Aku bukan patung!

“Kamu kok nggak istirahat?”

Kirana yang terfokus dengan laptop terkejut, secepat kilat dia berdiri dan menunduk saat menyadari pria yang menjadi atasannya sudah berdiri di dekat meja kerjanya.

“Saya bawa bekal, Pak,” sahutnya pelan.

“Oh, ya sudah.” Pria itu mengangguk dan segera berlalu setelah mendapatkan jawaban darinya.

Matanya melirik jam tangan, waktu sudah menunjukkan pukul dua belas lebih sedikit. Segera dia menutup berkas yang masih belum selesai, setelah itu tangannya mengambil bekal yang disiapkan Wina tadi.

Kirana berjalan menuju pantry dan berniat makan siang di sana.

“Loh, Bu Sumini.” Sedikit terkejut karena wanita paruh baya tersebut duduk sendirian terlihat letih.

“Enggak makan siang, Bu?” tanyanya sambil mengambil segelas air dingin dan langsung diangsurkan ke arahnya.

“Makasih, Bu. Ini mau makan siang. Saya bawa bekal,” jawab Kirana pelan, matanya mengamati ekspresi Sumini yang tersenyum.

Kirana membuka bekal yang disiapkan. Isinya nasi putih, tumis telur sosis dengan lauk ayam goreng dan dua kerupuk udang favoritnya.

“Bu Sumini, ayuk makan siang sama saya. Ini makan siang saya lumayan banyak,” ajaknya yang mendapat gelengan dari wanita paruh baya tersebut.

“Ibu makan saja. Saya nggak lapar, Bu Kirana.”

Namun Kirana memaksa. Dia mengambil piring dan membagi makan siangnya. Setelah itu dia meletakkannya di depan Sumini.

“Udah, temani saya makan. Nggak ada temennya nggak enak, Bu.”

Wanita paruh baya tersebut berkaca-kaca dan mengangguk.

Mereka berdua makan siang dengan banyak obrolan. Dari yang didengar, suami Sumini sedang dirawat di rumah sakit karena gagal ginjal, sementara kedua anaknya tak tahu ada di mana.

Kirana mengangguk mengerti. Dia harus bersyukur karena di luar sana masih banyak orang yang kehidupannya tak beruntung.

Dia sedikit menebak bahwa wanita paruh baya ini sedikit menghemat uang karena harus membiayai pengobatan suaminya.

Setelah makan siang Sumini segera membereskan meja pantry.

“Makasih makan siangnya, Bu.”

Kirana mengangguk. “Besok bawa bekal lagi, Bu. Temani saya makan siang ya,” ucapnya.

“Jangan, Bu.” Sumini menolak sungkan.

“Pokoknya besok Bu Sumini harus temani saya. Titik!” Setelah mengatakan itu Kirana segera kembali ke meja kerjanya.

Baru duduk lima menit, dia mendengar suara denting lift segera menoleh. Atasannya itu berjalan dengan langkah tegap dan lebar, tanpa menyapa dia melewati mejanya begitu saja.

Kenapa dia baru menyadari bahwa atasannya itu ..., tampan sekali.

Segera kepalanya menggeleng guna mengenyahkan pikirannya yang mulai melantur tak karuan.

Pukul tiga sore Kirana sudah selesai dengan berkas dari divisi pemasaran. Dia berjalan menuju ruangan atasannya dan mengetuk pintu.

“Pak, berkas pemasaran ini menurut saya sudah sesuai. Saya menambahkan sedikit ide yang sudah dicatat, mungkin bisa jadi pertimbangan.”

“Kamu pernah jadi direktur pemasaran, kan?” tanya pria itu.

“Benar, Pak.”

“Sebelum akhirnya menjadi manager?”

“Iya. Itu hanya beberapa bulan saja, Pak. Pengalaman saya belum banyak.”

Kirana keluar lagi dengan berkas yang berbeda. Baru sehari dia sudah diberikan banyak pekerjaan dalam sekali waktu. Benar-benar luar biasa.

Mungkin ini yang dinamakan ritme cepat. Dia harus bisa mengimbangi pekerjaan yang ada. Mungkin dia memang masih harus menyesuaikan diri.

Kirana terlalu fokus dengan apa yang dikerjakan sampai tak sadar waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Andai Sumini tidak datang mungkin dia tidak akan tahu.

Menutup berkas, mematikan laptop dan merapikan meja kerjanya sebelum pamit pada atasan.

Sebelum bekerja dia sudah diinfokan oleh Riyadi bahwa sang atasan akan pulang lebih akhir setiap harinya. Jadi dia boleh pulang jika waktu kerja sudah usai. Namun rasanya tidak etis jika dia tiba-tiba pulang begitu saja di awal dia bekerja.

“Pak Ken, ada yang dibutuhkan lagi? Jika tidak saya akan pulang.”

“Oke, pulang saja. Jam kerja sudah usai. Lain kali nggak perlu bilang, jika ada lembur akan diinfokan sebelumnya.”

“Baik, Pak. Saya permisi.” Kirana segera bergegas pulang setelah memastikan meja kerjanya rapi.

Pria itu tersenyum samar. Matanya menoleh pada tumpukan berkas yang seharian ini dikerjakan oleh Kirana.

Harus diakui bahwa sekretaris barunya itu lumayan pintar dan cerdas. Pekerjaannya rapi juga cepat.

“Kamu tidak berubah, Kira. Jika bukan dengan paras, kamu bisa memikat dengan kecerdasan yang dimiliki.” Bibirnya menyunggingkan senyum misterius.

Kebetulan saat mobilnya baru keluar dari area kantor, Kirana bertemu Sumini lagi yang sepertinya sedang menunggu angkutan.

Dia menepikan mobil dan meminta wanita paruh baya tersebut untuk naik. Awalnya ditolak seperti sebelumnya, tetapi dia memaksa karena arah rumah sakit memang searah.

“Enggak apa-apa, Bu. Ini searah kok,” ucapnya. “Rumah ibu di mana?”

“Saya ngontrak di Sekar putih, Bu.”

Kirana mengangguk mengerti. “Kalau ibu mau berangkatnya bisa bareng. Nanti aku tunggu di depan gang Sekar putih.”

“Jangan Bu. Saya berangkatnya pagi. Jam kerja saya dimulai pukul tujuh,” sahutnya memberitahu.

Selisih satu jam karena pukul delapan kantor sudah buka.

Tanpa terasa mobil yang dikendarai sudah sampai di pelataran rumah sakit. Setelah menurunkan Sumini, CRV putih itu kembali melesat pergi.

...✿✿✿...

“Bapak tadi pulang. Nyari ibu dan sedikit marah-marah, apalagi saat aku bilang nggak tahu.”

Baru masuk ke rumah, dia sudah diberikan laporan oleh Wina.

“Ngapain dia pulang?” tanyanya heran.

Wina terkekeh pelan. “Kan Bu Kirana istrinya. Wajar dong suami nyari istri.”

Enggak wajar soalnya dia sudah punya istri lagi. Jadi kalau dia pulang setelah sekian lama, itu pasti ada yang dicari, batinnya.

Kirana tak menjawab, dia masuk ke kamar dan segera membersihkan diri. Waktu masih menunjukkan pukul lima, perjalanan pulang yang ditempuh hampir satu jam karena tadi harus antre hanya untuk isi bensin.

Setelah mandi, dia merebahkan tubuhnya di ranjang. Meluruskan punggungnya yang mulai lelah dan mata yang sedikit mengantuk.

Semuanya masih butuh proses, Kirana masih belum terbiasa kembali bekerja setelah beberapa tahun menjadi ibu rumah tangga.

Tak lama kedua anaknya masuk ke kamar dan mengajaknya makan malam.

“Mama lelah?” tanya Rina perhatian.

“Sedikit. Kalian udah kerjakan tugas?”

“Udah, Mama.”

“Aku lapar, Ma,” rengek Lina dengan manja.

Segera dia mengajak keduanya keluar dan makan malam bersama. Baru saja satu suap masuk ke dalam mulutnya, kehadiran sosok pria yang masih berstatus suaminya membuat napsu makannya menguap begitu saja.

“Papa pulang!” ucapnya dengan wajah tanpa rasa bersalah.

Aku tidak peduli.

“Papa rindu kalian.” Zidan menghampiri kedua anaknya dan memberikan kecupan di kepala mereka.

Jika rindu, kamu tidak akan meninggalkan mereka.

“Kami juga rindu, Papa,” sahut keduanya serempak.

“Mama lelah. Kalian lanjutkan makan dengan Mbak Wina ya.” Tanpa menunggu jawaban, dia segera pergi dari meja makan.

Zidan tidak melarangnya, pria itu hanya menatapnya tanpa kata. Ada sorot kemarahan yang coba ditahan.

Brak!

Kirana menghempaskan pintu kamar dengan keras dan tubuhnya melorot di lantai.

Entah mengapa ... melihat kedatangan Zidan sama sekali tak membuatnya tertarik, justru semakin besar sakit hati yang dirasakan.

Tak lama terdengar suara pintu terbuka dan tertutup. Dia jelas tahu siapa yang masuk, hanya ada satu orang yang ingin sekali dihindari—untuk saat ini.

“Kirana, aku perlu bicara!” Zidan mendekat dan berjongkok di depannya.

Kirana masih tak bergeming, dia masih menyembunyikan wajahnya di antara kedua kakinya yang menekuk.

“Kirana!” bentak Zidan yang mulai emosi karena diabaikan.

Mendengar suara sang suami yang meninggikan suara, membentak bahkan tak segan memaksanya untuk mendongak membuat mau tak mau dia menatap wajah sang suami.

“Apalagi?” tanyanya datar, tak ada senyuman di wajahnya.

“Kita bicarakan ini dengan kepala dingin. Jangan seperti ini, Kira.”

Enak sekali kamu ngomong kayak gitu. Kau pikir istri mana yang masih bisa tenang di saat tahu suaminya nikah lagi. Stupid!

“Bicara apa lagi, Mas? Kamu ninggalin aku dan anak-anak tanpa kabar berita. Kamu yang memulai semuanya!”

“Aku terpaksa!” bentak Zidan keras.

Kirana hanya mengusap dadanya pelan karena Zidan terus membentak.

“Kamu mau bicara dengan kepala dingin, oke ayo lakukan. Tapi kamu sendiri sedari tadi terus membentak dan meninggikan suara. Kamu pikir siapa aku ini?!”

Terdengar suara helaan napas kasar. Zidan ikut terduduk di lantai, meluruskan kakinya dan diam selama beberapa saat.

“Aku hanya sedang memberimu waktu. Aku tahu ini nggak mudah, tapi inilah kenyataan dan kamu harus terima.”

“Semudah itu kamu ngomongnya Mas?” Kirana menatap Zidan dengan mata yang berkaca-kaca.

“Kenapa kamu lakuin ini ke aku?”

“Ucapan ibu emang benar. Aku butuh anak laki-laki yang nggak akan ninggalin orang tuanya meskipun kelak mereka menikah. Berbeda dengan anak perempuan yang pasti akan pergi mengikuti suaminya.”

“Hanya karena itu?” tanya Kirana dengan miris.

“Apa pun yang aku lakukan, kamu tetep istriku dan nggak akan ada yang berubah. Aku mencintaimu,” ucap Zidan penuh penekanan.

Terdengar egois sekali.

“Seseorang yang mencintai tak akan pernah menyakiti. Apa pun alasannya kamu bersalah, kamu yang memulainya.”

“Aku salah karena menikah diam-diam. Oke aku akui. Tapi salahmu juga karena tidak bisa memberiku anak laki-laki. Andai kamu bisa, ibu nggak akan paksa aku buat nikah lagi.”

“Jadi semua ini salahku?” Kirana mendesah frustrasi. Dia korban tetapi dijadikan tersangka karena semua kesalahan dilimpahkan padanya.

“Semua ini berawal darimu,” sahut Zidan tanpa perasaan.

“Kenapa harus aku yang disalahkan? Cara pandang kamu dan ibumu yang perlu diperbarui. Anak laki-laki atau perempuan akan tetap pergi setelah mereka menikah. Karena mereka punya tanggung jawab lain untuk keluarganya. Masalah mereka akan ingat atau enggak dengan orang tua, itulah gunanya kita membekali anak-anak dengan ilmu pengetahuan dan agama.”

“Kamu hanya harus berdamai dengan keadaan. Semuanya akan baik-baik saja dan tak akan terjadi masalah jika kamu menerima dan diam. Kamu akan tetap menjadi istri pertamaku.”

Kirana tertawa miris. Dia yang terlalu berekspresi berlebihan atau memang pria ini yang tidak punya hati.

“Kenapa kamu nggak pilih dia saja dan ceraikan aku yang nggak berguna ini, Mas.”

“Jangan katakan kata cerai. Sampai kapan pun kita akan tetap bersama, Kira. Aku mencintaimu dan aku yakin kamu juga sangat mencintaiku.”

Zidan mengusap pipi Kirana lembut. Segera bangkit dan berniat keluar dari kamar, tetapi ucapan sang istri menghentikan langkahnya.

“Aku bukan patung yang nggak punya hati, Zidan Pranadipa!”

Pria itu menoleh dan menatapnya. “Justru karena kamu punya hati kamu pasti bisa memahami apa yang diinginkan ibuku, Kira.”

“Jika aku dipaksa memahami kemauan ibumu, siapa yang akan peduli denganku?”

“Aku peduli padamu asal kamu bisa menerima semua yang telah terjadi.”

Brak!

Zidan membanting pintu dengan keras, meninggalkan Kirana lagi dengan luka baru yang begitu perih.

“Dasar egois!”

To Be Continue ....

Terpopuler

Comments

Sujini

Sujini

kenapa ga bercerai aja, suami egois gt, emang siapa yg bisa minta anak sesuai kemauan, mbak Kirana dah bekerja, lebih baik bercerai aja, kl menurut saya jadi ga berkepanjangan sakit hatinya

2024-12-01

0

Sri Darmayanti

Sri Darmayanti

pergi dech udah kerja uni

2024-11-25

0

15_01 RD

15_01 RD

kenapa gak ngajuin perceraian aja sih 🤔

2024-11-15

0

lihat semua
Episodes
1 Resepsi yang kacau
2 Hati yang kau sakiti
3 Kau datang membawa luka
4 Garangan buntung
5 Puaskan sakiti aku
6 Mertua kang drama
7 Belajar tanpamu
8 Tetanggaku bosku
9 Siapa Mama Radit?
10 Pria misterius
11 Aku bukan patung!
12 Aska Kendrick Rusady
13 Istri orang begitu menggoda
14 Perasaan tak terbendung
15 Janda bolong?
16 Percikan api
17 Cinta dan gairah
18 Mau papa baru
19 Perlawanan Kirana
20 Detektif dadakan
21 Bos memang selalu menang
22 Mendamba
23 Rasanya menyakitkan
24 Pertengkaran sengit
25 Keluarga parasit
26 Radio rusak
27 Sikap Zidan
28 Teka-teki
29 Kejutan!
30 Mulai tergantikan
31 Bercerai?
32 Puber kedua?
33 Menuntut
34 Pria idaman
35 Sepenggal luka
36 Tertipu!
37 Kecelakaan?
38 Perang dimulai
39 Rencana
40 Masa lalu Kirana
41 Mengakui
42 Calon istri?
43 Dipecat!
44 Miskin
45 Diusir
46 Menepati janji
47 Sudah tobat
48 Jeng ... Jeng
49 Kasihan deh kamu!
50 Balasan setimpal
51 Liburan
52 Ingin bercinta
53 Bercinta denganmu
54 Berakhir
55 Nyesel, kan? Rasain!
56 Jadi janda karena janda
57 Janda sehari
58 Oh ternyata
59 Satu kenyataan terungkap
60 Terbongkar
61 Berkorban
62 Rencana
63 Hamil?
64 Suami istri
65 Kenikmatan yang diteguk
66 Wanita istimewa
67 Nyonya rumah
68 Kendrick mulai ragu
69 Debat dua pria
70 Menyalakan sumbu
71 Ujian
72 Ujian
73 Calon ayah
74 Mengibarkan bendera perang
75 Menunggu sang waktu
76 Bersamamu
77 Janji
78 Mantan pemain yang manis
79 Pria asing
80 Pembenci mulai muncul
81 Berkumpul keluarga
82 Perusuh
83 Ratapan gamang
84 Rencana Rajendra
85 Ujian cinta
86 Kabar buruk!
87 Rumit
88 Jahat sekali
89 Masa lalu
90 Yang terjadi
91 Dia siapa?
92 Saling menguatkan
93 Mulai beraksi
94 Promosi
95 Sadar?
96 Perang dingin
97 Belajar menerima
98 Sadar
99 Perasaan buruk
100 Pertanda apakah ini?
101 Rahasia Kendrick
102 Kendrick selingkuh?
103 Benarkah berkhianat?
104 Penjelasan
105 Keras kepala Rajendra
106 Surat Zidan
107 Kepulangan Baby Ricky
108 Dalang
109 Sebuah rahasia
110 Aksi tiga pria
111 Fakta baru
112 Malam panas
113 Melancarkan aksi
114 Bersamamu
115 Akhirnya tahu
116 Axel Mananta Putra
117 Harus lebih licik
118 Penyatuan kerinduan
119 Di depan mata
120 Seperti keluarga
121 Kumpul-kumpul
122 Kedatangan tamu
123 Kabar buruk!
124 Hidup atau mati?
125 Jasad
126 Amarah Kirana
127 Nekad
128 Sebenarnya ....
129 Diawasi
130 Hi, Son!
131 Satu persatu
132 Welcome back
133 Pulang
134 Bahagia
135 Kejahatan tidak akan bertahan
136 Akhir dari kejahatan
137 Lunturnya ego demi kebahagiaan
138 Berakhirnya permusuhan ayah dan anak
139 Sabotase
140 Menangkap pengkhianat
141 Berakhirnya sebuah kejahatan
142 Bahagia
Episodes

Updated 142 Episodes

1
Resepsi yang kacau
2
Hati yang kau sakiti
3
Kau datang membawa luka
4
Garangan buntung
5
Puaskan sakiti aku
6
Mertua kang drama
7
Belajar tanpamu
8
Tetanggaku bosku
9
Siapa Mama Radit?
10
Pria misterius
11
Aku bukan patung!
12
Aska Kendrick Rusady
13
Istri orang begitu menggoda
14
Perasaan tak terbendung
15
Janda bolong?
16
Percikan api
17
Cinta dan gairah
18
Mau papa baru
19
Perlawanan Kirana
20
Detektif dadakan
21
Bos memang selalu menang
22
Mendamba
23
Rasanya menyakitkan
24
Pertengkaran sengit
25
Keluarga parasit
26
Radio rusak
27
Sikap Zidan
28
Teka-teki
29
Kejutan!
30
Mulai tergantikan
31
Bercerai?
32
Puber kedua?
33
Menuntut
34
Pria idaman
35
Sepenggal luka
36
Tertipu!
37
Kecelakaan?
38
Perang dimulai
39
Rencana
40
Masa lalu Kirana
41
Mengakui
42
Calon istri?
43
Dipecat!
44
Miskin
45
Diusir
46
Menepati janji
47
Sudah tobat
48
Jeng ... Jeng
49
Kasihan deh kamu!
50
Balasan setimpal
51
Liburan
52
Ingin bercinta
53
Bercinta denganmu
54
Berakhir
55
Nyesel, kan? Rasain!
56
Jadi janda karena janda
57
Janda sehari
58
Oh ternyata
59
Satu kenyataan terungkap
60
Terbongkar
61
Berkorban
62
Rencana
63
Hamil?
64
Suami istri
65
Kenikmatan yang diteguk
66
Wanita istimewa
67
Nyonya rumah
68
Kendrick mulai ragu
69
Debat dua pria
70
Menyalakan sumbu
71
Ujian
72
Ujian
73
Calon ayah
74
Mengibarkan bendera perang
75
Menunggu sang waktu
76
Bersamamu
77
Janji
78
Mantan pemain yang manis
79
Pria asing
80
Pembenci mulai muncul
81
Berkumpul keluarga
82
Perusuh
83
Ratapan gamang
84
Rencana Rajendra
85
Ujian cinta
86
Kabar buruk!
87
Rumit
88
Jahat sekali
89
Masa lalu
90
Yang terjadi
91
Dia siapa?
92
Saling menguatkan
93
Mulai beraksi
94
Promosi
95
Sadar?
96
Perang dingin
97
Belajar menerima
98
Sadar
99
Perasaan buruk
100
Pertanda apakah ini?
101
Rahasia Kendrick
102
Kendrick selingkuh?
103
Benarkah berkhianat?
104
Penjelasan
105
Keras kepala Rajendra
106
Surat Zidan
107
Kepulangan Baby Ricky
108
Dalang
109
Sebuah rahasia
110
Aksi tiga pria
111
Fakta baru
112
Malam panas
113
Melancarkan aksi
114
Bersamamu
115
Akhirnya tahu
116
Axel Mananta Putra
117
Harus lebih licik
118
Penyatuan kerinduan
119
Di depan mata
120
Seperti keluarga
121
Kumpul-kumpul
122
Kedatangan tamu
123
Kabar buruk!
124
Hidup atau mati?
125
Jasad
126
Amarah Kirana
127
Nekad
128
Sebenarnya ....
129
Diawasi
130
Hi, Son!
131
Satu persatu
132
Welcome back
133
Pulang
134
Bahagia
135
Kejahatan tidak akan bertahan
136
Akhir dari kejahatan
137
Lunturnya ego demi kebahagiaan
138
Berakhirnya permusuhan ayah dan anak
139
Sabotase
140
Menangkap pengkhianat
141
Berakhirnya sebuah kejahatan
142
Bahagia

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!