Duda Gila

Pria itu kembali fokus pada Alisa, wanita itu sungguh mempesona di setiap waktu dan itu membuat Evan tidak rela mengedipkan mata barang sedetikpun. Tak rela melewatkan kesempatan terus menatap keindahan yang terpampang jelas di hadapannya.

Naura berdecak kesal, seolah dirinya orang bodoh yang berada di tengah-tengah dua insan yang tengah berkomunikasi lewat mata mereka.

"Sudah cukup kalian tatap-tatapannya? Mirip ABG labil tau nggak sih!" Naura mengentakkan kakinya meninggalkan Alisa dan Evan di lobi.

Menyadari kepergian Naura yang pasti tidak mengenakan untuk Evan, Alisa memutar tubuhnya pada Evan bersiap melontarkan pertanyaan untuk pria yang masih setia di tempatnya itu.

"Bapak mau pulang?" Suara Alisa yang mengalun lembut di telinga Evan, hanya ditanggapi senyuman Evan.

"Maaf, Bu Alisa. Pak Evan kurang fokus," kata Hendra menanggapi Evan yang mulai memaku menghadapi Alisa.

Kehadiran Alisa berhasil membuat Evan tak mengumpati Hendra. Kali ini bolehlah Hendra lolos.

Alisa tersenyum geli mendengarkan Hendra, lantas mengalihkan pandangannya pada Evan.

"Pak Evan udah mau pulang?" tanya Alisa mengulang.

"Iya, aku mau pulang. Kita pulang sama-sama aja, aku anterin kamu gimana?"

"Eem tapi saya bawa mobil, Pak."

"Gampang, biar Hendra yang bawa mobil kamu. Kebetulan hari ini aku nggak pakai supir. Jadi, Hendra bisa ikutin kita, gimana?"

Hendra membulatkan mata penuh, jadi ini alasannya Evan mengajaknya menemui Alisa. Menjadikannya tumbal demi memuluskan rencana sang atasan.

"Emm kalau Pak Hendranya tidak keberatan bolehlah ya." Alisa mengulas senyum pada Hendra, serta merta membuat Evan tak rela.

Setelah Evan berhasil mengajak Alisa naik ke mobilnya, kesempatan itu tidak Evan sia-siakan. Mengajak Alisa terus berbicara hingga jarak canggung antara mereka pelan-pelan mulai terkikis.

Sesekali Evan melihat dari rear vision mobilnya, Hendra tetap stay mengikuti mobilnya dari belakang.

"Jadi yang tadi itu pacar suami kamu ya?" telisik Evan, sambil sebelah tangannya menyugar rambut legamnya ke belakang.

Alisa melirik Evan, memuji dalam hati kalau pria itu terlihat mempesona dari segala sisi.

"Iya, Pak. Dia pacarnya suami saya, gila ya berani datang cuma buat minta saya segera urus perceraian." Alisa mendesah pelan, kemudian memandang pohon-pohon yang menjulang tinggi di luaran. Tak sadar kalau dirinya sedang mengungkap perasaannya pada Evan.

"Itu namanya berani, Alisa. Dia aja mau merjuangin kemauannya, kamu masih mau stuck di tempat?"

Alisa mengerjap, "Maksudnya?"

"Kapan kamu mau urus gugatan cerai kamu?"

Untuk urusan itu, Alisa akan segera meminta pengacara untuk mengurusi semuanya. Ia hanya bekerja diam-diam, dan tidak memilih untuk berkata-kata banyak. Demi memberi Yogas kejutan bahwa ia tidak sedang bermain dengan pernikahan.

Cat pagar warna biru sudah terlihat, artinya mereka sudah hampir tiba di depan rumah ayahnya Alisa.

Evan kembali melihat Hendra juga ikut memberhentikan mobil Alisa tepat di belakang mobilnya.

Dari dalam rumah, Mira dan Shella memperhatikan Alisa yang tengah berbincang dengan orang pria yang tak mereka kenal.

Sesekali Alisa terlihat tersenyum ke arah keduanya, memunculkan rasa penasaran pada ibu dan adik tirinya tersebut.

"Lihat deh Bu, pantesan aja mas Yogas selingkuh. Dianya juga kegatelan sama pria lain, ganjen gitu sampai dianterin." Shella berbisik takut-takut Amar tahu pembicaraan keduanya.

"Lihat aja ya, Ibu bakalan kasih dia pelajaran sampai angkat kaki dari sini! Enak aja rumah ini dijadiin tempat dia bawa-bawa pria lain, dia pikir rumah ini bebas di pakai buat senang-senang." Mira berdecak kesal dengan mata tak henti memperhatikan Alisa.

Alisa masuk ke rumah setelah Evan dan Hendra pamit, disambut tatapan sengit Mira dan Shella di ruang tamu.

Menyadari keduanya bersikap anti, Alisa memilih untuk tidak bicara apa-apa dan hanya menyapanya biasa. Lantas meninggalkan keduanya dan diam di kamar.

"Alisa." Suara Mira sedikit rendah. "Kamu belum cerai tapi udah berani diantar-antar pria lain. Kamu mau jadi apa? Jadi wanita gatel?" Tuduhan Mira berhasil membuat Alisa mengerjap tak percaya.

"Wanita gatal? Ibu nuduh aku kaya gitu?"

"Lah, kalau bukan lalu apa? Itu tadi dua pria tadi nganter kamu sampai rumah, sementara hubungan rumah tangga kamu sedang gonjang-ganjing. Kamu mau balas perbuatan suami kamu. Balas selingkuh dengan selingkuh?" Suara Mira semakin keras sampai Amar menghampiri kamar Alisa.

"Bu." Shella menarik Mira, memberikan kode kalau Amar ada di belakangnya.

"Ada apa ini?" tanya Amar mendengar ribut-ribut dan melihat Mira sedang menunjuk wajah Alisa.

"Ini nih, Alisa. Anak kamu ini udah berani bawa-bawa pria lain. Dua lagi, Yah. Mau ditaruh di mana muka kita, tetangga di sini udah tau kalau dia mau cerai dan sekarang malah diantar-antar. Mereka pikir Alisa wanita gatel, Yah." Suara Mira berapi-api menjelaskan tuduhannya pada Amar.

"Alisa, benar apa yang dikatakan sama Ibumu?"

"Ayah mau percaya terserah, tidak juga Alisa bersyukur. Ayah tau bagaimana Alisa, apa Alisa harus mengatakannya?"

Mira tersenyum sinis, setelah ini ia pastikan Alisa akan keluar dari rumah.

"Mbak Alisa, tolong jangan bikin keluarga ini malu. Kasian Ayah dan Ibu, Mbak juga harus jaga diri mentang-mentang mau pisah. Harusnya Mbak jangan sebebas itu pergi-pergi dengan pria lain," tambah Shella semakin membuat suasana kian panas. "Kalau Mbak Alisa tidak mengindahkan kata-kata Ibu, lebih baik Mbak pergi aja dari sini!" tandas Shella.

Mira menyeringai, sependapat dengan Shella.

"Ingat ya, Yah. Ayah selalu ngajarin yang baik-baik untuk Shella. Ayah juga harus ngajarin yang baik juga untuk Alisa. Ajarin dia untuk bisa menjaga dirinya, jangan sampai setelah jadi janda malah menjadi-jadi!" tandas Mira menarik Shella keluar kamar Alisa.

Tinggalah Alisa dan Amar berdua, Alisa tertunduk sedih. Di saat badai menerpa rumah tangganya, ibu tiri dan adik tirinya tak berhenti menghasut. Sejak dulu, Mira dan Shella selalu mencari-cari masalah untuk membuat Amar membencinya.

"Alisa, kali ini apa yang dikatakan ibumu ada benarnya. Ayah tidak sepenuhnya menyalahkanmu, tapi alangkah baiknya jika perceraianmu belum selesai kamu bisa jaga jarak dengan pria lain.

Tangan Alisa terkepal, kesal. Tak bisakah ada orang yang mengerti perasaannya sekali saja.

"Maafin Alisa udah bikin ibu dan Shella tidak nyaman. Alisa udah putuskan, Alisa lebih baik pindah dari sini. Alisa mau cari tempat lain, setidaknya Alisa bisa tenang untuk sementara waktu."

Amar seketika langsung menoleh pada Alisa, kemudia menggeleng.

"Ayah nggak setuju, Ayah tidak mau kamu pergi dari rumah ini," cegah Amar.

Alisa mengulas senyum, "Ayah, tolong Ayah percaya pada Alisa. Biarkan Alisa menyelesaikan semua masalah ini sendiri ya. Alisa tidak akan membuat nama keluarga kita tercemar." Digenggamnya tangan Amar, meyakinkan sang ayah.

Meski berat, akhirnya Amar mengangguk. Amar juga berpikir lebih baik jika Alisa jauh dari Mira dan Shella, demi memberikan Alisa ketenangan. Selama ini Amar juga tidak buta, ia bisa melihat bagaimana perlakuan Mira dan Shella selama ini.

Alisa membereskan semua pakaian dan barangnya-baranganya ke dalam koper, bersiap untuk pergi dan mencari tempat yang baru untuknya bernaung.

Mata Mira dan Shella berbinar tak kala melihat Alisa keluar kamar lengkap dengan dua koper yang ia bawa sejak kembali datang ke rumah. Dalam hati Shella bersorak senang karena bisa mengusir Alisa, Shella sangat membenci Alisa. Sejak dulu sampai sekarang, Amar selalu memuji Alisa walau Alisa tidak tinggal dengan mereka, semuanya Alisa sampai-sampai nilai sekolah saja dibanding-bandingkan dengan Alisa.

"Jaga dirimu baik-baik, Lis," ucap Amar melepas kepergian Alisa.

Di depan pagar rumah, Evan kembali datang dan turun dari mobil. Ia heran kenapa Alisa memasukkan koper besar ke dalam mobil chevrolet yang sering Alisa pakai. Membuatnya bertanya-tanya apakah Alisa akan pergi.

Kedatangan Evan tak luput dari perhatian Mira dan Shella, moment itu lantas Mira pakai untuk kembali menyerang Alisa.

"Jangan bilang kamu sengaja dijemput pacarmu itu ya, Lis?" Tunjuk Mira ke arah Evan.

Alisa dan Amar melihat siapa yang dimaksud Mira.

"Pak Evan," gumam Alisa.

Amar menatap tajam ke arah Evan, menerka siapa pria yang datang menghampirinya.

Tak ada sedikitpun ketakutan atau keraguan tercipta di wajah Evan. Evan memberanikan diri untuk masuk, mengetahui apa yang tengah terjadi. Walau sebenarnya kedatangannya untuk mengembalikan ponsel Alisa. Di jalan pulang, ia lupa tidak menukarkan ponsel Alisa dengan miliknya, padahal mereka pulang bersama tadi.

"Siapa dia, Alisa?" tanya Amar tak henti memandangi Evan.

"Emm, beliau ini,-"

"Perkenalkan, saya Evan. Orang yang sedang dekat dengan Alisa, kedatangan saya kemari untuk membawa Alisa pergi. Kamu sudah siap Alisa?"

Hendra yang berdiri tak jauh dari Evan, menggeleng tak percaya. Keberanian Evan membuatnya takjub bukan main.

"Dasar duda gila," desis Hendra, sambil tersenyum miring.

***

Ayo dong like sama komentarnya yang banyak. Dan jangan lupa untuk tap favorit ya...

Terpopuler

Comments

Mamanya Zulfa

Mamanya Zulfa

ko tambah seru aj sih, lanjut torrrr

2022-04-23

0

Icha Tangahu

Icha Tangahu

matap laki" sejati 🤣

2022-03-27

1

𝐀⃝🥀🦆͜͡🍾⃝ͩ ᷞᴛͧʀᷡɪͣ🤎𝗚ˢ⍣⃟ₛ

𝐀⃝🥀🦆͜͡🍾⃝ͩ ᷞᴛͧʀᷡɪͣ🤎𝗚ˢ⍣⃟ₛ

lanjutkan Thor mantap 👍👍😍

2022-03-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!