Terpesona Pada Pandangan Pertama

"Kebetulan, saya juga kerja di Merlion," tukas pria itu, sambil terus menatap wajah Alisa.

"Benarkah? Kebetulan sekali, Pak. Perkenalkan, nama saya Alisa. Saya manager keuangan Merlion Group." Alisa lebih dulu mengulurkan tangannya, penuh percaya diri dan tidak sekaku saat penampilannya masih yang dulu.

Setidaknya terlihat cantik dan menarik akan menambah kadar percaya dirinya jadi lebih tinggi dan peluang dekat dengan pria tampan dan mapan bukanlah hanya angan semata. Dipikir-pikir untuk apa dirinya berubah cantik jika bukan karena misi balas dendamnya, kenapa tidak sekalian ia manfaatkan saja menggaet banyak pria demi membuat Yogas menyesal.

"Namaku,-"

Dering ponsel nyaring di saku jas pria itu membuatnya menghentikan pembicaraan. Diambilnya ponsel itu untuk melihat siapa yang menghubunginya, namun pria itu hanya mengabaikan dan menyimpannya kembali.

"Maaf, ada gangguan. Kita langsung ke rumah sakit JHC dekat Merlion ya, aku tidak mau membuatmu terlalu lama menunggu."

Alisa menyetujuinya kala pria itu mulai menyalakan mesin dan mobil mulai bergerak maju.

"Tapi, sopir anda."

"Tidak usah khawatir, sopirku sedang menunggu montir dan membawa mobilmu ke bengkel. Nanti kamu terima beres saja," jawab pria itu tetap fokus ke depan.

"Jadi merepotkan anda, Pak." Alisa jadi tak enak hati.

"Santai saja, jangan memikirkannya. Oh ya Alisa, apa kamu sudah lama bekerja di Merlion?"

Alisa melirik ke samping kanannya.

"Emm kurang lebih empat tahun, Pak. Kalau anda?"

"Aku baru lima tahun dan lebih sering memerintahkan asistenku untuk mengambil alih pekerjaan." Pria itu mengedipkan sebelah matanya dan anehnya, Alisa merasa pernah menatap pria seperti pria yang kini bersamanya. Ia sama sekali tidak ingat di mana pernah bertemu dengan pria itu.

“Waw, berarti anda ini salah satu petinggi di Merlion. Kenapa saya tidak tahu ya.” Wanita itu tertawa kecil

menutupi ketidaktahuannya selama ini.

Sesekali Alisa menengok pria di sebelahnya, wajah putih bersih dengan rahang kokoh dan tatanan rambut rapi itu

sungguh membuat pria itu terlihat sangat menarik dan menggoda para wanita. Tubuh kekarnya juga tercetak dari balik jas hitam yang dikenakan pria itu.

Hanya perlu menempuh waktu kurang dari 10 menit, mobil yang ditumpangi Alisa sudah sampai di rumah sakit. Ia

turun dari mobil ditemani pria itu yang terus mengikutinya.

 “Alisa.”

 Alisa menoleh begitu ia sampai di lobi rumah sakit, di sana sudah ada Medina yang lebih dulu sampai dan menunggu kedatangannya.

“Din, ko kamu tau aku bakalan ke rumah sakit ini?”

Bukannya menjawab, Medina malah tersenyum ramah pada pria yang bersama Alisa.

 “Pak Evan, apa anda yang menolong Alisa?”

 Alisa melirik sahabatnya, “Kamu kenal, Din?”

 Medina jadi tersenyum canggung, ia mencubit pelan pinggang Alisa.

“Kamu ini gimana sih, itu kan pak Evan. CEO perusahaan kita, orang yang kamu lihat semalam di acara ulang tahun kantor,” gemas rasanya Medina pada Alisa.

Sontak perkataan Alisa berhasil membungkam mulutnya seketika.

"Maaf, Pak. Alisa belum pernah bertemu dengan anda." Medina mewakilkan Alisa, sifat alaminya keluar juga. Siapa sih yang tidak terpesona pada pria seperti Evan. Bahkan jika Evan mau, Medina siap kapan saja kalau dibutuhkan pria itu.

Namun di samping bangga mempunyai pria tampan seperti Evan, harus siap juga pasang hati sekuat baja.

Wanita yang menggilai Evan tak tanggung-tanggung banyaknya melebihi kesebelasan klub sepak bola dan juga harus siap bersaing secara materi.

Wanita yang menggilai Evan juga bukan hanya supermodel seksi dan semok, tapi juga tante-tante sekelas sosialita teman kakaknya Evan yang sering bertemu Evan di acara arisan unfaedah, menurut Evan seperti itu.

"Lebih baik kita periksakan luka di kening kamu ya, takutnya sampai berpengaruh ke kepala kamu."

Belum mendapat jawaban dari Alisa, Evan melenggang mendaftarkan Alisa ke bagian administrasi untuk segera mendapatkan pertolongan.

"Lis, cuma luka kening doang kan? Pakai plester juga sembuh kali," bisik Medina merasa sesuatu yang janggal pada diri Evan. Bibir Medina mencebik karena yang ditanya hanya diam seribu bahasa.

***

Alisa dan Evan berpisah di lobi kantor, hanya luka ringan yang ditutupi plester transparan menutupi kening Alisa. Cukup membuat Alisa bernapas lega karena lukanya tidak separah itu.

"Setelah mobilnya beres nanti aku kabari kamu ya, Alisa." Evan memindai wajahnya dengan seksama, hampir membuat jantungnya terloncat dari rongga. Entah punya magnet apa hingga pria itu mampu membuat Alisa tidak berkutik.

Dan desiran hangat juga Evan rasakan begitu netranya dan netra Alisa bertautan. Apakah ini yang dinamakan Terpesona pada pandangan pertama.

Sayangnya, pertemuan pertama mereka bukan hari itu. Melainkan hari kemarin yang meninggalkan kesan mendalam di hati Evan.

"Eehh." Medina berdehem, menyadarkan keduanya.

Evan yang santai dan Alisa yang terlihat salah tingkah.

Alisa melirik kesal pada Medina yang menahan senyum. Kemudian beralih menatap Evan yang hanya diam memandangnya.

"Pak, sekali lagi terima kasih. Maaf, karena saya merepotkan. Jadinya anda harus siang ke kantornya, sekali lagi terima kasih." Alisa menundukkan kepalanya sebelum dirinya berpamitan untuk memulai pekerjaannya yang telah menunggu. Ditambah dirinya harus segera mengecek bahan presentasi untuk meetingnya siang nanti.

"Tidak masalah, aku senang sudah menolong kamu. Kalau begitu aku duluan, senang bertemu dan berkenalan dengan kamu, Alisa."

Medina hampir tersedak ludahnya sendiri, apa ia tidak salah mendengar perkataan pria dewasa yang digemari seantero kantor itu sekarang.

"Sama-sama, terima kasih."

Evan tersenyum pada Alisa dan Medina, setelah itu dirinya memasuki lift hingga tubuhnya tenggelam tak terlihat lagi.

"Jangan bilang kamu dan pak Evan,-"

"Hanya pertemuan tak sengaja," jawab Alisa cepat karena tahu kemana arah pertanyaan sahabatnya.

"Aku tidak jamin kalau ke depannya kalian akan ada something misalnya?" Telisiknya curiga menatap penuh kedua bola mata Alisa.

"Aku tidak berpikir ke arah sana, masalah rumah tanggaku saja sekarang sangat pelik. Mana bisa aku memikirkan pak Evan." Lebih dulu Alisa berjalan, memasuki lift yang kosong.

Medina berlari kecil mengikuti Alisa. Ia tidak boleh melewatkan cerita Alisa tentang drama rumah tangganya yang memprihatinkan.

"Jadi, suami kamu udah menyesal karena menduakan kamu?" tanya Medina penasaran.

Alisa menggeleng lemah, andaikan suaminya memang menyesal dan membatalkan pernikahannya, mungkin Alisa masih mau menerima. Tapi, ketika tahu calon madunya sudah berbadan dua, Alisa sudah tidak berminat sama sekali. Yang ada hanya luka yang mendalam yang kini Yogas torehkan di hatinya. Rasa sayangnya untuk pria itu berganti dengan dendam yang membara.

Alisa tersenyum miris, bagaimana ia bisa dibodohi dan tak tahu menahu tentang yang terjadi selama ini. Hatinya kini redup, entah kapan bisa berkembang lagi.

***

Jangan lupa kasih komentar sebanyak-banyaknya dan tekan favorit ya...

Terpopuler

Comments

Tiwik Firdaus

Tiwik Firdaus

pergi dari rumah itu dan minta cerai saja

2023-07-13

0

Putri Anggra

Putri Anggra

lanjut thor

2022-05-04

0

𝐀⃝🥀🦆͜͡🍾⃝ͩ ᷞᴛͧʀᷡɪͣ🤎𝗚ˢ⍣⃟ₛ

𝐀⃝🥀🦆͜͡🍾⃝ͩ ᷞᴛͧʀᷡɪͣ🤎𝗚ˢ⍣⃟ₛ

lanjutkan Thor mantap 👍

2022-03-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!