Selingkuh Ya Selingkuh

Alisa mengepalkan tangannya, ia sangat marah, kecewa bercampur jadi satu. Mendengar ungkapan polos sang adik ipar yang tak seharusnya diucapkan di depannya.

Alisa memang perhitungan, tapi dengan kata bukan pelit. Ia memberikan apa yang dibutuhkan, bukan apa yang jadi keinginan. Ia juga harus mengatur keuangan, jangan sampai semua gaji yang didapatkan habis begitu saja. Butuh proses panjang demi mendapatkan pekerjaannya yang sekarang. Jadi manager keuangan di posisinya sekarang bukanlah sulap juga bukan sihir.

"Gak bisa kan, Mbak?" Mika jelas-jelas mencibir, memamerkan tinggi-tinggi ponsel kebanggaannya tepat di depan wajah Alisa.

Alisa mendesah pelan, ia tak boleh memperlihatkan amarahnya pada Mika jika tidak ingin suami dan ibu mertuanya ikut campur.

"Mbak memang tidak bisa memberikan semua kemewahan untuk kamu, untuk kalian. Semua karena Mbak pernah merasakan hidup susah dan tau bagaimana susahnya cari uang." Alisa meninggalkan Mika begitu saja dengan perasaan yang tentunya sangat terluka.

Di dalam kamar, Alisa merenung. Ia melihat dirinya di depan cermin. Rambut lebat ikalnya, kulitnya yang putih tapi kusam. Ia sadari itu, ia memang tidak suka perawatan. Apalagi memakai skin care yang sering para wanita pakai setiap hari atau setiap malam sebelum tidur. Pakaian yang dikenakannya memang tidak modis dan ketinggalan jaman.

"Fiiuuuhh." Alisa mendesah berat. Pantas suaminya mencari perempuan lain dan tidak pernah mengajaknya ke acara-acara penting kantor suaminya. Jadi, semua ini ada alasannya.

Sakit tapi tak berdarah.

Kriiiieeett...

Suara pintu terbuka, berdecit pelan. Yogas masuk tanpa melihat ke arah Alisa yang sedang duduk di depan cermin.

Alisa memutar tubuhnya, menatap Yogas sendu.

"Mas," panggil Alisa.

"Heeem," jawab Yogas, sambil membereskan bantal yang akan dipakainya dan bersiap untuk tidur.

"Kamu yakin mau nikahin Naura?"

Yogas tak segera menjawabnya, mungkin ia pura-pura tak mendengar.

"Mas," ulang Alisa masih menunggu jawaban.

"Kalau iya kenapa? Kamu nggak bisa halangin aku, Lis. Sudah, jangan ganggu aku mau tidur!" Yogas memutar tubuhnya memunggungi Alisa.

Keputusannya menikahi Naura tidak bisa diganggu lagi bahkan jika Alisa merintih sekalipun Yogas tidak bisa bergeming.

Merasa tak bisa ditawar-tawar lagi, Alisa memilih diam.

***

"UHUUK.." Medina tersedak begitu mendengar pengakuan Alisa tentang prahara rumah tangga sahabatnya tersebut. "Kamu gak canda kan, Lis?" tanya Medina super kaget.

Karena yang Medina tahu, rumah tangga Alisa tidak bermasalah dan adem ayem. Selama 2 tahun ini Medina tidak pernah mendengar Alisa ribut dengan Yogas.

"Gak, aku gak canda. Semuanya nyata, Yogas mau nikahin Naura. Kemarin perempuan itu datang ke rumah."

"Waaahh... sekarang jamannya pelakor semakin di depan ya." Medina tak habis pikir, ia merasa iba melihat Alisa. "Apa alasan Yogas seperti itu ke kamu?"

Alisa membuang wajah, jika saja sekarang mereka tidak sedang berada di kantin. Ingin sekali Alisa menangis dan mencurahkan semua perasaannya pada Medina.

"Karena aku gak cantik. Penampilanku tak menarik dan kolot."

Medina lama terdiam, jika mengenai penampilan Alisa. Ia tak berani berkata banyak. Takut, jika nanti yang dikatakannya menyakiti hati sang sahabat.

"Apapun alasannya, jika memang Yogas selingkuh ya selingkuh aja. Karena laki emang dasarnya kaya gitu, Lis. Kamu yang tabah ya, aku yakin kamu bisa lewatin ini semua." Medina meremas tangan Alisa, mengalirkan kekuatan dalam diri perempuan yang hanya terpaut usia satu tahun itu.

Alisa mengedarkan pandangannya ke arah lain. Pada semua perempuan yang berada di kantin, semua karyawan satu kantornya. Alisa sadar, semua perempuan itu bergaya modis, berdandan cantik. Berbeda dengan dirinya, pakaian yang dikenakannya saja model dulu dan terlihat kebesaran. Rambut dikepang dan tak lupa kaca mata yang sering ia gunakan setiap hari.

Senyum mengembang dengan pewarna bibir, sedangkan dirinya. Ah, Alisa benar-benar merasa tidak percaya diri.

Ia tahu kantor mempekerjakan dirinya bukan karena dandanannya, tapi karena kualitas dirinya. Karena ia mampu.

"Din, aku belum pernah merasa tidak percaya diri dengan diriku sendiri." Alisa mengangkat kepalanya menatap Medina lekat-lekat.

"Karena penampilan kamu itu?"

"Ya."

"Jangan pernah berubah karena orang lain. Berubahlah karena ingin kamu sendiri, Lis. Jangan pernah berpikir ingin merubah gayamu ini karena Yogas. Apa kamu pikir jika kamu berubah, Yogas akan balik ngejar kamu dan batalin rencana nikahin pacarnya?"

"Tapi, Din,-"

"Pikirkan matang-matang!" sela Medina tak sependapat dan tahu kemana arah pembicaraan Alisa.

***

Menjelang malam, Alisa baru saja sampai di rumah. Langkahnya terhenti mana kala ia melihat mobil Naura terparkir di depan rumah.

Dengan langkah gontai ia masuk dan mendapati Naura baru saja selesai memasak. Lengkap dengan celemek yang masih menempel. Senyumnya mengembang tak kala melihat Alisa berdiri mematung, seakan Alisa yang menjadi tamu dan Naura adalah tuan rumahnya.

"Hai Mbak, baru pulang? Ayo kita langsung makan," ajak Naura, sambil menyajikan makanan di meja.

Alisa melihat waktu di arlojinya, jam makan malam masih satu jam lagi padahal.

"Lis, kalau ditanya jawab dong. Sopan dikit kenapa." Ratna duduk lebih dulu di kursi meja makan, wajahnya nampak sangat puas melihat makanan enak tersaji di meja.

Alisa akui, aroma masakannya memang tercium enak. Mungkin rasanya memang benar-benar enak.

"Iya, baru datang. Ngomong-ngomong di mana mas Yogas?" Alisa mengedarkan pandangannya mencari-carinya. Menerka-nerka apakah suaminya masih belum pulang dari kantor.

"Mas Yogas ada meeting dulu, baru pulang katanya nanti jam tujuh. Emangnya Mbak nggak dikasih tau?"

Alisa kembali melirik Naura yang menjawab pertanyaannya. Yogas memang tak memberitahukannya. Ia akui itu.

"Mas Yogas emang gak ngasih tau aku kok. Aku kira mas Yogas sudah pulang karena kamu ada di sini," timpal Alisa.

"Aku ke sini sengaja mau masakin Mama, tadi sebelum ke sini aku tanya Mama udah makan apa belum. Katanya belum ya udah aku belanja dulu karena kata Mama stok kulkas juga pada abis," selorohnya seakan Alisa tidak memperhatikan kebutuhan dapur.

Kenapa harus Naura, rumah mereka kan memiliki ART. Sudah terbiasa disiapkan semuanya oleh ART.

"Emangnya bi Sum kemana?"

"Bi Sum lagi nyetrika," jawab Naura.

Alisa mengepalkan tangannya, ia merasa geram karena semua Naura yang jawab.

Sepertinya Naura memang sudah paham dengan keadaan di rumah ini dan semua seluk beluk rumah. Bila Alisa perhatikan, perabotan yang Naura ambil sudah tahu letaknya di mana. Tanpa bertanya lebih dulu.

"Mbak, daripada terus berdiri di sana mendingan Mbak ikut duduk dan kita makan malam bersama. Mbak pasti lelah sudah bekerja seharian. Gimana kalau misalkan mulai sekarang untuk urusan rumah biar aku yang urus aja, Mbak?"

Alisa mengerjap tak percaya, apa sekarang Naura sedang berusaha merebut kuasa di rumahnya?

***

Jangan lupa berikan komentarnya ya...

Terpopuler

Comments

Tri Soen

Tri Soen

Duuuuh gimana gak nyesek ya Alisa keluarga Yogas mlh welcome sama pelakor 🙄

2023-04-21

0

Purnama Dewi

Purnama Dewi

Wow

2022-04-27

0

Irma Haris Jhi Kodong

Irma Haris Jhi Kodong

lanjuut

2022-03-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!