Jeni berjalan kearah penginapan Yuyun. Saat hendak memasuki penginapan itu, dia tak sengaja menabrak seseorang dari dalam yang hendak keluar. "aduh" Jeni terpental jatuh ke tanah. Pria itu berjalan mendekatinya, "apa kau baik-baik saja?" ucapnya yang mengulurkan tangannya. Jeni meraih tangan pria itu, "terimakasih" ucapnya sembari mendongak kearahnya.
Saat tangan keduanya bersentuhan, mereka merasakan sesuatu yang sangat familiar diantara mereka. Pria itu menatap wajah cantik Jeni, "maaf, aku tidak melihat jalan tadi." ucapnya sembari melepas genggamannya. "tidak apa-apa, aku tadi juga kurang hati-hati." ucapnya Jeni sembari merapikan bajunya.
Pria itu berkata, "oh iya, namaku Chu Qian." ucapnya sembari mengulurkan tangannya untuk kedua kalinya. Dengan santai Jeni menjabat tangannya, "senang bertemu denganmu, namaku Mou Jian." ucapnya sembari tersenyum. Ye Rui menjadi bingung menatap cara keduanya berkenalan.
"nona, kamarmu sudah siap." ucap seorang wanita menghampirinya. Jeni melepas genggamannya, "kalau begitu, saya permisi dulu." ucapnya sembari membalikkan badannya. Jeni menaiki anak tangga seraya berkata, "kenapa sentuhannya sangat familiar?" ucapnya yang melihat Aqira berjalan keluar dari penginapan itu. "mungkin hanya perasaanku saja." ucap Jeni melanjutkan langkahnya.
Aqira menghentikan langkahnya sembari menoleh ke belakang, "kenapa ada rasa akrab dengan wanita itu." ucapnya yang menatap Jeni dari kejauhan. "sudahlah, jika bertemu lagi akan ku cari tahu." ucapnya melanjutkan langkahnya.
Kamar Jeni di lantai dua.
"silahkan, Nona." ucap wanita itu sembari membukakan pintu untuknya. Jeni berjalan masuk kedalam, "lumayan." ucapnya sembari menatap sekelilingnya. "kalau begitu, saya permisi dulu." ucapnya menutup pintu dari luar.
sraakk… samar-samar suara dari tempat tidur yang tertutup kain, dengan hati-hati Jeni mendekatinya sembari membawa belati ditangannya. Saat dibuka, "siapa kamu!?" ucapnya yang terkejut. Terlihat seorang pria yang terkena racun sedang berbaring di atas tempat tidur.
Pria itu menoleh kearahnya seraya berkata, "kau… jangan salah paham." ucapnya dengan menahan rasa sakit. Jeni mendekatinya perlahan, "kau terkena racun!" ucapnya yang memeriksa meridian pria itu.
Tok…tok…tok… tiba-tiba seseorang mengetuk pintu dari luar tanpa henti. "sekelompok sampah!" ucap pria itu berusaha untuk berdiri. Pria itu hendak berjalan mendekat kearah pintu, namun dihadang oleh Jeni, "berhenti!" ucapnya sembari menekan pundak pria itu.
Jeni menempelkan telapak tangannya di pintu, "ada sekitar sepuluh hingga dua puluh orang berada di luar pintu." ucapnya dengan mendengar bunyi yang dihasilkan oleh mereka. Sontak pria itu mundur selangkah, "segitu saja?" ucapnya menatap Jeni.
Jeni menoleh kearahnya, "walau begitu, mereka membawa senjata lengkap, dan dengan kondisimu yang seperti ini, takutnya kau tidak akan bisa mengalahkan satu orang pun." ucapnya dengan wajah serius.
"aku tidak peduli jika mati melawan mereka, tapi aku tidak akan bersembunyi seperti pengecut." ucap pria itu dengan arogan. Karena kesal Jeni mematok titik akupunturnya, "jangan keras kepala!" ucapnya sembari membawanya ke atap kamarnya.
Setelah mengikatnya di pilar atap kamar, Jeni mengganti pakaiannya sembari berjalan menuju pintu, "kalau kau ketuk terus, bisa-bisa roboh pintu ini." ucapnya seraya membuka pintu kamarnya. Pria yang mengetuk pintu sontak mundur selangkah, "siapa kau!? dan, kenapa bisa disini!?" ucapnya menatap wajah Jeni.
Dengan melipat tangannya Jeni menjawab, "seharusnya aku yang bertanya, siapa dan kenapa kalian disini!?" ucapnya dengan wajah datarnya itu. Tanpa basa-basi pria itu langsung menerobos masuk kedalam bersama orang-orangnya, "aku tau kau disini! cepat keluar!" ucapnya melihat seisi ruangan.
"oh, siapa yang kalian cari?" ucap Jeni sembari berjalan kearah tempat tidurnya. Tak seorangpun menghiraukannya. "tuan, kami tidak menemukan orangnya." ucapnya setelah menggeledah seisi ruangan.
Pria itu langsung menarik Jeni dan memojokkannya ke dinding, "katakan! dimana kau sembunyikan dia!?" ucapnya dengan menancapkan belati di dekat wajah Jeni. Dengan tenang ia mencabut tusuk konde konde di rambutnya, "aku tidak tahu siapa yang kau maksud. Tapi, jika kau macam-macam… tanggung resikonya." ucapnya sembari mendekatkan benda itu di leher pria itu.
"lancang!" ucap para pengawal itu menodongkan pedangnya kearah Jeni. Pria itu terus menatapnya, "kau tidak takut?" ucapnya sembari mendekatkan wajahnya. Dengan tersenyum Jeni menjawab, "seharusnya mereka yang takut." ucapnya menoleh kearah orang-orang disekitarnya.
"menarik, benar-benar menarik." ucap pria itu melepaskan Jeni. "ayo kita kembali." Ucapnya sembari keluar dari kamar Jeni.
"jika berjodoh, kita akan bertemu lagi." ucap pria itu dengan melambaikan tangannya.
brak… Jeni membanting pintunya dengan keras, "semoga tidak ada hari seperti itu." ucapnya sembari membalikkan badannya. Setelah melihat orang-orang itu keluar dari penginapan Yuyun, Jeni langsung menurunkan pria tadi, "maaf membuatmu menunggu lama." ucapnya menotok kembali titik akupunturnya.
"kenapa semakin parah?" ucap Jeni memeriksa meridian pria itu. Pria itu pun menjawab, "tidak ada yang bisa mengobatinya, kau juga tidak akan bisa!" ucapnya menarik tangannya.
"tutup mulutmu sendiri atau masih perlu bantuanku?" ucapnya Jeni menarik tangan pria itu lagi. "ajaran Aqira akhirnya berguna untuk hari ini." batin Jeni mulai mengobati pria itu.
Tempat perjudian terbesar adalah tempat kedua yang di kunjungi oleh Aqira setelah dari paviliun Yuyun. "Nona, kenapa kita kemari?" ucap Rui yang berjalan di belakang Aqira. Sontak ia menjawab, "tentu saja mencari uang." ucapnya sembari menoleh kearahnya.
"mencari uang?" ucap gadis itu kebingungan.
Aqira melangkah masuk kedalam seraya melihat sekelilingnya, "patut di acungi jempol, tempat ini tak kalah mewah dengan di zaman modern."
Setelah mengaguminya sejenak, Aqira langsung menuju meja perjudian. Dalam setengah jam, ia berhasil meraup keuntungannya. Bermodal satu tael perak menjadi seratus tael emas. Melihat cerdiknya Aqira mendapatkan itu semua, mulai menarik perhatian pemilik tempat itu.
Seorang pria menghampirinya, "tuan, melihat keterampilan mu tuan kami ingin bertemu denganmu."
"tuan? siapa tuanmu?" ucap Aqira yang fokus mengocok dadu. "pemilik tempat ini." ucap pria itu. Seketika suasana menjadi sepi dan hening dibuatnya.
Aqira menghentikan tangannya yang mengocok dadu, "tempat ini adalah tempat perjudian terbesar di dinasti ini. Walau begitu, tidak pernah ada yang mengetahui siapa pemilik dari tempat ini, dalam artian… sangat dirahasiakan. Dan karena hal inilah nilai sejarah ku jadi jelek." batinnya merenung sejenak.
"kalau begitu… ini kesempatan mendapat jawabannya!" gumamnya mengubah ekspresinya.
"bagaimana, Nona?" ucap pria itu menatap wajah Aqira. Spontan ia berdiri dan berkata, "tunjukkan jalannya." ucapnya sembari melempar dadu tersebut.
"silahkan ikuti saya." ucapnya sembari menunjukkan jalan.
Aqira di arahkan ke sebuah ruangan di lantai dua oleh pria itu, "silahkan masuk, Nona." ucap pria itu mempersilahkannya masuk.
Penjagaan diluar sangat longgar, tapi saat dia melangkah masuk kedalam ruangan itu, Aqira dapat merasakan seperti sedang diawasi oleh seseorang. Dan dia mulai berhati-hati dengan setiap pergerakannya.
Setelah melihatnya masuk, seorang pria tiba-tiba keluar dari balik tirai. Melihat wajah pria itu membuat Aqira terkejut, "dia… dia adalah…" batinnya membuka matanya lebar-lebar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments