Tiba di rumah, Alisa kembali dibuat kesal. Ia harus mendapati Yogas dan Naura dalam satu kamar di dalam kamar tamu. Setelah harus mendapatkan kenyataan Naura sedang hamil, kini ia juga harus mendapatkan kenyataan mereka berdua sudah tinggal dalam satu atap.
"Jadi kamu dan Naura tinggal sama-sama di rumah ini, Mas? Kamu satuin dia sama aku dalam satu atap? Bahkan aku sendiri baru tahu kalau kalian di kamar tamu. Pantas aja Mama larang aku ke sini, jadi karena ada kalian. Aku tahu sekarang kenapa kamu akhir-akhir ini jarang tidur sama aku, Mas." Alisa melirik kesal suami dan mertuanya yang dianggapnya sama saja menutupi perselingkuhan.
"Nggak kaya gitu juga, Lis. Aku dan Naura baru satu minggu ko," sanggah Yogas demi tidak membuat Alisa murka.
"Baru? Kamu bilang baru. Mau berapa lamapun itu tetap aja salah, Mas. Apa bedanya dengan kumpul kebo, kalian bukan pasangan sah. Tidak seharusnya tinggal satu atap, apalagi hamil duluan!"
Naura tercekat merasa dikuliti hidup-hidup, ia hanya bisa diam dan memilih untuk tidak melawan karena posisinya memang salah.
Setelah mendapati kenyataan pahit yang membuatnya tidak bisa bertahan lagi, Alisa memilih pergi. Mengambil kopernya di atas lemari dan memasukan semua pakaian dan barang-barangnya ke sana.
Melihat Alisa sedang berkemas, Yogas panik bukan main.
"Lis, kamu mau kemana?" Yogas menahan tangan istrinya itu.
"Aku mau pergi, Mas. Untuk apalagi aku di sini, lagian kamu udah ada penggantiku." Senyumnya meremehkan Yogas.
"Maafkan aku, Lis. Aku nggak maksud buat keadaan rumah tangga kita jadi kaya gini. Kasih aku waktu, minimal setelah anak itu lahir. Aku akan ceraikan Naura dan kita jalani rumah tangga kita seperti dulu. Aku janji nggak akan ngecewain kamu lagi." Yogas memelas, mendekap tubuh Alisa dari belakang. Berharap Alisa mau berubah pikiran.
Alisa murka, ia membanting kopernya ke lantai. Sampai membuat Naura dan Ratna yang menunggu di luar kamar ikut terperanjat kaget.
"Aku pikir aku ini apa, Mas? Kamu seenaknya mohon-mohon sama aku setelah aku berubah seperti yang kamu inginkan dan bilang mau ceraikan Naura setelah anak kalian lahir?"
Suara Alisa yang melengking tentu saja terdengar Naura hingga membuat darahnya mendidih luar biasa.
"Kamu udah nodain pernikahan kita dan kamu juga akan mempermainkan pernikahan kamu dengan Naura nantinya? Hebat sekali kamu, Mas. Mentang-mentang karier kamu sedang tinggi dan usaha Naura juga sedang berkembang pesat. Kamu bahkan nggak lirik aku yang masih jelek dan dandananku kolot. Apalagi sampai melas-melas seperti tadi!" Keputusan Alisa sudah bulat, tekadnya tak dapat ditahan-tahan lagi. Pergi dari rumah Yogas adalah pilihan terbaik untuk saat ini, mungkin untuk selamanya.
Dua buah koper besar dibawa Alisa keluar dari rumah.
Ratna dan Naura hanya diam seribu bahasa begitu melihat Alisa membawa semua barangnya ke dalam taksi online.
Dalam hati, Naura bersorak senang bisa menyingkirkan Alisa tanpa harus ia usir. Artinya, ia yang akan jadi nyonya Yogas.
"Lis." Yogas menarik lengan Alisa cukup kuat.
"Lepasin, Mas," pinta Alisa melepas cengkraman tangan Yogas.
"Dosa loh kamu pergi tanpa izin suami," cetus Yogas seenaknya.
Alisa yang mendengar itu berbalik lagi, memusatkan pandangannya hanya pada Yogas seorang.
"Apa selingkuh juga nggak dosa, Mas? Kamu ini bicara suka seenak jidat ya. Aku pergi juga karena kelakuan kamu, Mas!"
Yogas menggeleng frustasi saat Alisa benar-benar masuk ke mobil dan meninggalkan dirinya yang terus meronta menahan-nahan istrinya itu untuk tidak pergi.
***
Malam-malam begini hanya satu yang jadi tempat tujuan Alisa. Rumah ayahnya.
Rumah ayahnya terletak 20 km dari rumah Yogas. Sebenarnya ia bisa saja mencari hotel atau rumah kontrakan, bahkan membeli rumah baru minimalis dengan uangnya yang mengendap di Bank. Mungkin nanti. Terpenting sekarang, ia bisa istirahat dan setidaknya keluarganya tahu tentang keputusannya berpisah dari Yogas.
Alisa sangat bersyukur sekali, ia sudah keluar dari rumah Yogas. Menjauhkan hatinya dari kesakitan yang hanya akan menderanya secara perlahan namun pasti.
"Pagar cat warna biru ya, Mas." Alisa menunjuk rumah yang hanya beberapa meter dari jalanan yang sedang ia lewati sekarang.
Perumahan tempat ayahnya tinggal merupakan perumahan cluster biasa, namun sangat nyaman untuk ditempati. Berbeda dari perumahan tempatnya dan Yogas tinggal, orang-orang di lingkungan perumahannya sudah hidup secara individualis. Mana mereka tahu kehidupan antar tetangga. Sama-sama pergi pagi dan pulang malam, hingga bertemu tetangga saja jarang-jarang. Weekend pun dipakai untuk acara keluar dengan keluarganya masing-masing.
"Ini, Mas. Terima kasih ya," kata Alisa, setelah menurunkan kopernya dari mobil.
"Sama-sama, Mbak," balas sopir taksi tersebut dan pergi dari tempat Alisa.
Alisa mendesah lega sudah berada di depan rumah ayahnya.
Pintu pagar tidak digembok, hanya dikunci biasa. Setelah pintu pagar terbuka, Alisa membawa serta dua koper miliknya itu masuk.
"Tok.. tok.. tok.." Alisa mengetuk pintu rumah, berharap ada yang membukakan pintu.
Alisa cukup lama menunggu, belum ada tanda-tanda orang rumah membukakan pintu.
Diliriknya waktu sudah menunjukkan pukul 10, dan masih belum terlalu malam.
"Ay,-"
"Ceklek." Terdengar kunci pintu dibuka.
Nampak ayahnya yang membuka pintu. Ayahnya nampak masih segar, belum terlihat tanda-tanda sudah terlelap dalam tidurnya.
"Alisa," pekik Amar. Ayahnya itu nampak kaget karena kedatangan Alisa malam-malam, terlebih Alisa datang hanya ditemani dua koper besar.
"Ayah." Alisa mengharu biru di pelukan ayahnya. Melepaskan sejenak kesedihan yang tengah ia rasakan saat ini.
"Mana Yogas? Kenapa kamu tidak datang sam dia?"
Alisa menggeleng lemah, "Ceritanya panjang. Boleh Alisa untuk sementara tinggal di sini?" Suaranya merendah, takut yang lain terbangun karena kedatangannya yang tiba-tiba.
"Kenapa sementara.. selamanya pun boleh. Masuklah, Nak." Amar membantu menarik koper Alisa ke dalam.
Merasa ada sesuatu yang terjadi, Amar tidak bertanya lebih dulu. Lagipula hari sudah malam, ia membiarkan Alisa beristirahat di kamar.
"Hanya ada kamar satu di belakang. Kalau kamu tidak keberatan, Nak. Kamarmu sudah ditempati Shella, nggak apa-apa kan?"
Alisa tahu ayahnya merasa tidak enak karena kamar miliknya sekarang sudah ditempati Shella. Adik tirinya, anak bawaan dari ibu tirinya.
"Nggak masalah, Yah. Alisa bisa tidur di kamar belakang ko. Maaf ya udah ganggu Ayah malam-malam." Dalam hati Alisa merengut sedih, untuk sementara memilih tidak menceritakannya dulu.
"Ya udah, besok kita bicara. Sekarang kamu istirahat ya."
Alisa mengangguk, lantas tersenyum.
Melihat ayahnya sudah keluar, Alisa memilih untuk lekas tidur menyiapkan hari esok yang membutuhkan energi lebih besar.
Memilih tinggal di rumah ayahnya sama saja ia telah keluar dari kandang macan dan tinggal di kandang singa. Menghadapi ibu tiri yang tak pernah menyukainya sedikitpun. Menurutnya hal itu lebih baik dari pada harus mengorbankan perasaannya yang terduakan.
***
Maaf baru up karena lagi banyak kerjaan banget..
Jangan lupa terus like, komen yang banyak ya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Tiwik Firdaus
cari kontrakan sendiri aja.lis dsripada kamu malah berselisih terus dengan ibu tirimu
2023-07-13
0
𝐀⃝🥀🦆͜͡🍾⃝ͩ ᷞᴛͧʀᷡɪͣ🤎𝗚ˢ⍣⃟ₛ
selain like dan komen q kasi hadiah seperti yang q janjikan Thor ok semangat lanjut ceritanya ya 😁🤭👍👍👍
2022-03-11
0
Imel Roselin
mending cari tmpt tinggal sendiri aja Alisa dari pd tinggal sm ibu tiri yg tidak menyukai kita, yg ada di tekan lg nanti...ayo cari rmh baru Alisa
2022-03-08
1