"Minta maaf!!" Tegas Winter, "Minta maaf pada paman dan bibi!" Pria itu menatap tajam Flo.
Meski Flo tidak merasa dirinya bersalah namun dia tidak akan banyak melawan Winter. "Maafkan ketidaksopananku paman Osbert dan bibi Leana." Flo menundukkan kepalanya dengan hormat.
Osbert memasang wajah tidak suka yang sangat kentara, namun dia tidak ingin memperpanjang masalah ini lagi karena baginya mendapatkan kepercayaan hingga terlihat baik dimata Winter adalah yang utama saat ini.
"Baiklah."
"Flo ikut denganku!" Winter yang baru saja tiba memohon undur diri pada ayahnya dan berlalu dari sana.
"Baik." Flo menahan senyum dibibirnya dan mengikuti Winter.
Setelah Winter dan Flo berlalu, Osbert dan Leana pun juga pamit pada Michael.
"Mengapa Winter seperti itu? Mengapa aku melihat Winter seakan goyah pada anak kurang ajar itu?? Bukankah Winter masih sangat membenci Flo?!!" Leana menatap suaminya dengan cemas.
Osbert menghela nafasnya kasar, "Hubungan mereka memang sangat rentan meski terikat dengan pernikahan politik. Pria tetaplah pria, tidak ada satu orangpun yang tahu cinta antara pria dan wanita. Kita harus ingat bahwa benci dan cinta itu satu. Bagai bagian depan dan belakang sebuah kertas."
"Apa maksudmu??" Leana semakin tidak memahami ucapan suaminya.
"Rasa benci itu adalah perasaan yang sangat dalam, tidak berbeda dengan cinta. Orang yang dilanda rasa cinta akan selalu merindukan pasangannya, begitu pula dengan orang yang dipenuhi rasa kebencian. Dia tidak akan bisa melepaskan orang itu dari pikirannya. Dan hanya diperlukan waktu sekejap saja perasaan itu bisa berbalik, seperti membalikkan sebuah kertas."
Leana memahami maksud suaminya, lalu dia menelan ludahnya kasar. "Setelah kakak tertua meninggalkan Luckingham kita harus segera bertindak dengan anak pelacur itu agar Winter tidak akan terpengaruh."
Osbert menganggukkan kepalanya setuju pada istrinya.
****
Winter membawa Flo ke bagian barat dari istana, rumah tempat tinggal Flo. Para pelayan selalu menyebut bagian rumah Flo sebagai 'istana bunga' karena memang bagian rumah Flo dikelilingi banyak tanaman dengan aneka bunga yang indah.
Pria itu masuk terlebih dahulu kedalam tempat Flo tinggal dan menghela nafasnya.
Rasanya bisa dihitung jari dia menginjakkan kakinya kesini dan berbicara dengan Flo, padahal Flo sudah tinggal di Luckingham sejak berumur 6 tahun dan sudah selama itu juga Winter membenci wanita ini.
"Silahkan duduk Winter." Flo mempersilahkan pria itu duduk setelah memerintahkan para pelayan membuatkan teh.
Winter berdecih melihat tulisan kaligrafi tangan pada dinding, "100 langkah menjadi Grand Duchess Ferkalon??"
"Ah itu." Flo tersenyum kecil, "Itu sudah 5 tahun yang lalu saat aku menulisnya."
"Jadi kamu merasa itu sudah lebih dekat? Apa kamu benar benar setidak tahu malu itu?!" Sinis Winter.
Flo hanya tersenyum, dia memahami maksud pria dihadapannya ini. Mungkin memang Flo sudah mendapatkan status yang dia impikan, namun tidak serumah bersama, tidak melewati malam pertama mereka bahkan Flo juga tidak diakui sebagai istri oleh Winter. Baginya mimpi itu terasa masih sangat jauh.
"Kamu sudah bertambah dewasa sekarang Winter."
Winter mengernyitkan alisnya mendengar jawaban Flo.
"Kamu lancang sekali mengolok olok kepala keluarga Ferkalon?!" Decih pria itu.
"Mana mungkin aku berani, aku begini tentu saja karena senang." Flo menyeruput tehnya dan memandang Winter. "Sejak pertemuan pertama kita saat aku berumur 6 tahun, saat pertama kali aku menginjakkan kaki di Luckingham, saat ayahmu membawaku kesini. Saat beliau berkata aku akan tinggal disini sebagai teman main untukmu, dan kelak menjadi istri masa depan untukmu."
"Apakah kamu tau betapa bahagianya aku saat itu?" Flo tersenyum manis.
Winter menipiskan bibirnya, bagaimana dia bisa lupa saat kejadian itu. Hari dimana ayahnya membawa pulang seorang gadis kecil berusia 6 tahun yang terpaut 7 tahun darinya. Sang ayah dengan gamblangnya mengakui bahwa Flo adalah anak dari mendiang sahabatnya, sahabat yang dia cintai.
Kenyataan itulah yang membuat Eliz, ibu Winter sedih dan hancur sampai menderita sakit dalam waktu yang lama.
Belum lagi perlakuan Michael yang begitu mengistimewakan Flo ketimbang Winter dan keponakan keponakan Ferkalon lainnya yang juga tinggal di Luckingham.
Padahal semua orang tau bahwa Flo hanyalah orang luar dan tidak memiliki status apapun.
Sampai pada akhirnya Michael mengeluarkan keputusan besar, Winter akan dinobatkan menjadi kepala keluarga Ferkalon jika hanya dia bersedia menikah dengan Flo. Kenyataan ini memperburuk kondisi kesehatan Eliz dan akhirnya Eliz meninggal dunia saat Winter berusia 15 tahun hingga menoreh luka dalam dan kebencian bagi pria muda itu untuk Flo.
Bagi Winter, Flo adalah penghancur kehidupan keluarganya.
Flo bangkit berdiri dan mendekat perlahan kearah Winter, "Sejak pertama kali itu dan hingga sekarang, aku sudah menjadi satu satunya wanita untuk kamu." Lalu Flo mendekatkan wajahnya pada Winter hingga bibir mereka bertemu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments