Naura tak percaya atas apa yang dilihatnya, Yogas mengejar-ngejar Alisa.
"Lis, kamu dengarkan aku dulu." Yogas mengetuk-ngetuk kaca jendela mobil Alisa. Istrinya itu sedang bersiap menyalakan mesin dan bergegas berangkat ke kantor.
"Mas, ngapain kamu kejar-kejar dia?" Naura emosi merasa dirinya tak dihargai.
Yogas hanya melirik sekilas pada Naura yang menatapnya nyalang. Lalu kembali mengetuk-ngetuk kaca mobil.
"Lis, dengarkan aku dulu. Aku bakalan adil sama kamu, aku tidak akan ceraikan kamu meski kamu minta." Rasanya keringat dingin mulai menjalar di seluruh tubuh karena Alisa meminta untuk berpisah.
Selesai mandi dan berganti pakaian, Alisa dan Yogas kembali terlibat pembicaraan serius. Setelah pikiran warasnya kembali, Alisa meminta untuk mereka berpisah saja. Setelah dipikir-pikir, ia tidak mau dipoligami.
"Mas, kamu dengar aku gak sih? Kamu nggak mau cerai dari dia?" Naura terus saja berteriak-teriak, tak rela Yogas berubah pikiran seakan sekarang mengharapkan Alisa.
Naura kesal, sangat kesal. Pasti ini semua karena Alisa yang telah berubah.
Mesin mobil sudah menyala, Alisa membuka kaca jendela. Ingin mendengar apa yang ingin Yogas sampaikan padanya.
"Katakan, mau apa?" tanyanya datar tanpa menoleh pada Yogas.
"Aku mau kita sama-sama rukun, aku mau hubungan kita kembali baik," jawab Yogas memelas. "Aku nyesel, Lis. Aku nyesel karena hubungan kita jadi hancur kayak gini."
Naura membelalak tak percaya dan tak terima.
"Mas, apa-apaan kamu. Kamu janji mau nikahin aku, Mas. Ngapain kamu memohon sama dia, kamu harus nikahin aku. Aku nggak mau ya jadi omongan tetangga karena perut aku yang makin membesar." Tak terima Naura mengungkap semua kebenarannya.
Ratna dan Mika mengerjap tak percaya, kenapa Naura bisa seceroboh itu bicara di depan Alisa.
Telinga Alisa masih normal, ia masih bisa mendengar apa yang dikatakan Naura barusan. Hatinya mencelos sakit akan kenyataan pahit dan lebih menyakitkan selain hubungan perselingkuhan mereka.
"Kamu hamil, Naura?" Dimatikannya mesin mobil, Naura keluar dari mobil dan ingin mengetahui kenyataan yang lebih dari mulut Naura sendiri.
Yogas terlihat frustasi, bersiap menerima keputusan yang akan Alisa berikan padanya setelah semuanya terungkap.
"Katakan Naura, apa yang kamu katakan tadi benar? Kamu hamil anaknya mas Yogas?" tanyanya dengan nada lirih.
"Ya, aku sedang hamil anaknya Mas Yogas. Mas Yogas udah janji mau menceraikan kamu, tapi kamu malah datang dengan penampilan baru dan membuat Mas Yogas tergoda lagi. Kamu menghancurkan semuanya, Alisa." Naura tak terima, sikap tenangnya berubah ganas dan menjambak rambutnya sendiri.
"Naura, kamu tenang ya. Kamu jangan khawatir, Yogas pasti akan nikahin kamu," ujar Ratna menenangkan Naura, berhasil membuat Alisa berdecak kesal.
"Mama memang dukung banget Naura ya? Jadi, Mama juga udah tahu kalau Naura hamil?" Sekarang Ratna yang jadi sasaran amarah Alisa.
"Mama udah tahu kalau Naura memang hamil, lagian Mama nggak kenapa-napa kalau Yogas harus nikahin Naura. Karena memang Yogas harus tanggung jawab," jawab Ratna tak sedikitpun prihatin pada hubungan rumah tangganya.
Alisa menelan ludahnya susah payah, keluarga macam apa ini? Mertua dan suami sama saja, tidak punya perasaan sama sekali. Apa dirinya hanya dianggap sebagai patung yang tak punya nurani.
"Mas, selesaikan kekacauan ini." Alisa menunjuk kesal ke arah Yogas kemudian pergi.
***
Di perjalanan, Alisa tak henti-hentinya menangis. Selain jadi korban perselingkuhan, dirinya juga jadi korban kebohongan yang selama ini suaminya perbuat.
"Dia hamil?" Antara kecewa dan marah yang bercampur jadi satu. Beberapa kali ini memukul stir kemudi, melampiaskan kekesalannya yang menjadi-jadi.
Mobilnya melaju kencang, membelah jalanan melewati jalan sepi yang terdiri dari pohon-pohon yang besar di sepanjang jalan. Bersamaan dengan itu, rintik hujan turun menemani hatinya yang dikerubungi kesedihan yang mendalam.
Melewati turunan, wajah Alisa mendadak datar. Ia panik bukan panik, pedal rem yang diinjaknya tak berfungsi.
"Ini kenapa? Kenapa tak bisa di rem?" Panik dan takut, pasalnya di ujung jalan yang dilewatinya ada jembatan yang di bawahnya terdapat sungai. Mau tak mau dari pada harus terjun, Alisa membanting stir ke kanan hingga membuatnya harus menabrak pohon dan menyebabkan mobilnya penyok serta mengeluarkan kepulan asap.
Aksinya itu membuat keningnya sakit dan memerah, beruntung tidak berdarah. Alisa mengerjap pelan, bersyukur dirinya masih diberikan keselamatan.
"Tok.. tok.. tok..." Alisa menggeliat, melirik ke arah kaca jendela mobil. Mendapati sesosok pria menengok ke dalam mobilnya.
"Buka!" titah pria itu samar-samar.
Alisa bergerak, segera membuka pintu.
Nampaklah seorang pria berstelan jas rapi dan seorang pria berseragam serba biru. Rupanya pria itu melihat mobil Alisa yang mengalami kecelakaan.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya pria itu membantu Alisa keluar.
"Ah.. aku tidak apa-apa. Anda siapa?"
"Aku kebetulan lewat dan melihat mobilmu menabrak pohon. Syukurlah kamu selamat, aku bawa kamu ke rumah sakit ya?"
"Tidak usah, aku tidak apa-apa," tolak Alisa.
"Aku tetap akan membawamu, kamu harus diperiksa. Keningmu merah dan takutnya ada pendarahan di dalam. Tenang saja, aku akan membantumu mengurus mobilmu ini." Alisa tidak bisa menolak, ia membiarkan pria itu menghela dirinya. Ia juga merasakan kepalanya sedikit pusing.
Sementara menunggu pria itu berbicara dengan pria yang ternyata adalah sopirnya, Alisa menghubungi Medina mengabarkan dirinya mengalami kecelakaan dan akan kemungkinan tidak bisa masuk.
"Nanti aku kabari lagi," ucap Alisa menutup pembicaraan begitu melihat pria itu mendekat dan masuk ke mobil.
"Sebelumnya terima kasih karena anda sudah menolong saya, Pak," ucap Alisa ketika pria itu duduk di sebelahnya.
"Tolong menolong sesama manusia itu suatu keharusan. Jangan sungkan, memangnya kamu hendak kemana? Kenapa bisa sampai menabrak pohon? Apa rem mobilmu blong?"
Alisa tersenyum sesaat.
"Saya mau berangkat kerja, Pak. Saya banting stir saat remnya tidak berfungsi, saya rasa remnya memang blong." Alisa memegang keningnya yang semakin berdenyut sakit.
"Tapi, syukurlah kamu banting di tempat itu. Karena di depan ada sungai yang airnya deras. Kamu sering lewat jalanan ini?"
"Rumah saya di tak jauh dari sini dan setiap saya berangkat kerja saya selalu melewati jalanan ini. Dari pada harus lewat tol makan waktu lebih lama," jawab Alisa.
"Kerja di mana? Biar nanti setelah dari rumah sakit aku antarkan kamu ke tempat kamu bekerja."
Alisa jadi tidak enak, harus merepotkan terlebih pria itu tidak Alisa kenal membuatnya canggung.
"Tidak perlu, saya naik taksi saja. Mungkin ada rumah sakit yang dekat dengan Merlion."
"Merlion? Kamu kerja di Merlion?" Pria itu menatap penuh wajah Alisa yang seperti pernah ia lihat.
"Iya, Pak. Saya bekerja di Merlion."
***
Maaf gaaes, baru up niih. Ayo like dan komen, buka terus baca lagi sampai tembus 1 M.. Aamiin..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Fitriya Fitri
lanjuut
2022-03-31
0
Yuli Lestari
lanjut
2022-02-09
0
Yuni Alamsyah
up
2022-02-08
0