...Kenangan mantan terbuka kembali hanya karena Sang mantan datang dan menghancurkan pendirian dengan sekali senyum manisnya....
...•°•🦋•°•...
"Lepas Alvin!" Yaya memberontak tak mau.
"Masuk!" Perintahnya mutlak. Alvin nampak serius, wajah datar dengan tatapan tajam menambah kesan dingin di wajahnya. Bukan hanya perilakunya yang terkesan dingin tak mau diperintah.
"Gak mau! Gue datang sama teman-teman gue, yah pulang juga harus sama mereka. Minggir lo!" Yaya mendorong pelan Alvin, ia hendak berusaha pergi, namun Alvin tentu saja tak membiarkan hal itu terjadi.
Alvin dengan cekatan membopong Yaya layaknya karung beras, menjatuhkan Yaya di kursi penumpang samping kursi pengemudi.
"Aw!. Alvin lo gak ada akhlak sialan!" Pekik Yaya kesal.
Alvin masuk kedalam mobilnya, di bagian pengemudi.
"Pake sabuk pengamannya." Titah Alvin, dan wajahnya tak pernah berekspresi. Datar macam kanebo kering.
Yaya menahan kesal yang membeludak didalam tubuhnya. Ia menarik sabuk pengamannya, namun jujur dirinya tidak pernah bisa memakai sabuk pengaman dari jaman Sd ampe berkepala dua.
"Kalau gak bisa bilang." ucap Alvin, mencondongkan tubuhnya untuk memakaikan sabuk pengaman milik Yaya.
Dengan jarak yang hanya beberapa inci saja, mampu membuat Yaya mencium aroma parfum Alvin yang sangat maskulin. Bahkan Yaya rela memejamkan mata demi menghirup parfum Alvin yang memabukkan.
Tak.
"Akh..." Yaya mengaduh saat jentikkan jari pada dahinya menimbulkan suara dan itu sangat menyakiti dahinya.
"Kamu mau apa maju-maju gitu, sambil merem pula." goda Alvin dengan tersenyum geli mengingat kejadian bodoh beberapa menit lalu.
Yaya tak berani menatap, ia memalingkan wajah pada kaca jendela mobil. Menutupi semburan merah, merutuki kebodohan dan menahan rasa malu. Sungguh tadi hanya refleks belaka karena aroma parfum Alvin sangat menenangkannya.
Beberapa jam diperjalanan akhirnya sampai pada kampung rumah Yaya. Kampungnya memang jauh dari ibu kota. Tapi masih termasuk wilayah ibu kota jakarta.
"Yaya, tunggu!" panggil Alvin yang baru saja keluar dari mobilnya. Melangkah mendekat pada Yaya yang tadinya hendak langsung masuk kedalam rumahnya. Ia menyodorkan punggung tangannya.
"Cium tangan, simulasi jadi istri yang baik."
Yaya menjadi patung selama beberapa menit. Bahkan mata Yaya tidak berkedip selama ia menjadi patung.
"Yaya?"
Yaya mengerjapkan matanya bingung. Ia refleks mencium punggung tangan Alvin.
Alvin tersenyum dibuatnya. "Aku pulang dulu ya." ucapnya lebih ke bisikan lembut di indra pendengar Yaya.
"Yaya. Kamu kenapa disitu mulu? Bukannya masuk!" ucap Ibu Yaya heran. Ibu Yaya baru saja pulang belanja dari tukang sayur yang tak jauh dari rumahnya.
Yaya mengerjapkan mata berkali-kali sebelum akhirnya menyadari. Dan berlari pergi kedalam rumahnya.
...-oOo-...
Yaya menghempaskan tubuhnya kasar ke kasur miliknya. Lelah dan malu sekali meladeni sikap Alvin yang sangat aneh.
"Yaya. Kamu kenapa sih? Datang-datang muka ditekuk." tanya Audy yang berdiri diambang pintu kamar Yaya, melihat Yaya yang nampak lelah sekali.
"Ibu, bisa kali Yaya batalin perjodohan ini?" tanya Yaya bernada merengek.
"Gak bisa atuh Ya, 'kan udah sepakat. Kamu teh gimana sih!"
Yaya menghela nafas kasar, kembali merebahkan diri dengan posisi tengkurap.
"Emang kamu kenapa, Ya? Yang anterin kamu pulang si Alvin, kamu jalan ama Alvin?" tanya Ibu Yaya dengan raut wajah penasaran.
"Yaya benci Alvin, bu! Yaya benci banget, benci benci banci!" seru Yaya penuh ambisi.
"Salah ngomong kamu tuh. Benci bukan banci." Beritahu Ibu Yaya sembari tertawa renyah ulah anak sendiri.
"Ah Ibu mah koreksi perkataan Yaya terus!" cibir Yaya kesal.
"Atuh kalau salah mah harus ditegur, Yaya."
Bibir Yaya mencibik kesal, bahkan ia meremas bantal yang dipangkunya. Yaya sudah mengganti posisi menjadi duduk sejak Ibunya menanyakan Alvin.
"Yaudah, atuh. Ibu masak dulu. Kamu mau makan apa?" tanya Ibu Yaya.
"Balado jengkol sama sambal pete." ucap Yaya senang. Karena yang ia sebutkan adalah makanan kesukaan dirinya.
"Eh jangan! Kalau si Alvin main kamu bau jengkol 'kan gak lucu. Udah ibu masuk sop ayam." Tolak sang Ibu mentah-mentah. Padahal dia yang bertanya, membuat Yaya kesal saja. Yah gak usah nanya dong kalau ujungnya ngambil keputusan sendiri.
"Ih ibu! Udah lama Yaya gak makan balado jengkol bu, sekali aja bu." Bujuk Yaya. Jujur balado jengkol itu seperti makanan terenak didunia untuk Yaya. Tak ada yang menandingi kenikmatan rasanya.
"No, no, no. Gak boleh! Ibu masak dulu ah." Sang ibu melongos pergi dari kamar Yaya, membuat Yaya mau tak mau menahan kesal kepada Ibunya sendiri.
Selang beberapa jam, Yaya terbangun dari tidur siangnya. Tidak sadar bahwa ada orang selain dirinya dikamar Yaya. Yaya terduduk dengan mata yang masih menyipit untuk menetralkan rasa peningnya.
"Udah bangun?" Suara low bass milik Alvin terdengar begitu saja tanpa terlihat orangnya.
Yaya mengerjapkan mata berkali-kali, dan menepuk pipinya takut-takut dirinya bermimpi.
"Ini calon suami kamu benaran, Ya." ujarnya. Ia mendekat pada kasur Yaya, dan Yaya berhasil menangkap sosok Alvin dengan pakaian lengkap ala kantoran.
"Nga-ngapain lo dikamar gue?!"tanya Yaya marah.
Hanya senyuman tipis yang mampu membuat Yaya bungkam, Alvin berjalan menjauhi kasur Yaya. Berdiri di ambang pintu kamar Yaya.
"Aku tunggu diluar." ucapnya terlampau datar.
Yaya menekuk alis bingung. Alvin menunggu siapa diluar? Dirinya kah? Tapi untuk apa? Oh god hanya Alvin yang bisa membuat Yaya berfikir keras selain menyelesaikan soal Mtk.
"Tunggu! Nunggu siapa lo diluar?" tanya Yaya polos. Lebih tepatnya bodoh, atau mungkin efek baru bangun jadi Yaya terlihat sangat konyol.
"Ya nunggu kamu lah, masa iya nunggu Mang Ucup." ucap Alvin bernada candaan.
Yaya menggeplak kepalanya sendiri karena merasa bodoh.
"Yaya, jangan nyakitin diri kamu sendiri!" beritahu Alvin mengambil alih tangan Yaya yang sedang memukul pelan kepalanya sendiri.
"Jauh-jauh lo!" seru Yaya kesal, mendorong tubuh Alvin sampai Alvin mundur dua langkah.
"Cuci muka, atau mandi dulu sana. Aku tunggu diluar." ucapnya lagi-lagi tak bernada dengan wajah tak berekspresi.
"Gue gak mau jalan sama lo!" ucap Yaya dengan penuh percaya diri.
"Aku gak ngajak jalan kamu. Lagi pula kita suruh jaga rumah, karena ibu ayah lagi kondangan." jelasnya.
DEG!
Malunya udah sampai pucuk teratas. Rasanya Yaya ingin sekali menenggelamkan wajahnya di sungai Han, dan menjalin kisah dengan Jung Jaehyun tanpa bertemu Alvin lagi untuk selamanya. Oke fiks Yaya terlalu berhalu!
"Dari dulu gak pernah berubah, gemesin mulu." ucap Alvin dan uniknya ia mengatakan hal itu tanpa ekspresi apapun. Itulah keunikan Alvin. Berucap gemes tapi aslinya gak gemes. Atau mungkin udah bawaan oroknya gak punya ekspresi. Mungkin juga Alvin gak pernah nangis pas bayi mukanya lempeng aja.
Yaya diam saja saat Alvin berkata seperti itu. Ia terlalu malu untuk meladeni Alvin.
"Aku tunggu diluar yah." pamitnya.
Setelah melihat Alvin keluar, Yaya menonjok-nonjok bantalnya untuk mengutarakan kekesalan dan kebodohan dirinya.
Ceklek.
"Mau ngambil Hp." ucap Alvin tanpa dosa. Mengambil Hpnya dinakas dekat kasur Yaya.
Alvin tersenyum dan menurut Yaya senyumnya aneh, karena hanya sudut bibirnya saja yang terangkat ibaratnya senyum miring. Hell sepertinya Yaya tahu mengapa dia tersenyum seperti itu. Sudah tentu mengejek Yaya yang bertingkah konyol.
"Lanjutin, Ya. Bantalnya biar empuk yah Yaya. Aku tunggu diluar." Alvin menutup pintu kamar Yaya, dan disitu pula Yaya berteriak malu.
...🦋°•Berjodoh sama Mantan•°🦋...
Di malam hari, akhirnya Yaya bisa tenang. Alvin sepertinya sibuk dan tak bisa mengajak jalan Yaya. Itu bagus untuk Yaya dan juga kesehatan jantung Yaya.
Sejujurnya jantung Yaya itu suka berdetak lebih cepat dari biasanya jika dekat dengan Alvin. Tapi ia selalu menimang-nimang apa benar dirinya akan menikah dengan Alvin. Atau dia memang sedang dipermaikan oleh takdir.
Jika memang hanya dipermainkan tolonglah jangan buat Yaya baper. Tapi itu mustahil apa yang sudah ditakdirkan-Nya mana mungkin diubah-ubah, apalagi sampai dipermainkan seperti itu. Tuhan gabut sekali jika memainkan takdir umatnya.
"Yaya. Ada Tata sama Arsen dibawah." beritahu Ibunya Yaya.
Yaya tersenyum senang mendengar kedua temannya datang. Ia berlarian dari kamar kelantai bawah.
"Tata!!"panggil Yaya senang. Ia memeluk Tata erat.
"Ke gue enggak nih?" tanya Arsen, dan langsung mendapat pelototan dari kedua orang tua Yaya.
"Bercanda Om, Tante!" ucap Arsen cepat.
"Kalian harus denger cerita gue! Pokoknya ini gila dan bencana banget buat gue. Ayok kekamar!" Yaya menarik Tata dan Arsen untuk kekamarnya tapi tangan Arsen dicekal oleh sang ayah.
"Ayah mau ngomong sama Arsen." ucap Ayahnya Yaya.
Arsen menelan ludah dengan kasar. Damagenya bukan main! Kumis tebal ayah Yaya membuatnya merinding apalagi tatapan intimidasinya itu.
"Apaan sih, ayah! Arsen harus ikut Yaya biar tahu kekesalan Yaya." bantah Yaya, dan menarik paksa Arsen.
"Kamu itu, Ya. Udah dewasa tapi kelakuan kayak anak kecil." cibir Ibunya Yaya, sambil menaruh kopi Ayah Yaya dimeja dekat sofa yang diduduki ayah Yaya.
"Biarin sih! Pokoknya jangan ganggu." Yaya menarik kedua sahabatnya menuju kamar.
Dikamar bukannya menceritakan unek-unek Yaya. Mereka malah mabar mobile legend.
"Ah! Lu mah Ya, bukan lawan malah kabur!" seru Arsen jengkel.
"Ntar kalau gue mati kain kafinin yah ama lo!" sahut Yaya kesal juga.
"Lucu lu Ya!" ujar Tata sedikit tertawa, namun kembali serius.
Ceklek.
"Usia kalian berapa sih? Udah dewasa juga, masih aja kayak bocah. Nih, makan cemilannya jangan lupa. Awas kalau gak abis!" ucap Ibu Yaya.
Yaya, Arsen maupun Tata tak menjawab. Asik bermain game online.
Ibu Yaya menghela nafas dalam, dan menaruh cemilan yang berisi kue kering pada nakas dekat kasur Yaya dan gemas melihat pantat Arsen yang menungging.
"Aw aduh-duh. Tante kok cubit pantat Arsen sih?!" seru Arsen kesal, mana gamenya kalah karena cubitan ibu Yaya.
"Lagian main game kok nungging-nungging." ucap Ibu Yaya sambil terkekeh geli.
"Itu namanya strategi main game online Tan," jelas Arsen dengan wajah sombongnya.
"Alah taik kupret lo! Bilang aja lagi nahan boker, tadi aja lo kentut mulu!" cibir Tata tanpa dosa.
"Heh, patut ini kamar Yaya wanginya beda!" ucap ibu Yaya, berkacak pinggang.
"Maaf, Tante kelepasan." ujar Arsen tak enak hati.
Tata dan Yaya hanya tertawa renyah melihat wajah was-was Arsen.
"Bercanda Tante. Nih makan, harus abis yah." Setelah mengatakan itu ibu Yaya keluar dari kamar Yaya.
Arsen menatap tajam kedua sahabat laknat itu.
"Ngakak, Ar." ucap Tata masih dengan tawanya.
"Nih, makan ngakak!" Arsen memasuki Tata keketiaknya membuat Tata memberontak, sedangkan Yaya tertawa terbahak-bahak melihat tingkah absurd kedua sahabatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Pinaru ayu
Kata-katanya CAKEP POLLLLL
2022-05-12
0
¡🐰<«Yury_An »>🐰¡
anjirr bengek pluss ngakak😭😂
2022-01-08
0