Delapan tahun lalu.
Suatu tempat di sekitar Kerajaan Fyord, tepatnya sebuah kediaman bangsawan. Siluet seorang pria terlihat melintas pada jendela koridor. Semuanya cukup gelap, pencahayaan pun berasal dari lentera bawaannya.
Dia tiba di hadapan sebuah pintu.
Di dalam merupakan kamar dengan dekorasi unik, lebih mewah dari kebanyakan ruangan anak pewaris. Benar, pemilik tempat ini adalah seorang anak laki-laki. Yang kebetulan penyuka seni.
Menyadari kedatangannya, anak itu menoleh belakang tanpa membiarkan pegangan lepas dari meja belajar. “Paman ... ada apa, datang malam-malam begini?”
“Irving. Tidak, bukan apa-apa.” Dia perlahan mendekat dan memegang pundak anak itu. “Paman hanya ingin menemuimu sebelum pulang.”
Anak itu membuat wajah yang mengatakan ‘oh’, fokusnya kembali pada kertas berisi gambaran payahnya. Apa yang diilustrasikan bukan hal kekanakan normal. Dia menggambar perundungan tiga orang pada seorang anak.
Salah satu dari tiga itu adalah si penggambar sendiri.
“Anak itu— Anak rakyat jelata yang biasa di dekatmu?”
“Ya, pagi ini aku menghancurkan harapan orang bodoh itu. Dia bukan apa-apa bagiku, soal kakaknya yang jadi Archmagus pasti bohongan! Lagipula dia lemah banget.”
Sang paman tersenyum bangga, tangan didaratkan pada kepala untuk memberi elusan seorang paman yang agak kasar. “Ini baru keponakanku….” Dia merangkulnya, mendekatkan wajah pada kuping kiri Irving. “Kamu harus meneruskan impian paman, semua rakyat jelata itu harus….”
“Dimusnahkan.”
“Anak pintar.” Sang paman melepasnya, berjalan menuju jendela. “Benar, rakyat jelata adalah sesuatu yang tidak dibutuhkan di dunia ini! Kamulah orang terpilih yang bisa melakukannya.” Dia memandangi hujan di luar sembari meraba kaca.
“Ya, Paman Nigel!”
Oswald keparat—Kali ini kau pasti akan kalah! Bersiap-siap untuk kehilangan segalanya ketika terus membusuk di rumah kampungan itu. Keponakan perempuanmu sudah tidak ada. Terpuruklah dirimu.
****
Sekarang, mari kembali ke masa depan. Ini adalah tahun 1315, saat ini anak bernama Irving Von Reissel telah berusia 15 tahun. Dia memasuki satu-satunya akademi sihir di barat Fyord, Eisenwald.
Kerajaan Fyord hanya menyediakan pendidikan intensif bagi anak 15 tahun ke atas. Masa sekolahnya adalah tiga tahun, selama itu para murid dituntut mempelajari segala ilmu pengetahuan dan menguasai kekuatan sihir mereka.
Lebih penting lagi adalah menemukan jati diri.
Saat ini Irving tengah menghadap konselor sekolah.
“Reissel, ini kelima kalinya semenjak masa pendaftaran. Dua kejadian sebelumnya, beberapa anak kelas biasa kau buat putus sekolah. Sekarang bertarung dengan salah satunya— Apa yang kau pikirkan?”
Irving duduk dengan kaki menaiki lutut sambil menyilangkan tangan. “Itu salah mereka sendiri berlaku seenaknya, padahal cuma kelas rendahan bodoh tak bermartabat.”
“Martabat? Oh, jadi kau sebut perundungan dan eksploitasi manusia itu kehormatan?” Konselor mengusap-usap rambutnya menjadi agak berantakan. “Kalian bangsawan sulit sekali dimengerti akal sehatnya ya…,” gumamnya.
Nama konselor ini Machias Timaeus, dia memang agak berbeda dari kebanyakan pembimbing konseling.
Machias menghela napas, meletakkan tumpukan kertas yang baru diambilnya dari laci. “Gunakan ini untuk menulis permintaan maaf, sisanya adalah tugas demi mengembalikan empatimu. Tentu, jangan harap bisa ke mana-mana tanpa pengawasanku. Datanglah tiap hari.”
“Hmph.”
Irving akhirnya diperbolehkan keluar, dia langsung membuang semua kertas hukuman di tengah koridor ini, tanpa peduli akan kena marah.
Seluruh siswa yang menyaksikan, sepanjang waktu hanya memandangi anak itu dengan tatapan menjengkelkan baginya, setidaknya hingga tak terlihat setelah belok menuju titik buta.
Dia pikir siapa dirinya? Menyalahkanku memahami apa pun, semua guru di sini hanyalah gangguan! Kelas menengah mana tahu pentingnya pembedaan strata. Mengapa ... paman memasukkanku kemari?
“Minggir!” Irving dengan paksa menabrak pundak seseorang di depan.
Orang itu sampai agak terhuyung dan menjatuhkan buku bawaannya, langsung nampak ekspresi kesal darinya. “Apa yang kau lakukan!?”
Berkat itu perhatian tertuju padanya. Durasi makin memanjang ketika Irving mencapai barisan orang di depan klinik sekolah, semuanya bubar dengan sebuah dorongan kiri dan kanan.
“Apasih masalahmu!?”
“Oi, dia yang katanya bertarung dengan si ledakan itu!”
“Serius? Buat apa bangsawan elit sepertinya sampai berurusan dengan si lemah itu?”
“Pasti itu, katanya si ledakan pernah mempermalukannya di arena.”
“Haha, pantas saja. Singkatnya kejadian vila itu adalah ajang balas dendam baginya? Menggelikan sekali.”
“Ya … jika dipikir-pikir semua yang dilakukannya hanya untuk kepuasannya sendiri, bahkan aku lebih menyukai si ledakan! Benar-benar, apa sih yang dilakukannya…?”
Gigi digertak, kening dan tangannya mengeras. Serasa terjadi ledakan besar yang sulit dibendung tubuh manusianya. Namun, yang paling membuat kesal adalah fakta bahwa Zale Llyod dianggap lebih tinggi oleh orang-orang.
Mendengar namanya saja, dia merasa ingin menghapus memorinya.
Dia melangkah dengan wajah marah, menuju taman. Di situ duduk pada kursi panjang dengan sandaran, menghadap langsung satu-satunya pohon besar di sini.
Kenapa … kenapa jadi seperti ini? Bukankah aku pemenangnya?!
Irving memberantakan rambut sangat kasar, poninya jadi menutupi kedua mata.
Sekarang masih jam istirahat, makanya banyak siswa berkeliaran di sekitar. Beberapa menonton Irving yang marah-marah sendiri, kemudian pergi dengan pikiran menganggapnya orang gila.
“…!?”
Entah berapa lama waktu berlalu. Meskipun tahu orang-orang akan menghindarinya tiap kali lewat, mau bagaimana pun ini terlalu hening untuk seukuran sekolah. Pasti ada sebuah kesalahan.
“APA?”
Yang dikhawatirkannya benar-benar diluar perkiraan. Bagaimana tidak? Semua orang tak bergerak, seakan ‘waktu’ mereka dihentikan secara misterius. Segalanya berwarna ungu. Tak satu pun energi sihir dan tanda kehidupan dapat dirasakan.
Ini sihir? Jika ya, dia tidak pernah melihat yang seperti ini.
“Wah, buat apa linglung begitu?” Suara seorang gadis muncul secara mendadak dari belakang.
Namun, Irving tidak bisa menemukan pemiliknya.
“Kamu menyedihkan ya … tak seorang pun menganggap tindakanmu benar. Dalam hitungan detik, semua pengaruh darimu hilang ditelan jurang tak berdasar.”
Di mana, di mana dia?!
“Kamu pasti berpikir dirimu orang pilihan, bukan? Membuang-buang waktu dalam delusi tanpa dasar.”
“DIAM! TUNJUKKAN DIRIMU, PENGECUT!”
“Pengecut? Hehahahahaha … oh sungguh imut, ‘tinjikkin dirimi, pingicit’ pfftt– DASAR BAJINGAN DUNGU! RASAKAN SUDAH, JATUH DALAM GENANGAN TERENDAH DALAM HIDUPMU! BAGAIMANA RASANYA DIPERLAKUKAN SEPERTI BABI OLEH MEREKA?”
Irving yang kaget memilih mengeluarkan Rapier dari sarung. Bersiaga melakukan penggambaran dengan ujung lancipnya.
Sebenarnya hingga titik ini dia belum tahu seperti apa sihir si gadis. Yang pasti ini bukanlah dunia yang diketahuinya, kemungkinan sebuah dimensi khusus. Analoginya seperti manusia yang tak dapat melihat hantu, tapi sebaliknya bisa.
Benar, bagai sebuah alam gaib.
“Jelaskan omong kosong yang terjadi saat ini!”
“Wah, kukira kamu ini bodoh. Hehehe– Oh, maksudmu mereka? Kupikir kamu tidak peduli, kenapa baru sekarang bersikap seperti anak baik?”
“HA? Aku tidak punya waktu bermain denganmu, datangi anak-anak bodoh lainnya saja!”
“Nggak mau berterima kasih nih, berkat sihirku gangguanmu jadi makin berkurang ‘kan? Benar-benar … Irving, kamu orang yang aneh ya.”
Dia mengetahui namaku?!
Demi menenangkan diri, si bangsawan pirang sengaja menggunakan sihir angin untuk menciptakan tornado yang dapat memotong segalanya. Bahkan sekedar tekanan angin mengujur tidak memberi efek apa pun. Gadis itu masih enggan menunjukkan diri.
Cih, tembok ruang ini tidak bisa hancur.
Di depan muncul semacam distorsi ruang, seperti lubang cacing yang tercipta melalui pecahan komponen dimensi. Darinya keluar sosok yang diduga dalang fenomena aneh ini.
Gadis cantik pirang yang poninya terikat menjulang ke belakang, dia lebih pendek dari Irving. Gaya berpakaiannya cukup eksotik untuk sekelas bangsawan.
Dari keluarga apa gadis pendek ini? Wajah yang sangat asing, selain itu gaya berpakaian negeri mana? Kenapa keanehan sepertinya tidak terdeteksi oleh orang-orang bodoh Eisenwald?!
“Namaku Isca Adler, aku datang untuk menggunakanmu sebagai pion.”
Pion katamu? Jangan bercanda!
Mendengar seseorang tiba-tiba ingin menjadikannya pion, rasanya seperti suatu kegilaan melampaui batas. Dalam kasus normal, pendengar akan lebih agresif melawan balik sang pencetus.
Namun, yang dilakukan Irving agak berbeda. Meski marah, dia masih tenang.
Dia menancap ujung Rapier ke tanah, mengebornya dengan putaran angin yang lama-kelamaan tekanannya merembes ke permukaan, menyebabkan gemuruh udara di ruang hampa ini.
Bicara soal hampa, Irving sendiri baru sadar. Bagaimana bisa ada angin?
Irving berhenti mengebor. Lagipula percuma diteruskan, segalanya keras bagaikan berlian. Padahal semua ini transparan.
Jika kabur tidak bisa, berarti hanya ada satu cara. Sebuah percobaan yang tidak etik– Bukan waktunya mengkhawatirkan itu. Aku harus pergi hidup-hidup!
Gigih, tapi efektif, diseretnya Rapier membentuk garis lurus. Ujung atas dan bawah membengkok membentuk lingkaran tersambung. “Spit Trace.” Meluncur cairan kemerahan yang merembes keluar dari telunjuk menuju lingkaran. “Battle Pallet.” Warna itu menciptakan garis demi garis hingga jadi sebuah palet lukis.
“Hoo, mencoba melukisku?”
Frustasi karena diremehkan, Irving pun menggunakan ujung senjatanya untuk mencampur biru dengan merah, lalu Rapier diposisikan lurus vertikal sejajar dada. “Enyahlah, Pick Tick!” Dia pelintir lengan agar efek hantamnya diperkuat, ketika melontar bagai tombak.
“Sayang sekali,” ucapnya remeh dan main-main. Dengan santai meregang kedua tangan, membiarkan pertahanan terbuka lebar.
Pick Tick menembus melewati tubuhnya, seakan benar-benar tak tersentuh fisiknya. Rasanya seperti menyerang sebuah ilusi yang memanfaatkan optik.
HAH? Bukankah dia penyihir ruang? Aku tidak pernah ingat adasubstitutesemacam ini!
Isca dengan santai berjalan mendekat. “Wah, wajahmu seperti anak burung yang didorong induknya untuk terbang.” Sekali jentikan, segala bentuk fisik sihir Irving menghilang dari mata. “Mencari akses masuk gedung tanpa pintu dan jendela, tidaklah mudah.”
...?!
Ditandai visi melebar, ketakutan dan ketidakberdayaan menyertai pria ini. Fisiknya gemetar bagai boneka rusak. Entah sadar atau tidak, kaki dilangkahkan mundur dimulai yang kanan, gantian dengan kiri.
“Wanita keparat, apa kau tidak tahu siapa aku? AKU! PEWARIS BANGSAWAN PALING ELIT DI DUNIA, VON REISSEL! TAK ADA AMPUNAN BAGI SIAPA PUN YANG BERANI MELUKAI SEORANG DARI BOREAS– KAU TAKKAN MERASAKAN SEPOTONG ROTI LAGI UNTUK SARAPANMU!!”
MENJAUHLAH!
“Anak Baron sepertimu bilang apa?”
Sebuah jentikan tiba-tiba membuat salah satu lengan Irving terputus dari tempatnya. Darah segar nan kental menyembur keluar, bagai kebocoran pipa air yang lama dibiarkan tertahan.
Bahkan sebelum mulai sadar, lengan satunya mendapat nasib serupa. Kali ini pecah seolah diledakkan dari dalam. Kini keduanya menjadi air terjun kemerahan yang kelamaan menenang.
“AAAAAAAAAA!!!” Irving jatuh dengan bokong duluan. Tersandar sesuatu dengan mata melebar yang kehilangan akal sehat, mulutnya berbusa, dan tubuhnya gemetar hebat. “AGHHH … AAAAAAA!!” Air mata meluber keluar.
SAKIT, SAKIT, SAKIT! TANGANKU!!
Sungguh penampilan memalukan. Rasa takut yang muncul duluan sebelum kejutan, justru memberi efek bumerang. Syok hebat menghentikan kemampuan berpikir kritisnya.
Isca meninggikan wajahnya, nyengir bagai menyaksikan mainan rusak. Menendang pipi pria itu dari kanan hingga kepala jatuh membentur. Si gadis pendek jongkok, meraih kerah baju Irving dan mendekatkan pandangan sinis.
“GGGhhhh….” Irving hanya bisa terus mengerang kesakitan, ekspresinya begitu tersiksa seakan ingin bunuh diri. “B-Bajingan….” Hanya hal sebehat ini yang mampu diutarakan pemilik mata hampa tersebut. Sangat kosong.
Irving sepenuhnya kehilangan kemampuan untuk bicara, baik wajah dan belakang kepala berlumur darah. Berada pada fase dimana tak lagi merasakan kepemilikan tubuh, tinggal hitungan menit sebelum kesadaran terakhir punah.
Namun, jentikan Isca barusan membuat seluruh luka yang dideritanya hilang seketika. Seakan tidak pernah hilang sejak awal.
“…!?” Irving yang reflek duduk menyandar, terheran-heran melihat tangannya yang tumbuh kembali. “….” Rasa syok masihlah tertinggal, sulit mengekspresikan apalagi memikirkan. Kesadarannya masih terpisah ke mana-mana. “Nga– Grhhe– Ufh–“
“Oho, sepertinya tadi aku terlalu kelewatan. Kemampuan kognitif dan motorikmu masih rusak. Sudah kuduga, kamu hanya omong besar, segini saja sudah syok berat. Payah.”
Alasan mengapa dia bisa duduk bersandar meski kemampuan motoriknya terganggu, bagai sebuah checkpoint. Tubuh kembali ke posisi terakhir yang diingatnya, sama persis sebelum sistem sambung kerjanya terputus dari otak.
Hanya sekedar itu.
“Apa pun yang terjadi di sini tak lebih dari mimpi siang bolong. Di luar sana kamu masih duduk dengan wajah marah. Tentu saja, berkat keinginanku sendiri. Sihir ruangku memungkinkan untuk menjebak dalam dimensi dimana ‘waktu’ sepenuhnya hilang.
Karena itu aku bisa mengatur realitas sesuka hati, jika mau aku bisa saja membuat pengalaman tadi terjadi juga di luar sana. Begitulah substitute buatanku sendiri. Void Galaxy.”
Jadi, sihir di dunia ini memiliki banyak cara penggunaan. Itulah Substitute, cabang dari suatu sihir yang memudahkan identifikasi dan fokus tindakan penyihir. Berbeda dengan teknik.
“Jadi, sekarang mau mendengarkan permintaan kecilku? Aku tahu sebentar lagi kemampuan berpikir dan gerakmu kembali berfungsi.”
Benar, saat ini Irving sudah kembali pada keadaannya sebelum terjebak. Tandanya dari sorot mata tajamnya, lalu enyahnya pandangan wajah dari gadis itu, juga satu pukulan keras pada tanah. “Kkhhh ... aku menyerah.”
“Anak pintar.” Isca menjentikkan jari, memunculkan sinar melingkar dari bawah Irving. Cahaya keunguannya perlahan naik dan menyelimuti. Tergambar lingkaran sihir berbentuk bintang di belakang punggungnya. “Compact Inialize.”
Masih bingung, pandangan direndahkannya untuk memeriksa diri. Matanya selalu sepenuhnya tertuju pada telapak. Ia merasa dirantai sesuatu tak terlihat berwarna ungu. Bukan hanya itu. Leher, perut, dan kaki juga terbelenggu. Hingga ketika lingkaran sihir menghilang, muncul tanda bintang pada keningnya.
“Apa ini?” tanya Irving dengan tenang, ia begini karena frustasi. Makanya langsung memaksa mental untuk tetap keras.
SIAL....
“Itu adalah tanda kalau kamu dalam kendaliku sekarang, aku dan korban saja yang bisa melihat.”
SUNGGUH PENGHINAAN....
“Beritahu aku, sampai sejauh ini– Tujuanmu sisi internal bangsawan? Jika demikian kenapa harus repot-repot membuatku terkekang? Harusnya kau bisa menyuapku dengan uang agar rela kerjasama.”
“Itu memang salah satu tujuanku, tapi nanti.” Isca tiba di hadapannya, mengarahkan telunjuk ke kening. “Mengapa harus begini? Karena kamu ini ‘titik keanehan’.”
“Titik keanehan...?”
AKU SANGAT LEMAH!
Ruang tak terlihat ini mulai retak dan langsung pecah, mengembalikan baik Irving maupun Isca pada dunia nyata. Orang-orang yang tadinya terhenti, kembali bergerak dan si anak bangsawan duduk seperti seharusnya.
Satu detik pun tak terhitung. Sejak awal nol.
“Soal itu kujelaskan lain kali, sekarang aku hanya membutuhkanmu sebagai umpan anti deteksi. Ayo kita pergi.”
Tidak ada yang bisa Irving lakukan selain larut dalam kefrustasian.
Ketika keduanya baru melalui gerbang sekolah, seseorang dari arah taman tadi menyaksikan. Dia tak lain adalah Machias Timaeus. Hanya berdiri dan mengatakan, “Itu....”
To be Continued….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Estimata Personnes
This scene is so damn good!
2021-05-12
0
Ashidart
Stand UP comedy apaan itu yang meneteskan air mata
2020-12-10
0
Dimas Pettigrew
Flashback, then new hope
2020-08-16
4