Sepakat Jadi Selingkuhan

"Ponsel kamu." Serahnya pada Alisa setelah ia membawa wanita itu ke penthouse miliknya yang berada di areal apartemen elit Ibu Kota.

Tidak perlu waktu lama bagi Evan mengambil keputusan membantu Alisa keluar dari masalah. Tak perlu penjelasan juga dari Alisa kenapa sampai wanita itu bisa memutuskan untuk pergi dari rumah ayahnya.

Kening Alisa mengernyit, kapan Evan mengambil miliknya dari dalam tas.

"Ponselku tertukar dengan ponsel milik kamu. Coba di cek," tutur Evan menjawab keheranan Alisa.

Wanita itu merogoh ponselnya dari dalam tas, perasaannya tidak ada beda antara ponsel miliknya dengan ponsel yang tadi Evan berikan. Hingga beberapa detik kemudian Alisa baru sadar, setelah ada panggilan masuk dari nomor ayahnya.

Sesaat Alisa bergeming, sampai memutuskan mendiamkannya saja. Alisa tahu kepergiannya dengan Evan membuat ayahnya ikut berpikiran macam-macam, namun di sisi lain ia juga tidak ingin membuat ayahnya terbebani dengan masalahnya sekarang.

"Kalau kamu tidak nyaman tinggal di sini sendiri, biar aku cari asisten rumah tangga untuk nemenin kamu. Gimana?" Merasakan ketidaktenangan hinggap pada diri Alisa, otomatis membuat Evan juga tidak tenang.

"Jangan, Pak. Saya tidak apa-apa sendirian juga. Saya hanya tidak enak malah merepotkan, Bapak. Sementara kita tidak begitu dekat," ujar Alisa jujur.

"Jangan pikirkan kita dekat atau tidak. Terpenting sekarang kamu bisa nyaman tinggal dan tidak terganggu dengan ucapan negatif yang hinggap. Secara tidak sadar udah jadi toxic buat hidup kamu."

Perkataan Evan barusan serta merta membuat mata Alisa memanas, setidaknya Evan berbeda sekali dengan Yogas. Hanya berupa ucapan bisa menciptakan rona berbeda di hatinya. Tidak seperti Yogas, pasif dan ujungnya mendua.

Andai dulu ia tidak tertarik akan Yogas yang berusaha meyakinkannya akan cinta tulus dan pembuktian dengan mendatangi ayahnya kala itu. Mungkin Alisa akan berpikir ulang, ia pikir Yogas adalah pria bernyali yang mau mempersuntingnya.

Kenyataan yang ada sekarang, nyali saja tidak cukup. Butuh pembuktian lain yang lebih penting dari itu semua.

"Makasih ya, Pak. Makasih karena Bapak mau bantuin saya dan nampung saya di sini." Alisa bingung harus mengatakan apa lagi.

"Jangan cuma bilang makasih, tapi kamu harus mulai mikirin diri kamu. Lepaskan beban kamu, aku yakin hidup kamu akan bahagia. Kamu harus bersyukur, diberikan kesempatan untuk melihat seperti apa suami kamu. Kamu belum punya anak dan kamu masih muda. Coba bayangkan kalau kamu udah punya anak, suami kamu nikah lagi. Kamu bakalan jadi single parent karena gak akan kuat nanggung beban dimadu."

Alisa tahu Evan sedang berusaha membuka mata hatinya. Bukannya ia tak sadar, ia mungkin bodoh karena lambat dan terkesan menunda-nunda.

"Aku hanya tidak mau kamu terluka, Alisa. Melihatmu seperti melihat diriku."

Pria itu menelisik jauh ke dalam mata Alisa, coba menemukan apa yang sebenarnya wanita itu kejar.

"Saya hanya ingin balas dendam, Pak. Membalaskan semua sakit hati saya pada mereka yang telah menyakiti saya." Akhirnya tanpa Evan minta, Alisa dengan mudah mengungkapkannya.

Suara sofa berdecit kala Evan memperbaiki posisi duduknya untuk lebih jelas mendengarkan kemauan Alisa.

"Dapat apa kamu dari balas dendam?" tanya Evan tak berhenti menatap netra wanita itu.

"Setidaknya saya dapat kepuasan. Hati saya puas melihat mereka menyesal karena sudah menyia-nyiakan saya. Menyakiti perasaan saya dan menganggap saya tidak berguna."

Evan tersenyum samar, keinginan Alisa memang klasik tapi ada di dunia nyata. Ketika kepedihan menjelma, itulah yang namanya dendam.

"Dengan cara apa kamu membalaskan dendam?"

Alisa menatap penuh mata Evan yang juga tengah menatapnya, setelah mempertimbangan apa yang akan ia ucapkan dan memilih Evan sebagai kandidat pas untuk misinya. Secara Evan adalah CEO Merlion Group, dan sisi lain kehidupan pribadinya yang banyak digandrungi para wanita.

Tak tersentuh dan dingin, itu karakter Evan yang ia tahu. Walau kenyataannya, Evan tidak seperti itu. Hingga membuat dua julukkan itu terpatahkan.

Memilih Evan adalah pilihan yang pas. Dari segi apapun Evan lebih dari segalanya dibandingkan Yogas. Alisa yakin Yogas akan menyesal begitu tahu ia membalas perbuatannya.

"Bagaimana kalau Bapak berselingkuh dengan saya?"

***

Evan tak berhenti memikirkan Alisa, setelah wanita itu mengungkap keinginannya beberapa jam lalu. Sangat jujur dan tidak dapat Evan percaya.

Alisa sejujur itu.

"Kamu berhasil bikin aku galau, Lis." Evan mengambil ponselnya di atas nakas samping ranjang. Mencari-cari nama Alisa di kontaknya yang telah ia simpan setelah bertukar nomornya.

Ia tidak melirik jam yang tertera di ponsel, ia hanya ingin mengatakan pada Alisa dan memberikannya jawaban agar ia dapat tidur dengan nyenyak. Anehnya Evan pikir Alisa bisa sehebat itu, dalam waktu yang sesingkat-singkatnya Alisa mampu membuat perasaannya teraduk-aduk. Rasa simpatiknya pada wanita itu begitu banyak dan ada suatu rasa yang tak bisa ia jabarkan.

Evan menghubungi Alisa, melakukan panggilan telepon pada wanita itu. Evan harus memberikannya jawaban malam ini juga.

Beberapa kali sambungan tidak tersambung, Evan terus mengulanginya hingga terdengar sapaan lembut mengalun merdu.

Suara Alisa yang terdengat khas bangun tidur.

"Hallo." Suara Alisa yang sedemikian rupa telah berhasil menciptakan suasana bahagia yang tak terkira. Aneh, Evan merasa dirinya orang aneh.

"Alisa, maaf mengganggu tidurmu."

Di penthouse sana, Alisa mendengarkan suara orang yang menghubunginya tengah malam. Memejamkan matanya karena kantuk yang menyerangnya begitu kuat.

"Alisa, kamu masih dengar kan? Hallo, Alisa."

"Iya, saya dengar. Maaf ini siapa ya?" Alisa mengusap kedua matanya, kemudian memicing mana kala menatap layar ponsel dan membaca nama si pemanggil. Mendadak rasa kantuk yang diam, menguap hilang.

Alisa beringsut duduk, memposisikan dirinya seperti sedang duduk berhadapan dengan Evan.

"Pak Evan. Maaf, saya tidak tau kalau yang nelpon Bapak."

"Nggak masalah. Aku hanya mau bicara sama kamu," tekan Evan pada kata terakhirnya.

Memang bicara di jam seperti tengah malam ini dan sampai mengganggu orang lain tidur bukan tindakan sopan. Tapi, Evan harus mengatakannya pada Alisa sekarang juga.

Berbanding terbalik bagi Alisa, si pencetusnya malah bisa tidur lelap.

"Bapak mau bicara apa ya?" tanya Alisa lantas melirik jam, tidak salah Evan menghubunginya di atas jam 12 malam.

"Okay, aku langsung to the point aja ya. Mengenai apa yang tadi kamu katakan, kamu minta aku jadi selingkuhan kamu," ucap Evan menggantung.

Alisa meremas selimut yang tengah ia pakai, ia memang menebalkan muka dan mengikis malu demi misinya tercapai.

"Aku terima tawaran kamu. Aku sepakat jadi selingkuhan kamu demi bantuin kamu membalaskan dendam kamu."

Evan yakin kali ini giliran Alisa yang tidak akan bisa tidur sepanjang malam. Memikirkan permintaan wanita itu yang diterima olehnya.

***

Dua bab ya.. hihi.

Terpopuler

Comments

Yani Cuhayanih

Yani Cuhayanih

Hore hore Hore libur telah tiba hatiku gembira maaf maksudnya rencana balas dendam Alisa akan segera terwujud ..hore....

2023-05-30

0

angkasa

angkasa

mantaap

2022-03-23

0

𝐀⃝🥀🦆͜͡🍾⃝ͩ ᷞᴛͧʀᷡɪͣ🤎𝗚ˢ⍣⃟ₛ

𝐀⃝🥀🦆͜͡🍾⃝ͩ ᷞᴛͧʀᷡɪͣ🤎𝗚ˢ⍣⃟ₛ

hadiah untuk Author karena membuatku merasa terus membaca dan membaca😁🤭👍👍👍 sebentar lagi Bunga bermekaran untukmu' Thor 😁😍

2022-03-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!