"Kedatangan Yogas ke sini untuk meminta Alisa kembali pulang, Yah." Yogas duduk canggung menghadap Amar dan Mira.
Kedatangannya tak lain untuk membujuk Alisa agar mau kembali pulang dan membatalkan rencana perceraian mereka.
Amar mendesah pelan, sebagai orang tua. Ia bertindak sebagai penengah untuk mencari jalan keluar.
"Ayah menghargai keinginanmu untuk memperbaiki rumah tangga kalian. Tapi, keputusan tetap ada di tangan Alisa," tukas Amar.
Yogas mendesah berat, menghadapi Alisa bukan perkara gampang.
Butuh perjuangan ekstra meyakinkan Alisa.
"Kalau Ibu sih tidak keberatan Alisa kembali lagi sama kamu. Lagian sayang dia masih muda kalau harus jadi janda. Banyak di dunia ini yang dipoligami. Alisa aja yang berlebihan," ujar Mira mencetuskan isi hatinya.
"Bu." Amar mengingatkan kembali supaya istrinya itu untuk diam dan tak banyak bicara. Semakin Mira bicara, urusan akan semakin runyam dan hanya akan menambah masalah.
Terdengar pintu rumah diketuk, semua orang memandang Alisa ketika ia masuk.
Alisa sudah tahu kedatangan Yogas dengan hanya melihat mobil Yogas yang terparkir di depan rumah.
"Lis, kamu baru pulang?" Yogas tersenyum lebar melihat Alisa pulang.
"Ada apa Mas Yogas datang kemari? Aku belum siapin surat gugatannya. Jadi, tenang aja. Nanti aku akan antarkan ke alamat rumah Mas." Sinis Alisa.
"Alisa, duduk dulu kenapa. Kamu itu nggak sopan banget. Yogas itu masih suami sah kamu," tandas Mira senewen.
Alisa akhirnya duduk mendengarkan apa maunya Yogas di depan ayah dan ibu tirinya.
Di mana harga dirinya ketika dengan santainya Yogas mengatakan awal perselingkuhannya karena Alisa yang kurang pandai merawat diri. Mengatakan dirinya kembali jatuh cinta ketika melihat Alisa berubah cantik.
Ditambah penilaian ibu tirinya yang mengatakan bahwa ia harus menerima punya madu.
selepas Yogas pulang, Alisa sama sekali tidak bisa memejamkan matanya. Tekadnya sudah bulat untuk tetap berpisah.
Dilema memang memikul nasib sebagai seorang wanita.
***
"Sebagai hukumannya, aku kasih kamu tugas buat cari info tentang Alisa!" titah Evan setelah ia selesai mandi.
Dalam hati, Hendra bersorak senang. Setidaknya ia tidak harus pergi ke wilayah pedalaman demi titah bisnis yang Evan perintahkan padanya.
"Siap, Pak. Satu kali dua puluh empat jam, Bapak akan menerima laporannya." Hendra menyanggupi tanpa menjeda. Baginya perkara gampang mencari info. Sejak bekerja dengan Evan, ia sudah terlatih jadi detektif amatir.
"Ya udah kamu boleh pulang. Ingat, besok kamu sudah harus dapat infonya." Evan mengibas-ngibaskan tangannya menyuruh Hendra pergi, sambil tangan sebelahnya mengeringkan rambutnya yang basah.
Usai berpakaian, Evan tak lekas memejamkan matanya. Ingatannya masih tertaut pada Alisa. Sosok yang baru saja ia kenal. Evan merasa Alisa sedang menyembunyikan sesuatu, tercermin dari matanya suatu kepedihan walau bibirnya tetap menyunggingkan senyum.
Merasa tak bisa memejamkan matanya, Evan memutuskan untuk bersantai sejenak. Menikmati kopi premium yang dibuatkan asisten rumah tangganya, sambil duduk di kitchen bar.
Tak lama terdengar suara ponselnya yang berdering nyaring memenuhi ruangan yang sudah sunyi. Dilihatnya nama pemanggil, tak lama senyum Evan terbit begitu nama Hendra muncul.
"Belum ada dua jam tapi kamu sudah berhasil dapat infonya. Pinter kamu, Hen."
Di ujung sana Hendra tertawa geli, mendengarkan suara renyah Evan. Untung saja dalam sekejap ia sudah dapat infonya.
"Pinter dong, Pak. Saya kan asistennya Pak Evan Iskandar," balas Hendra disertai suara deheman.
"Gimana hasilnya, apa kita ketemuan aja di luar. Kebetulan aku sedang tidak bisa tidur. Nggak enak juga kalau ngobrol di telpon," ajak Evan terlihat memerintah.
"Boleh, Pak. Kita ketemuan di caffe Desta biasa aja ya, kebetulan saya sedang ada di sana."
"Okay, aku meluncur sekarang." Evan mengakhiri pembicaraan mereka dan bergegas meraih jaket dalam lemari. Segera meluncur ke caffe milik sahabatnya Desta, yang biasa ia singgahi dengan Hendra, sekedar minum kopi atau berbincang tentang masalah pekerjaan.
Malam belum terlalu larut, caffe Desta biasanya tutup menjelang pukul 1 malam. Dan tersisa sekitar tiga jam lebih untuk mereka berbincang.
Evan dan Hendra sudah duduk bersama, ditemani susu jahe pesanan Hendra dalam gelas bening dengan dalih asistennya itu sedang sedikit tidak enak badan.
"Jadi, bagaimana infonya? Dia single apa sudah punya pacar?" Tak sabaran Evan lekas memberondong Hendra begitu baru saja sampai.
"Eemm.. jadi gini, Pak. Anda harus legowo, menyiapkan hati dan perasaan anda." Hendra menarik napas sejenak.
"Kenapa? Memangnya dia udah nikah?"
"Sayangnya begitu, Pak. Tapi, ada sesuatu yang harus anda tau. Rumah tangga bu Alisa sedang bermasalah, kabarnya suaminya selingkuh."
Evan membuang muka. Kenapa ia harus berhadapan dengan yang namanya perselingkuhan? Apa di muka bumi ini tidak ada alasan lain penyebab hancurnya rumah tangga.
"Jadi, mereka akan pisah?"
"Kabarnya begitu, Pak. Bahkan bu Alisa sudah tidak tinggal serumah lagi dengan suaminya dan tinggal dengan ayahnya."
Evan jadi ingat, tadi pagi ia tak sengaja bertemu Alisa. Pengakuan Alisa itu adalah rumah ayahnya.
"Apa dia sudah memiliki anak?"
Hendra menggeleng, "Belum, Pak." Hendra tidak memberikan komentar apa-apa lagi. Mengingat Evan yang berubah diam.
Mungkin Evan kecewa karena ternyata Alisa tidak single lagi, meskipun rumah tangganya sedang bermasalah. Ada kemungkinan mereka akan rujuk dan kesempatan mendapatkan Alisa hanya persekian persen dari perkiraannya.
***
Langkah Evan sempat melambat begitu ia melihat Alisa berjalan cepat di lobi Merlion. Sesaat Evan tak bergeming menyadari ada seorang pria yang mengejarnya hingga menarik paksa tangan Alisa.
Bila dilihat dari raut wajah wanita itu, Evan tahu Alisa sangat tertekan dan tidak nyaman. Sesaat Evan membiarkan dan coba menerka kalau pria itu adalah suami Alisa.
Di depan lobi, Evan melihat pria yang ternyata Yogas mengatupkan tangannya di depan dada. Sebagai tanda permohonan maafnya pada Alisa dan agar mau menerimanya kembali.
"Nggak, Mas. Keputusan aku udah bulat. Rumah tangga kita udah nggak bisa dipertahankan. Kamu harus nikahin Naura dan aku tidak mau dimadu." Suara Alisa mantap tanpa tekanan.
"Lis, kamu udah nggak cinta lagi sama aku? Kamu udah lupain aku?"
Alisa menarik napas dalam-dalam, apa ia tidak salah dengar. Apa Yogas sedang mengajaknya becanda?
"Andaikan kamu nggak nyelingkuhin aku dan menghamili wanita lain. Mungkin pintu hati aku masih terbuka untuk kamu, Mas," ungkap Alisa menatap Yogas dengan penuh kekecewaan memancarkan dari matanya.
Evan perlahan mendekat, lamat-lamat ia bisa mendengarkan apa yang diperbincangkan keduanya. Tanpa Alisa ataupun Yogas sadari, semakin dekat dan berada di samping Alisa.
"Siapa dia, Alisa?" tanya Evan memperhatikan wajah Yogas. Merasa kenal dengan wajah Yogas seperti pernah dilihatnya di suatu tempat.
"Pak, ini,-"
"Saya Yogas, suami Alisa. Maaf anda siapa?" tanya Yogas balik bertanya.
Dengan penuh percaya diri, Evan mengulurkan tangannya untuk memperkenalkan dirinya pada Yogas.
"Saya Evan, pria yang sedang dekat dengan Alisa. Saya harap, setelah anda menyelesaikan perceraian. Saya tidak ingin melihat anda mengejar-ngejar Alisa seperti ini," tegas Yogas dingin.
Alisa coba menelan ludahnya susah payah, sesaat hampir tak percaya Evan bisa mengatakan hal itu hingga membuat Yogas diam memaku.
***
Doain upnnya lancar...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Muliana Ana
aku padamu evan😘
2022-06-21
0
ReD
Yu pak tuh dpt ijin dr ibu buat poligami cusss cari yg lebih mingkem dr s ibu
2022-05-07
0
𝐀⃝🥀🦆͜͡🍾⃝ͩ ᷞᴛͧʀᷡɪͣ🤎𝗚ˢ⍣⃟ₛ
syukaaaa banget Thor serius mirip sama kisah nyataku hahaaaa🤣😆😆👍
2022-03-11
0