Seorang anak berambut pirang menghunuskan Rapier tepat di samping wajah seseorang, ujung lancipnya sengaja diarahkan pada tembok. Posisi kepala miring tinggi, lihatlah betapa ia merasa yakin lawannya serendah serangga.
Pemuda yang menjadi target rundungan, hanya bisa pasrah dan gemetar dalam takut.
“Enyahlah, SEKOLAH INI TIDAK MEMBUTUHKAN KUTU SEPERTIMU BERADA DI SEKITAR—“ Matanya makin disipitkan, bersama pancaran energi sihir yang sengaja dikeluarkan, ini memberi kesan mencekam pada atas alisnya. “KAU TAHU KONSEKUENSINYA!?”
Si pemuda langsung terbirit-birit dengan tangisan yang cukup memalukan. Walaupun ada beberapa saksi mata, tak seorang pun di halaman sekolah berani menegur, apalagi berlagak seperti pahlawan.
Setelah menggerutu, si pirang mencabut ujung Rapier, memutar pegangannya agar dapat mendorong bawahan gagang demi proses pemasukan lancipan senjata pada sarung.
Pemuda yang sama. Di waktu, lokasi, dan lawan yang berbeda.
“Berkenan ‘kah saya untuk menyita sejenak waktumu, teman darah biruku?” Kali ini gadis kacamata dengan poni mangkok dan ikat kepang panjang di belakang.
Anak berambut pirang mengiyakan dan bahkan bilang, “Katakan saja harapanmu.” Dia terdengar ramah dan tidak meremehkan lawan bicara seperti sebelumnya, senyum dan gestur hormat ala aristokrat merupakan bukti.
“Terima kasih.” Si gadis mengangkat sedikit kemeja gaunnya yang sepanjang mata kaki, sekaligus mengangguk. “Bisakah Tuan Irving menjadi bagian dari kelompok studiku?” Pandangan sedikit dialihkan, kemungkinan untuk menyembunyikan rona merah di pipi. “K-Karena terkait l-lukisan....”
“Dengan senang hati, Nona.”
Sang gadis pun segera pergi. Di balik, sekilas nampak tetap anggun nan tenang, tapi ada sedikit saat ketika ia menunjukkan sikap melenceng dari etika bangsawan. Mengepal tangan penanda kemenangan bersama raut, bagai penggemar wanita yang baru mendapat tanda tangan idola.
Irving von Reissel. Perbedaan perlakuannya pada orang lain itu seperti kepala dan ekor koin, hanya baik pada sesama bangsawan dan buruk dengan rakyat jelata. Apa ini yang disebut sindrom kesenjangan sosial? Mana ada istilah begitu.
Harusnya Emera kembali dari ekspedisi sekarang.
Hari ini, ketika jam istirahat, Irving dengan lapang dada segera mendorong pintu dua sisi hingga terbuka sepenuhnya. Saat itu juga langsung disambut deretan pelayan pria dan wanita yang saling berhadapan.
Tepat di hadapannya merupakan Kepala Pelayan.
“Selamat kembali, Tuan Muda Irving.”
Posisi kepala si pirang reflek ditinggikan, bibirnya memberi bukti kegembiraan yang baru dirasakan pria ini. “Ohh, Emera! Aku sudah menunggumu.”
Emera, wanita yang menjadi kepala pelayan dengan setelan serba hitam dan hak tinggi, postur serta ciri fisiknya justru membuatnya terlihat seperti laki-laki. “Sebelah sini, mari kita bicarakan di tempat biasa,” ucapnya kalem nan serius.
Bahkan tanpa diperintah, tak satu pun anggota pelayan mencoba mengikuti mereka. Para pembantu tahu bahwa pembicaraan penting antara majikan dan pemimpin mereka tidak boleh diinterupsi sama sekali, selain itu hal ini sudah cukup lumrah.
Atap vila mewah. Secara mengejutkan dipenuhi semak dan pepohonan buah seperti anggur dan ceri. Seolah merupakan sudut favorit, hening dan penuh dedikasi Irving duduk sambil memandang ukiran lencana keluarga besarnya, yang tepat di belakang papan lukis.
Yuba....
Sebelum pulang tadi, Irving sempat mendatangi Yuba yang sendirian di belakang bangunan sekolah. Saat itu si pirang dilanda sebuah kekhawatiran.
“Aku menemukanmu, mantan ... bangsawan.”
Disebut ‘mantan bangsawan’ memang terasa aneh, rasanya seperti bukan bagian dari dunia ini. Yuba mengganggapnya sebuah ironi.
“Hentikan,” respon Yuba dengan senyum palsu bersama mata tertutup. “Kebetulan aku longgar sekarang.” Dia meringis sembari menyangga belakang kepala dengan dua tumpukan jemari. “Ada apa, kawan?”
Sekalipun tahu jabat tangannya ditolak, Irving tidak kepikiran untuk mengeluh. Justru memilih menunduk bersyukur. “Terima kasih karena berteman dengan adikku, aku senang kau tidak ... lebih penting lagi—“ Terangkat kembali, sebuah raut serius ditunjukkan. “Maukah kau membantuku mengatasi Zale Llyod?”
Hening ... bersama embusan angin yang menyapu dedebuan. Akhirnya mereka bertemu mata ke mata, bagaikan reuni dua teman lama.
“Tidak. Zale itu ... sahabat baikku. Seharusnya kau tahu ini, Irving.”
Sayang sekali kita tidak bisa berteman, padahal dengan kemampuanmu aku bisa ... dan....
Mengakhiri renungan, dia menyaksikan lembar foto hitam putih berisi gadis cantik yang tak lain adik perempuannya. Sinar pagi hari sempat menyilaukan bagian wajah.
Irving selalu teringat Chloe kecil yang masih manja. Itu adalah saat-saat paling berharga, saking sayangnya dia sampai mendekatkan foto pada hati. Juga mengumamkan namanya beberapa kali seperti seorang ayah khawatir.
Tak lama kemudian ekspresinya berubah 180 derajat, dia bilang ini setelah mengantongi foto, “Tidak salah lagi, bukan?”
Mengambil kembali cangkir teh yang ditolak sang tuan, Emera memberi Irving secarik surat sambil mengangkat piringan dengan satu tangan. “Ya,” jawabnya formal. “Mereka ingin menemui Tuan di suatu tempat— Saya menentangnya! Mengapa ... dari semua orang, Anda harus mengandalkan tentara bayaran—“
“Justru karena itu. Mengingat posisiku, aku tidak bisa merayap sembarangan seperti tikus di hadapan Dewan Agung.” Irving berdiri, melempar kuas tepat ke wadahnya pada samping papan lukis kosong. “Biarkan penjahat berlaku seperti penjahat. Kau tidak perlu menemaniku, Emera.”
Walaupun Irving merupakan anak seorang Baron, bangsawan tetaplah darah biru.
Sempat tersentak, tapi tidak butuh waktu lama untuk sang pelayan menerima keinginan tuannya. Pasrah dan tak bertanya lebih lanjut.
“Beritahu pelayan lainnya untuk mempersiapkan sebuah ruangan, aku pergi sekarang.”
“Sesuai permintaan Tuan,” respon Emera membungkuk hormat ala pelayan pria, meskipun dia perempuan.
****
Beberapa mil jauh dari Fyodor, si pirang perlu mengarungi jurang kecil demi mencapai daerah lautan gunung. Tengah perjalanan di sebuah hutan, mata Irving menangkap keberadaan pohon palm yang salah satu rantingnya terikat kain merah.
Karena tempat ini cukup dekat dengan Kerajaan Myne, ekosistem sekitar ikut terpengaruh oleh iklim umumnya. Lumayan gersang. Sesekali embusan angin meniup dedebuan dan ranting mati yang melingkar.
Sejujurnya tak seorang pun suka wilayah Tranch Ideale, apalagi Irving.
Bagus. Sudah jauh dari peradaban mumpuni, ditambah kumuh dan tidak higienis— Harusnya kalian datang sendiri, bukannya aku sebagai klien yang mencari. Hah ... ini bodoh sekali, harus cepat selesai.
Merasakan sesuatu menyentuh kulit lehernya, reflek Irving menyampingkan badan dan mengarahkan lancipan Rapier dengan satu tangan, lurus sejajar pundak ke kiri .
Seseorang memutuskan keluar dari akar pohon dengan cara melayang perlahan, hingga seluruh tubuh keluar dari tanah.
“Enyahlah, kau hanya memilih lawan yang salah!” ancam si pirang dengan sombong.
Penembus itu mengangkat lengan pada posisi ditekuk, sama sekali tidak memperlihatkan tanda gentar pada energi maupun ekspresinya. Bisa dibilang cukup santai. “Kalau kau jadi aku, aku takkan berkata seperti itu.”
“HA??”
“Sampai sini saja. Berani gerak sedikit, kau takkan melihat sinar matahari untuk selama-lamanya.”
Cih.
Nampak puas setelah melihat kepatuhan Irving, si penembus berkata, “Bawa uangnya?”
Setelah melirik belakang sedikit, anak bangsawan ini menjentikkan jari. Selang beberapa saat keluar pusaran angin beberapa meter sebelah kanannya, membawa kantong besar penuh akan Feld yang baru dijatuhkan.
Si penembus langsung enyah dari belakang Irving, dia kini menghadapnya secara langsung. “Baiklah, mari kita berbisnis,” ucapnya menyeringai sambil menunjuk belakang dengan jempol. “Ikuti aku.”
...?
Lima meter sebelum mencapai pohon palm dengan kain itu, kulit Irving merasakan gejolak perbenturan sihir yang seolah merespon pada energi sihirnya. Saat ini juga muncul kumpulan tenda dengan api unggun, padahal sebelumnya tak ada apa pun di depan sana.
Lima— Entahlah, mungkin sisanya masih bersembunyi di sekitar. Karena itu Irving tidak mencoba menimbulkan masalah dengan menjaga jarak, setelah meletakkan kantong uang di hadapan mata.
“Jadi kau Leto Spinzalt.”
“Itu benar!” Seusai menurunkan gilingan burung yang baru saja matang, Leto duduk bertongkat lutut dengan satu tangan mengangkat daging.
Sama sepertinya, anak buahnya juga santai-santai saja. Dua di antaranya duduk di dalam tenda, satu berdiri menyandar pohon terdekat, sisanya sibuk mengangkut barang ke gerobak.
Persamaannya, pandangan mereka tak lepas dari sang pendatang.
Hmph, begitu. Jadi bocah ini ... mari lihat tawarannya.
“Kau beruntung kakak! Seperti yang— nom nom— kau lihat, kami sebentar lagi bersiap untuk pergi. Sedikit telat saja ... jejak hantu akan hilang selamanya.” Gigitan terakhirnya cukup besar, barusan dia melempar jauh kayu panjang tipis.
“Aku tidak peduli.” Wajahnya terlihat sangat angkuh. “Kalian ketahuan karena ini.” Dengan mata tajam datar, Irving mengambil dan mengangkat sepucuk surat dengan jempol dan telunjuk.
Mendadak Leto tertawa. “Tidak heran— Ternyata ulah informan cilik itu,” gumamnya. “Uang yang cukup banyak ... oi Yon, katakan padanya peraturan kita!”
Orang yang menyandar pohon adalah Yon. Dari sana dia menjelaskan, “Siap abang! Oke kami, Spectre menerima pekerjaan apa pun selama dibayar. Aku sarankan kau mengikuti aturan main kelompok ini— Pertama dilarang menceritakan transaksi dan perjanjian kerja kita pada orang lain.
Ya kecuali kau bilang dulu kalau ada orang tambahan. Apa pun yang terjadi jangan coba berkhianat, sebagai gantinya kau dan rekanmu akan dalam perlindungan kami. Terakhir, camkan baik-baik ... jika kenyataan sudah di luar kesepakatan, saat itu juga kontrak kerja kita berakhir. Paham?”
Meskipun sampah, tidak diragukan— Profesional.
“Jadi, katakan saja?” ucap Leto yang nampak serius.
“Hmph! Setidaknya kalian meyakinkan,” jawab Irving menyilangkan tangan sambil meninggikan wajah. “Baiklah.”
****
Di luar suatu kelas bangsawan, Akademi Sihir Eisenwald. Satu jam sebelum waktu pulang.
Irving menemui dua orang dengan tampang biasa saja, satu gendut dan satu lagi kurus. Keduanya mengambil beberapa langkah mundur untuk membungkuk hormat.
“Aku mengandalkan kalian.”
“Ya, Tuan Irving!” Mereka menjawab bebarengan.
Salah satu kaki diserong miring demi memberi lengan kanan momentum untuk mengibas jas panjang, bersamaan dengan terlemparnya kumpulan keringat, Irving mengakhiri balikan badan ketika menarik ke depan dua sisi bawah jas putihnya.
Mata menajam dan urat otot dahi mengeras.
Kita akhiri ini untuk selamanya, Zale Llyod!
To be Continued....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
lo ga bahaya to
ahh... Gw paham gw paham, Kurin-chan adalah tipikal gadis Sundere toh
2021-06-04
0
lo ga bahaya to
Iblis macam apa yang tega melakukannya? lah, bukannya iblis sering mengambil nyawa orang 😂
2021-06-04
0
lo ga bahaya to
judul drama sinetron yg, Ternyata orang yang kusuka adalah adiknya musuhku.
2021-06-04
0