aku makan. Aku menjadi tidak berselera saat sibuk begini. Tak ayal badanku semakin menjadi tirus dan terlihat sangat tua.

Tiba-tiba aku ingat perkataan perempuan-perempuan di tangga tadi. Aku merasa mereka membicarakan diriku.

Ck. Menyebalkan.

“Anna!” seruan itu membuyarkan lamunanku. What! Boss besar lagi.

“Ada apa Boss?” tanyaku bingung.

“Temani aku keluar sebentar, aku ingin mencari cincin.” Cincin, untuk apa? Ah ya, diaakan melamar seorang gadis.

Laporanku belum selesai. Besok aku bakalan di marahi lagi olehnya. Dia ini, dia yang selalu menggagalkan pekerjaanku, dia juga yang meminta agar aku cepat menyelesaikan pekeraan ini. ck dasar otoriter.

“Tidak bisa ditunda kah?” aku mencoba mengulur waktu.

“Gak bisa. Harus malam ini. cepetan. Aku tunggu di bawah. Jangan lama-lama.” Ya Tuhan, dia menindasku lagi. Dengan terpaksa aku mengikuti apapun maunya. Semoga ini yang terbaik.

Terpopuler

Comments

Rima

Rima

bagus

2022-01-28

1

Ciciek Hutapea

Ciciek Hutapea

wah ga tau diri banget pegawai jatuh cinta sm bos besar hayal

2021-07-12

0

Diah Sari

Diah Sari

hmm

2021-06-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!