Chapter 1.8 : Page Hour

Keesokan hari di atap sekolah, waktu istirahat. Aku ingin menanyakan kejadian kemarin pada Dorado. Sebagai Archmagus kerajaan, harusnya tahu banyak soal penjahat.

“Konspirasi ya ... sulit dipercaya keluar dari mulut bocah yang payah dalam sihirnya.”

“Jelas iya ‘kan ... lihat, maksudku— Padahal kemarin banyak penduduk yang berlarian panik, bagaimana bisa pasukan kerajaan tidak menyadarinya dan segera bertindak?! Itu sangat aneh!”

Pria berambut sangar ini menggaruk-garuk kepala, matanya menoleh hal lain. Seperti bingung mau menjawab apa. “Sayangnya mulut ini dibuat bungkam oleh Prominence.”

Prominence, organisasi netral yang katanya jauh lebih berkuasa dari ketujuh negara di dunia ini. Segala jenis informasi dan rahasia dunia sihir dijaga ketat oleh mereka. ‘Tak seorang pun boleh menentang dewan agung’, doktrin itu sangat lekat di kepala semua orang.

“Palingan cuma kebetulan—“

Ha??

“Omong kosong! Ayolah Dorado, jangan coba mengalihkan topik— APALAGI menghalangiku untuk tahu.”

Dorado menghela napas, dia nampak kesal. “Dengar, bocah. Kau ... masih terlalu dini untuk penasaran dengan dunia. Tanpa pengalaman dan kekuatan yang pas!” Dia menyentuh kepalaku, memberi elusan agak memberantaki dengan ekspresi serius. ”Andalkanlah orang dewasa ini.”

D-Dorado ... ngh—

Kujauh paksa tangannya dengan tamparan punggung jemari. Geram seperti singa kelaparan yang merasa dipermainkan, rasanya seperti mau menerkam kalau tetap tidak diberitahu.

Dia nyengir agak meninggikan posisi wajah, lalu menusuk mutar telunjuknya pada keningku, cukup untuk mendorongku. “Kau memang bocah menarik.” Dorado berbalik pergi begitu saja dan melambaikan tangan. “Sampai nanti~ Nanti keluhanmu bakal kusampaikan!”

Aku mencoba mengejar dan meraihnya. “TUNGGU SIALAN!!” Namun, aku berubah pikiran.

Tidak bisa menerimanya! Apanya yang ‘tidak perlu tahu’, dasar sialan ... aku bukan lagi bocah lho. Kenapa kalian melakukan ini padaku? Jika bukan Dorado, maka aku hanya perlu menanyai langsung orangnya.

Page Hour, si ‘anjing pemerintah’.

****

Lantainya tahun ketiga, pertama kalinya aku kemari.

Seperti suasana anak setingkatku, terlihat beberapa senior berlalu-lalang dan nongkrong di sekitar bersama temannya. Kurasa mau di mana pun, namanya jam istirahat pasti ramai.

“Hei bukankah anak itu, yang kemarin cari masalah dengan ahli waris Reissel?”

“Aku mendengarnya dari adikku, dia anak yang selalu meledak ketika ujian masuk.”

“Eh beneran? Ujian masuk yang biasanya disuruh memusatkan energi sihir pada benda dan mengeluarkan takaran energi tertentu itu! Orang kayak dia bahkan nggak bisa melakukannya?”

“Uwaah dia melihat kemari lho, menakutkan, menakutkan.”

Pantas saja ada yang terasa kurang ... kupikir orang-orang akan berhenti mengejek setelah pertarungan itu.  Yah, ini juga sepenuhnya karena ulahku sendiri.

Jadi teringat kenangan indah minggu awal di sekolah ini.

Segala cemoohan datang setiap kali terlihat di dekat gerbang, halaman, lorong, bahkan kelas. Rasanya minggu ini tiada akhirnya. Mereka selalu muncul.

“Melewati batas-batas buatan para bangsawan memang menyulitkan, sebagai orang biasa aku ingin memecahnya dengan lainnya. Namun, tidak dengan orang itu.”

“Nggak bisa dipercaya dia juga rakyat jelata seperti kita, malu-maluin banget.”

“Ya tuh, selemah apa pun kita bahkan nggak sepayah si ledakan!”

Ungkapan remeh orang-orang sekasta yang kecewa.

“Oii, kau baik-baik saja?”

“Alex, buat apa membuang tenagamu untuk rendahan sepertinya? Pada akhirnya rakyat jelata tetaplah sama— Paling nggak kompeten sepanjang masa!”

“Hoho, benar juga~! Hampir aja tanganku menyentuh tangan kotornya. Enyahlah, aku ogah ketularan kepayahanmu.”

Ucapan arogan para bangsawan yang suka menjatuhkan.

Normalnya aku seharusnya tidak tahan dengan semua ini. Makanya karena itu aku tak boleh sampai terpengaruh. Menerima ucapan mereka sama saja menginjak-injak ikrar yang kubuat sendiri.

Demi memahami ‘kekuatan’.

“Hohoo, junior kesulitan ditemukan!”

Berkat kemunculan suara riang ini, aku pun berhenti menunduk.

Orang ini … rambutnya unik juga, dia tipe gadis yang mencoba menjadi keren. Apa warnanya memang alami? Helai putih mencolok di antara coklat lainnya.

“Jika melihat junior di lantai yang bukan tingkatnya, apa lagi masalahnya kalau bukan tengah dilanda kebingungan!” Dia cukup berisik juga. “Kamu, kayaknya pernah lihat di suatu tempat....”

“Aku Zale Llyod senior, mungkin kau pernah mendengar ada dua anak beda kasta bertarung di arena beberapa waktu lalu.” Kutunjuk diriku dengan jempol, tanpa ragu. “Senior ada urusan denganku?”

“Aku lupa bilang sebelumnya. Namaku Merlin Scdobach, aku paling suka berkenalan dengan yang lebih muda sepertimu!” Dia meraih tanganku, berlari pelan membawaku. “Kayaknya kita terlalu mencolok, kubawa kamu ke tempat favoritku.”

Eh, eehhh!? Tungg¬–

****

Ge– Di atas? Ini ... tempat favoritmu? INI?

Dia berdecik sembari menggelengkan telunjuknya. “Anak muda ... meskipun semua orang membenci atap sekolah, lokasi favorit adalah favorit! Apa salahnya mencoba sedikit bermimpi bukan? Hehehe.”

Terserahlah.

Langitnya sedikit berawan, kuharap tidak hujan.

“Page Hour? Aku tahu kok, dia teman terbaikku! Kami di kelas orang biasa ruang ke-4.” Dia barusan tersentak, dengan pandangan penuh gairah aneh langsung memegang kedua pundakku. “Hayo, hayo mau minta saran cinta nih~? Hmm hmm nggak mengherankan, Page ‘kan terlihat seperti wanita dewasa. Tipemu menarik!”

“Ngawur oi!! B-Buat apa repot-repot ikut denganmu yang belum kukenal, hanya untuk meminta saran?! Hatiku sudah untuk seseorang.”

Page Hour itu bukan bangsawan? Aku baru tahu....

“Walah? ‘Lah terus apaan…?” Dengan muka datar dia nampak kecewa, berpikir keras dikala meletakkan telunjuk di sebelah bibir.

“Itu bukan urusanmu, aku ingin membicarakan sesuatu empat mata dengannya.”

“Sakit~! Maafkan aku, maafkan aku. Walaupun kami sahabat, terkadang aku tidak tahu kemana perginya dia selama jam istirahat.” Dia meregangkan kedua lengan ke atas, kemudian memperlihatkan sebuah foto yang baru diambil dari saku.

“Siapa ini, adiknya senior?”

Berbeda dengan senior, gadis dalam foto ini berambut mangkok warna merah muda. Kelihatan pendek dan pintar, bundar sekali kacamata itu.

“Bagaimana, Pocha-ku imut bukan~? Oho tapi kamu jangan khawatir, dia bukan gadis pemalu kok. Dia adik kecil kebanggaanku!” Dia mendesak lenganku, mencoba menyerahkannya secara paksa. Rasanya seperti tengah melakukan pertukaran ilegal.

Ha?

“Lagi, lagi~ Nggak usah malu, toh sesama tahun pertama, simpan saja fotonya~! Kalau perlu, lihat?” Dari kantongnya keluar puluhan lembar foto adiknya, dari nuansa biasa hingga sedikit erotis, dia memaksakan tumpukan itu padaku. “Simpanlah, simpanlah! Kamu boleh mulai mengagumi Pocha~!”

Dasar, beginikah sikap seorang kakak yang seharusnya?!

“Aaaaaaa baiklah! Fotonya kusimpan, iya ya adikmu imut banget! Jadi cepat menjauh dariku dan tutup mulutmu senior!!”

Ya ampun, dia sangat merepotkan. Aku tak punya pilihan lain. Jangan sampai kelihatan, nanti orang-orang bisa salah sangka!

“Baiklah, mari pergi?”

Yah, harus kuakui … adiknya memang manis. Kutebak pesonanya akan bertambah ketika kacamata itu dilepas. Umum sekali di novel romansa.

Tempat yang mungkin didatangi Page Hour … senior bilang pernah beberapa kali memergoki sahabatnya di lokasi tertentu, salah satunya perpustakaan. Interior penuh rak buku yang saling berhadapan.

Uhh … berantakan, empat kali lipat lebih parah dari ruangannya paman. Pergi ke mana pustakawan yang biasanya?

Jadi teringat kenangan lima tahun lalu. Saat paman masih sering di rumah orang tuaku, mengurung diri dalam ‘kantor’ penuh berkas dan buku.

Diriku yang masih bocah, tentu berpikir dia tidak memiliki teman. Terheran-heran melihatnya bahagia menikmati kesunyian dunianya, tenggelam dalam lamunan, seolah semua dipandang berbeda olehnya.

“Hei Zale, cobalah baca ini. Menarik lho!”

“Ogah, membaca itu membosankan! Ketimbang itu, ayolah paman ajari aku sihir! Aku ingin menjadi seperti Kak Leyse.”

“Ahahahaha, kau masihlah bocah ingusan ternyata ya hahahaha! Baiklah~ Kalau nggak mau, biar paman bacakan untukmu. Seperti kata filosofis, ‘mendengar adalah cara terbaik manusia belajar’.”

“OIIII aku bukan bocah!”

Pada akhirnya dia tidak pernah mengajariku satu pun. Semua yang dilakukannya hanyalah buku dan buku, tak terhitung jumlahnya ia terus mengajakku membaca.

Yah, ironisnya aku benar-benar berakhir membaca satu dan ketagihan hingga sekarang. Kebanyakan cuma novel. Aku masih belum melihat maksud paman melakukan semua itu. Kupikir ada kaitannya dengan ucapan Kak Leyse tentang ‘arti kekuatan’.

Yang berarti aku memang harus memahami siapa diriku dulu. Jati diri.

“Aneh, padahal aku yakin Page ada di sini.” Senior menunjuk sebuah meja di dekat rak. “Lihat! Itu tempat favoritnya, barang-barangnya juga masih di situ.”

Ehm ... benar juga...? Kurasa nggak ada salahnya nunggu sebentar.

“Ah, buku ini!” Aku menemukan sebuah berlian.

“Zale~! Kemari~ Sini ngobrol sama kakak buat ngisi waktu. Pasti bosenin banget kalau cuma jalan-jalan bukan?”

Ya, kau ada benarnya. Aku akan berurusan denganmu nanti, berlian. Jangan pergi ke mana-mana lho ... jangan.

“Ya,” jawabku formal.

Senior Merlin terbahak-bahak hingga beberapa kali menepuk pahanya. “Sudah, sudah~ Ngapain mendadak sungkan gitu, bukan dirimu saja!”

Memangnya kau mengenalku?

“Ampun deh, benar-benar senior yang berisik.”

“Hei, hei sekarang sopan santunnya hilang.” Walaupun bilang begitu, nyatanya malah senyum-senyum nggak jelas. “Aku menyukaimu.”

“Ahh ... terima kasih,” jawabku datar. “Denger-denger senior orang terkenal, apa jangan-jangan kau sepuluh akar jenius?”

“Pertanyaan bagus!” Dia menjentikkan jari, diakhiri menunjuk dengan jari. Tingkahnya seperti anak kecil yang antusias menunggu mainannya, kedua kakinya goyang kiri kanan dikala siku kanannya menyangga alas meja. “Sebutan resminya Roots Eisenwald—Singkatnya ... aku nomer dua~!”

Serius? Kayaknya terlalu mengada-ngada—

“Kamu tahu sistem perperingkatan?”

Itukan, yang kapan lalu pernah dijelaskan Page Hour. “Memangnya kenapa?” kubuat nada dan rautku menunjukkan ada pemahaman sejak awal.

“Nah, sepuluh akar jenius itu orang-orang yang menduduki peringkat 1 hingga 10 dari seluruh siswa Eisenwald. Mereka memiliki kekuatan luar biasa dan tak terkalahkan. Sihir Page ngeri banget lho! Dia dijuluki Librarium Index, kemampuannya mengekang sesuatu itu digadang-gadang setara Kaisar Refft—

Bahkan mungkin melebihi! Kebanyakan akar jenius dari anak tahun kedua sih, salah satunya Aaron. Dia sekarang menduduki kursi pertama dan malah bilang bosan lho! Gini amat ya, padahal dulu manis banget, selalu manggil ‘senior’ buat minta saran— E-Ehem! Aaron juga penyihir kartu sepertimu.”

Nomer satu sekolah ini ... kartu?! Orang bernama Aaron, bagaimana caranya memainkan instrumennya?

Kusipitkan pandangan mata. “Percuma lho mencoba mengalihkan topik.”

“G-Ge—“

Buang-buang waktu saja, padahal aku sudah sedikit berharap berhubung dia punya koneksi langsung. Kurasa aku terlalu sering mendengar omong kosong Yuba. Ternyata dia sama saja.

“Aku pergi—“

“Tunggu, tunggu, tunggu! Setidaknya dengarkan aku.” Nadanya berbeda dari yang tadi. “Pasti repot ya....”

Apanya? Kalau bicara denganmu, iya.

“Waktu itu aku menonton pertarunganmu. Memang benar kamu kelihatan payah dan berpotensi kalah.” Senior berhenti menaikkan kaki, kini melihatiku dengan serius.  “Lantas ... mengapa mereka mengolok-olokmu? Hei...?”

I-Itu....

Bagaimana menjelaskannya ... seperti orang lain. Duduk seimbang dengan kaki di bawah meja, kedua siku menyangga meja dan jemarinya saling memasuki celah.

Dia membuatku takut.

“Padahal di mataku kamu yang paling bersinar.”

“B-Bersinar...?”

“Daripada siapa pun kamu pantang menyerah, tidak terpengaruh apa pun yang orang-orang kecamkan—  Matamu ... aku mengetahuinya. Beberapa kali berubah. Entah karena dirimu sendiri, atau....” Dia berdiri, memungut beberapa buku untuk ditumpuk. “Asal kamu tahu, banyak anak yang tergerak oleh aksimu.”

Aku menelan ludah. Menegang dan sulit rasanya mencoba memotong.

“Aku memang nggak jago berkata-kata. Namun, Zale ... begini-begini mataku cukup jeli.” Terasa tekanan yang begitu besar, menenggelamkanku, seolah tak memberi ruang untuk bernapas. Kuat sekali sebuah lirikan saja, pupilnya terlihat aneh. “Aku menaruh harapan padamu, orang hebat di masa depan!”

D-Dia menaruh harapan— Selain itu ... hebat...? Sulit membayangkannya saat masih belum bisa apa-apa seperti ini. Apa memang akan berjalan semudah itu? Senior Merlin, siapa sebenarnya...?

“Senior, a-a-aku ... aku—“

Barusan bel sekolah berbunyi.

“Walah ... sayang banget jam istirahatnya kelar,” ungkap senior yang tiba-tiba kembali normal. “Maaf ya, aku nggak banyak membantumu hari ini.”

“A— T-Tidak apa ... diajak keliling senior aja sudah seneng banget kok. Sedikit menyebalkan sih ... ternyata cukup menyenangkan juga.” Kupertemukan dua telapakku. “Yang sebelumnya ... aku agak kelewatan. Maaf—”

Merlin Scdobach melambai ceria. “Jika kamu dalam kesulitan, sesekali datang curhat denganku.” Dia menunjuk diri dan kelihatan bangga. “Fu fu fu, aku ahli!”

Aaaaaah ... rasanya seluruh kekesalanku hilang entah ke mana setelah buang-buang waktu selama ini. Dia mendapatkanku, benar-benar orang aneh. Ternyata Page Hour dan Dorado benar.

“Terima kasih, senior!”

Tidak baik buru-buru mencapai sesuatu. Segala pertanyaan pasti memiliki jawaban yang akan datang sendiri. Baiklah waktunya memperbaiki kartu payah ini!

Aaron, walaupun belum pernah bertemu— Suatu hari pasti akan kukalahkan!

 

 

 

 

To be Continued….

Terpopuler

Comments

Ashidart

Ashidart

Saran Thor. Kalau bisa diberikan lagi penggambaran pas lagi kelahi-kelahi gitu. Seperti letak di mana ia di pukul dan di mana ia memukul. Biar nanti lebih mudah gitu loh pembaca mengimajinasikannya.

Btw untuk penggambaran suasana dan lainnya dah good. Keren, bacanya tetap serasa mengalir.

2020-11-26

0

lihat semua
Episodes
1 Chapter 1.1 : Makna Kekuatan
2 Chapter 1.2 : Memandang Rendah
3 Chapter 1.3 : Pecundang Sebenarnya
4 Chapter 1.4 : Dorado Guru Barunya?!
5 Chapter 1.5 : Gadis Aneh
6 Chapter 1.6 : Sisi Mengejutkan
7 Chapter 1.7 : Kejanggalan Ibukota
8 Chapter 1.8 : Page Hour
9 Chapter 1.9 : Proyek Pengembangan Irregulars
10 Chapter 1.10 : Chloe dan Irving
11 Chapter 1.11 : Kepala dan Ekor
12 Chapter 1.12 : Pertarungan di Villa Reissel
13 Chapter 1.13 : Zale Vs Irving
14 Chapter 1.14 : Gerakan
15 Chapter 2.1 : Skors
16 Chapter 2.2 : Festival Dewa Laut
17 Chapter 2.3 : Investigasi Kecil
18 Chapter 2.4 : Isca Adler
19 Chapter 2.5 : Cipher
20 Chapter 2.6 : Impian
21 Chapter 2.7 : Mendinginkan Kepala
22 Chapter 2.8 : Penguasa Kota
23 Chapter 22 : Artemis
24 Chapter 23 : Festival Dewa Laut
25 Chapter 24 : Kesempatan Kedua
26 Chapter 25 : Kemah Tes
27 Chapter 26 : Hurricane
28 Chapter 27 : Calon Terkuat Tahun Pertama
29 Chapter 28 : Salah Langkah
30 Chapter 29 : Keputusan
31 Chapter 30 : Myeirs of Hyena
32 Chapter 31 : Irregulars
33 Chapter 32 : Hutan Hyena
34 Chapter 33 : Fenrir
35 Chapter 34 : Perpecahan
36 Chapter 35 : Zale Vs Yuba
37 Chapter 36 : Golem's Cave
38 Chapter 37 : Golem Elemental
39 Chapter 38 : Bersatu! 24 Penyihir Vs Golem Elemental
40 Chapter 39 : Surat
41 Chapter 40 : Mengerti
42 Chapter 41 : Gennorder
43 Chapter 42 : Demonstrasi Sihir
44 Chapter 43 : Geist
45 Chapter 44 : Sihir Kaca melawan Sihir Ruang
46 Chapter 45 : Kaca, Es, Ruang, dan Pencuri
47 Chapter 46 : Kepribadian Ganda Sera
48 Chapter 47 : Gilbert Erwood
49 Chapter 48 : Siapa yang jadi Ketua Kelasnya?
50 Chapter 49 : Peringkat Gadis Irregular
51 Chapter 50 : Peringkat Pria Irregular
52 Chapter 51 : Open Visit Tahunan Prominence
53 Chapter 52 : Aran Zone & Prominence
54 Chapter 53 : Archmagus Alumni Akademi Sihir Eisenwald
55 Chapter 54 : Panti Asuhan Aria
56 Chapter 55 : Pelajar Terkuat Di Dunia Ke-4 & Ke-5
57 Chapter 56 : Masalah Sepele
58 Chapter 57 : Irving dan Nana adalah Penjahat?
59 Chapter 58 : Masalah Kurin
60 Chapter 59 : Terlibat Secara Paksa
61 Chapter 60 : Masa Lalu Kurin
62 Chapter 61 : Pilihan Sendiri
63 Chapter 62 : Gerombolan Tak Biasa
64 Chapter 63 : Cortana+Spectre
65 Chapter 64 : Kekacauan Kota Aven
66 Chapter 65 : Pseudo
67 Chapter 66 : Rumble Dimulai!
68 Chapter 67 : Kurin Vs Rubel
69 Chapter 68 : 1000 Year of Blizzard
70 Chapter 69 : Gilbert & Luke & Egon & Zima Vs Ikusa & Nev
71 Chapter 70 : Mirror World & Dremyar
72 Chapter 71 : Orang Nomor 2 di Prominence
73 Chapter 72 : Prajurit dan Peneliti
74 Chapter 73 : Origin Magic
75 Chapter 74 : Vlad Singularity
76 Chapter 75 : Egon Krantz
77 Chapter 76 : Sangkar Burung
78 Chapter 77 : Dikejar Waktu
79 Chapter 78 : Alasan Bertarung
80 Chapter 79 : Nana Irville
81 Chapter 80 : Ilusi Bernama Naif
82 Chapter 81 : Raso Springfield
83 Chapter 82 : Kekaisaran Refft
84 Chapter 83 : Temperance
85 Chapter 84 : Larangan Bertarung
86 Chapter 85 : Pertemanan Para Gadis
87 Chapter 86 : Miki Ingram
88 Chapter 87 : Fanfare
89 Chapter 88 : Foto Memalukan
90 Chapter 89 : Rumah Yuba
91 Chapter 89,5 : Antimatter Card
92 Chapter 90 : Realis dan Imajiner
93 Chapter 90,5 : Anti Ares
94 Chapter 91 : Rasa Bersalah Yang Terlambat
95 Chapter 91,5 : Feld Hayden & Rumi Katzeta
96 Chapter 92 : Barang Favorit Bu Fusha
97 Chapter 93 : Penggila Permainan Papan
98 Chapter 94 : Alasan Yang Tepat Untuk Mengajak
99 Chapter 95 : Ares Mode
100 Chapter 96 : Isi Kepala Gadis Ber-IQ 200
101 Chapter 97 : Target Buruan Baru
102 Chapter 98 : Dungeon Whisker’s Meadow
103 Chapter 99 : Multi Talenta
104 Chapter 100 : Istirahat yang Tidak Buruk
105 Chapter 101 : Amukan Guardian
106 Chapter 102 : Dregul Cursebound
107 Chapter 103 : Mephias
108 Chapter 104 : Bestowal
109 Chapter 105 : Menuju Klimaks
110 Chapter 106 : Sera Jacques
111 Chapter 107 : Makna
112 Perihal Remaster WN Reinheit
Episodes

Updated 112 Episodes

1
Chapter 1.1 : Makna Kekuatan
2
Chapter 1.2 : Memandang Rendah
3
Chapter 1.3 : Pecundang Sebenarnya
4
Chapter 1.4 : Dorado Guru Barunya?!
5
Chapter 1.5 : Gadis Aneh
6
Chapter 1.6 : Sisi Mengejutkan
7
Chapter 1.7 : Kejanggalan Ibukota
8
Chapter 1.8 : Page Hour
9
Chapter 1.9 : Proyek Pengembangan Irregulars
10
Chapter 1.10 : Chloe dan Irving
11
Chapter 1.11 : Kepala dan Ekor
12
Chapter 1.12 : Pertarungan di Villa Reissel
13
Chapter 1.13 : Zale Vs Irving
14
Chapter 1.14 : Gerakan
15
Chapter 2.1 : Skors
16
Chapter 2.2 : Festival Dewa Laut
17
Chapter 2.3 : Investigasi Kecil
18
Chapter 2.4 : Isca Adler
19
Chapter 2.5 : Cipher
20
Chapter 2.6 : Impian
21
Chapter 2.7 : Mendinginkan Kepala
22
Chapter 2.8 : Penguasa Kota
23
Chapter 22 : Artemis
24
Chapter 23 : Festival Dewa Laut
25
Chapter 24 : Kesempatan Kedua
26
Chapter 25 : Kemah Tes
27
Chapter 26 : Hurricane
28
Chapter 27 : Calon Terkuat Tahun Pertama
29
Chapter 28 : Salah Langkah
30
Chapter 29 : Keputusan
31
Chapter 30 : Myeirs of Hyena
32
Chapter 31 : Irregulars
33
Chapter 32 : Hutan Hyena
34
Chapter 33 : Fenrir
35
Chapter 34 : Perpecahan
36
Chapter 35 : Zale Vs Yuba
37
Chapter 36 : Golem's Cave
38
Chapter 37 : Golem Elemental
39
Chapter 38 : Bersatu! 24 Penyihir Vs Golem Elemental
40
Chapter 39 : Surat
41
Chapter 40 : Mengerti
42
Chapter 41 : Gennorder
43
Chapter 42 : Demonstrasi Sihir
44
Chapter 43 : Geist
45
Chapter 44 : Sihir Kaca melawan Sihir Ruang
46
Chapter 45 : Kaca, Es, Ruang, dan Pencuri
47
Chapter 46 : Kepribadian Ganda Sera
48
Chapter 47 : Gilbert Erwood
49
Chapter 48 : Siapa yang jadi Ketua Kelasnya?
50
Chapter 49 : Peringkat Gadis Irregular
51
Chapter 50 : Peringkat Pria Irregular
52
Chapter 51 : Open Visit Tahunan Prominence
53
Chapter 52 : Aran Zone & Prominence
54
Chapter 53 : Archmagus Alumni Akademi Sihir Eisenwald
55
Chapter 54 : Panti Asuhan Aria
56
Chapter 55 : Pelajar Terkuat Di Dunia Ke-4 & Ke-5
57
Chapter 56 : Masalah Sepele
58
Chapter 57 : Irving dan Nana adalah Penjahat?
59
Chapter 58 : Masalah Kurin
60
Chapter 59 : Terlibat Secara Paksa
61
Chapter 60 : Masa Lalu Kurin
62
Chapter 61 : Pilihan Sendiri
63
Chapter 62 : Gerombolan Tak Biasa
64
Chapter 63 : Cortana+Spectre
65
Chapter 64 : Kekacauan Kota Aven
66
Chapter 65 : Pseudo
67
Chapter 66 : Rumble Dimulai!
68
Chapter 67 : Kurin Vs Rubel
69
Chapter 68 : 1000 Year of Blizzard
70
Chapter 69 : Gilbert & Luke & Egon & Zima Vs Ikusa & Nev
71
Chapter 70 : Mirror World & Dremyar
72
Chapter 71 : Orang Nomor 2 di Prominence
73
Chapter 72 : Prajurit dan Peneliti
74
Chapter 73 : Origin Magic
75
Chapter 74 : Vlad Singularity
76
Chapter 75 : Egon Krantz
77
Chapter 76 : Sangkar Burung
78
Chapter 77 : Dikejar Waktu
79
Chapter 78 : Alasan Bertarung
80
Chapter 79 : Nana Irville
81
Chapter 80 : Ilusi Bernama Naif
82
Chapter 81 : Raso Springfield
83
Chapter 82 : Kekaisaran Refft
84
Chapter 83 : Temperance
85
Chapter 84 : Larangan Bertarung
86
Chapter 85 : Pertemanan Para Gadis
87
Chapter 86 : Miki Ingram
88
Chapter 87 : Fanfare
89
Chapter 88 : Foto Memalukan
90
Chapter 89 : Rumah Yuba
91
Chapter 89,5 : Antimatter Card
92
Chapter 90 : Realis dan Imajiner
93
Chapter 90,5 : Anti Ares
94
Chapter 91 : Rasa Bersalah Yang Terlambat
95
Chapter 91,5 : Feld Hayden & Rumi Katzeta
96
Chapter 92 : Barang Favorit Bu Fusha
97
Chapter 93 : Penggila Permainan Papan
98
Chapter 94 : Alasan Yang Tepat Untuk Mengajak
99
Chapter 95 : Ares Mode
100
Chapter 96 : Isi Kepala Gadis Ber-IQ 200
101
Chapter 97 : Target Buruan Baru
102
Chapter 98 : Dungeon Whisker’s Meadow
103
Chapter 99 : Multi Talenta
104
Chapter 100 : Istirahat yang Tidak Buruk
105
Chapter 101 : Amukan Guardian
106
Chapter 102 : Dregul Cursebound
107
Chapter 103 : Mephias
108
Chapter 104 : Bestowal
109
Chapter 105 : Menuju Klimaks
110
Chapter 106 : Sera Jacques
111
Chapter 107 : Makna
112
Perihal Remaster WN Reinheit

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!