Jadi ini arena latihannya? Cukup besar, tidak seperti yang kubayangkan. Siapa pun bisa bertarung lepas. Itu bagus!
Bagaimana dengan penonton? Tempat ini pada dasarnya arena pertarungan yang ada di mana pun, mereka tentu ada di kursi khusus. Jumlahnya mungkin semua yang melihat tadi.
Aula Phoenix, terletak terpisah dari semua gedung kelas. Dekat gerbang masuk pada ujung selatan dan biasa didatangi para siswa untuk menyelesaikan masalah, maupun sekedar latihan.
“Kakak, wasitnya ‘kan?”
Woah, caranya mengangkat Monocle dan membuka buku itu keren! Kupikir dia orang yang cukup estetik. “Ya. Sebelum itu, aku Page Hour. Di saat-saat seperti ini, aku akan selalu berperan sebagai wasit. Itu kriteria yang diberikan Kepala Sekolah padaku.”
Begitu ya, sederhananya jika ingin bertarung maka datangi Page Hour.
“Lalu bagaimana caramu menjadi wasit?” Aku yakin anak sialan seberang sana juga mau menanyakannya, harga dirimu seakan menekanmu untuk tidak bertanya.
“Lihat buku ini?” Tangan kanannya mengambil pena bulu dari sampul depan. “Talisman, dengan ini aku dapat memanipulasi keadaan setiap benda selama waktu tertentu.” Dia mulai menulis sesuatu. “Contohnya ini.”
Sesuatu yang sulit dipercaya terjadi setelah senior menjentikkan jarinya. Arenanya dikitari penghalang putih. Selain itu, yang terjadi ... partikel cahaya mencoba menempel padaku.
Hebat! Talisman sihir yang menarik juga, apa mungkin begini karena dialah penggunanya? Kekuatan besar pasti memiliki batas.
“Jangan khawatir. Lux Valhalla membuat kalian tidak mendapat luka selama sejam. Rasa sakit masih bisa dirasakan, jadi tolong jangan terlalu terbawa suasana ya.”
Aku yakin bukunya tidak memiliki kemampuan untuk menghidupkan seseorang, hal begini memang sulit dicari solusinya. Kakak....
“Begitu. Lalu penghalang putih di sana berguna sebagai pelindung penonton, bukan?”
Senior Page hanya mengangguk. Masuk akal jika memang untuk itu.
“Sihir yang hebat,” ucapku dengan nada kagum. Aku serius.
”Sampai sini saja, aku akan mengamati dari sana.” Wujudnya tiba-tiba hilang, muncul kembali–ditandai dengan suara–di blok penonton kosong. “Mulailah.”
Itulah katanya. Apa pilihanmu, Irving? Tentu aku takkan berhenti, sudah sejauh ini. Tidak ada jalan kembali.
Karena itulah aku berani memprovokasi, menyuruhnya duluan melalui isyarat tangan. Dengan semangat. Jika tidak dia takkan kepanasan.
“Rakyat jelata sepertimu, sok belagu!” Dia terpancing. Bagus, segera keluarkan Rapier itu dan majulah. “Jangan pikir aku sama seperti dulu.”
Segera kusiapkan dua kartu di kedua tangan. “Itu juga berlaku untukku, bo~doh!”
Delapan tahun, kira-kira seberapa jauh perbedaan kami?
Akhirnya pertarungan dimulai. Diawali tusukan beruntun padaku, dia makin cepat setelah beberapa tahun ini. Aku takkan bisa terus-terusan menghindar, aku harus membalasnya!
Tidak bisa, dia tidak memberiku celah sama sekali—Bersabarlah Takedown ... sekarang bukan giliranmu, biarkan pirang belagu ini menunjukkan semua perkembangannya.
Bagaimana perasaannya jika ekspetasinya dihancurkan?
Ketika memikirkannya itu membuatku tersenyum bersemangat.
“Mau sampai kapan berlaku pecundang, rakyat jelata?” Tentu saja dia kesal, mengetahui diriku yang dari tadi belum menyerang. “Fritz Estelle.”
Gwah— Ogh! Ini sihir angin, sejak kapan belajar—
Tusukan lurus memutar ini mengenaiku telak! Cepat dan akurat, dampaknya diperburuk energi dorong yang seperti baru meledak. Aku pun terpental menghantam batas arena.
“Sakit, tapi….” Dengan entengnya aku bangkit kembali.
Kurasa itu tidak membuatnya begitu kaget.
Kuputuskan menyerang duluan kali ini, sudah cukup main-main sebagai pengamat. Temukan titik butanya dan perlahan biasakan mata dengan kecepatan teknik anginnya!
“Mau tak mau harus kugunakan.” Benar. Meski berarti melukai diri sendiri, aku tak peduli. Rasakan ledakan yang selalu kau buat lelucon ini. “Pocket Flambage—“
“Siapa juga yang mau kena.”
Dia mengetahui rencanaku?! Aku mengacaukannya—
“Agggh!” Aku tersungkur dipenuhi noda kehitaman, rasanya seperti melenyapkan setengah tubuh. “Sakit—“ Tubuhku terasa keras dan enggan untuk digerakkan, dipaksa pun hanya membuatku terlihat seperti kakek-kakek yang encok.
Ledakannya memang tidak sebesar Crimson Force, tapi satu ini lebih menyakitkan karena lebih terfokus.
“Hahahahaha!!”
“Orangnya beneran meledak! Konyol banget.”
“Kami datang untuk menonton pertarungan, bukan sirkus!!”
“Wooh, itu dia si ledakan yang terkenal itu!”
“Wahahahaha dia seperti badut saja!”
Nghh ... berkatalah sesuka kalian, ini tidak— Tidak sebanding dengan perampok menakutkan itu.
Karena itulah aku bangkit, sebelum asap ledakan menghilang. Setelah terjadi akan kucoba bertingkah keren, menunjuk diri dengan jempol sembari tersenyum percaya diri.
Tidak lupa mata berbinar.
‘Haha, gimana tuh??’ begitulah.
“Ngapain sok keren begitu? Kau hanya membuat dirimu terlihat bodoh, orang lemah yang bahkan tidak bisa mengendalikan sihirnya!” serunya sembari menghunuskan senjata, lebih marah dari sebelumnya.
“Heh, aku tahu itu kok!” seruku percaya diri.
Itu memang kataku. Dia benar-benar jauh lebih kuat sekarang. Seperti yang diharapkan dari anak bangsawan besar, kau sepertinya dilatih ketat oleh keluargamu— Hanya satu serangan, sekali serang.
Momen itu saja cukup untuk memberiku momentum. Tidak, bukan berarti aku mengakuinya lebih hebat dariku! Kelemahanmu ... terlihat jelas!
“Jangan terlalu terbawa suasana. Irving, sudah kuputuskan….” Mengabaikan lancipan Rapier di hadapanku, kutunjuk dirinya seperti ingin menciptakan kesan intens. “Setelah ini— Dalam sekali serang, kau akan kubuat berakhir di rumah sakit!”
“Kok dia seperti sedang meremehkannya!?”
“Apa yang kau katakan penyihir gagal!?”
“Mana bisa!!”
“Hahahaha si ledakan kehilangan akalnya!!”
Kalian mungkin marah, tapi tidak bisa dibandingkan dengan orang ini. Lihatlah! Tangannya gemetar mengepal keras, gigi geram dan urat otot dahi kesal itu. Kata-kataku membuatnya meledak.
“Sekali serang? Kau? Rakyat jelata lemah sepertimu??” Awalnya tingkat marahnya terlihat biasa saja “JANGAN MAIN-MAIN DENGANKU!!” Beginilah hasilnya, gara-gara itu serangannya jauh lebih agresif sekarang.
Ngh– Ugh, ngh. Luar biasa, tusukannya makin lagi! Sama sekali tidak memberiku waktu istirahat. Bahkan aku tidak bisa lolos meski harus mundur.
Kuda-kuda ini, pasti sihir itu. Yang ditunjukkannya saat melawan bos perampok. “Iris Sigma : Devoltration.”
Apa— Ugh?!
Benda mirip sigma mendorongku hingga batas arena, terjebak di sana seperti tengah terbelenggu. Padahal bara api pada ujungnya sudah cukup membuatku kepanasan, malah ditambah sengatan listrik—
“AKKHHHH!!!!”
“HANGUSLAH MENJADI ABU!!” Makin keras nada suaranya, makin hebat efek sengatan listrik.
“AAAGGHHH!!!”
S-sial, aku tidak lolos— Ogh— Uhuk!
Aku barusan bebas, tapi sayang tubuhku tak mampu menolak untuk tumbang. Rasanya mati rasa dan mengacaukan isi kepala.
….
“Hmph, sepertinya ini akhirnya.”
Kata-kata itu, sontak membuatnya dibanjiri sorakan dan kemeriahan penonton.
“WOOOOHH!!!”
“Akhirnya si ledakan tumbang!!”
B-berisik … ahh, suara nyaring ini tidak berhenti—
“Yah, aku tahu semuanya bakal terjadi seperti ini.”
“Huuuuu!!! Rasakan itu, makanya jangan sombong bodoh!!”
Berisik…!
“IRVING! IRVING! IRVING!”
Aku bisa mendengarnya, sorakan percaya diri mereka. Sangat memenuhi arena, siapa saja tak dapat mendengar hal lain selain ini.
*Ngiiing*
Tidak, belum berakhir. Aku belum menunjukkan perkembanganku! Masih ... Takedown ini menunggu jam terbangnya! Sekarang ‘lah saat yang tepat untuk melakukannya!
“IRVING! IRVING— “
“Oi, oi, oi, oi. Dia bangun tuh?!”
Ugh– Berdiri. Bertahanlah kaki! Kuatkan dirimu! Ayooooo!!
“Hah! Apa yang bisa kau lakukan dengan kaki gemetar seperti itu? Menyerahlah.” Agh, dia menendangku terpat di wajah. “Benar, jatuhlah seperti rendahan!”
Berdiri– Aku!!
“APA YANG MEMBUATMU TERUS BERJUANG? Aku akan pura-pura tidak ingat kejadian ini jika kau mau minta maaf sekarang, kalau perlu sujud sumpah menjadi babi di peternakan! Dengan begitu akan sedikit kupertimbangkan derajatmu!”
Ayo cepat berdiri aku! Sedikit lagi, sedikit lagi bisa! Tidak peduli apa yang kau katakan, aku takkan menyerah! HOOOOAAAAAAHH BERDIRIII!!
....
“Oooohh!! Mustahil!”
“Dia bangun lagi?! Bangun lagi lho!!”
“Kemauan yang hebat!!”
“Halah lihat dia begitu kacau!! Tinggal sekali serang saja toh bakal enggak bisa bangun lagi!!”
Prestasi ini jelas mengejutkannya, matanya terbelalak tak menyangka sekali pun. “K-Kau…?!” Bahkan nggak sadar dirinya terus melangkah mundur, kemudian berhenti bergerak. “Kenapa … KENAPA KAU MASIH BISA BANGKIT?! Padahal aku menggunakan sihir terkuatku padamu!!”
Kenapa katamu? Segitu saking ingin tahunya?? Alasan hanyalah satu.
“Karena … aku memiliki tekad.”
“T-tekad…??” Irving tertegun. “Mana mungkin, itu hanyalah omong kosong!! DASAR CACING RENDAHAN, JANGAN PIKIR KAU LEBIH HEBAT DARIKU! HANCURLAH, Iris Sigma : Defragment!”
Uhh– Tepat waktu! Dunia di mataku serasa melambat, seakan-akan secara ekslufif memberiku panggung untuk unjuk gigi. Kaulah yang hancur duluan, anak sialan!
“He—”
Wajah itu, lagi-lagi aku mampu menggoyahkan kepercayaan dirimu. Bagaimana rasanya dikalahkan orang lemah sepertiku? Heh berakhir sudah.
“Terima kasih kesempatannya!” Kutunjukkan senyum kemenangan. Sekarang kami saling membelakangi. “Brace Shot.” Kupukul tengkuk lehermu dengan tangan yang dialiri energi sihir, mengganggu aliran kesadarannya. “TIDURLAH!!”
“Goh– Ogh–“
Dia pun langsung tak sadarkan diri.
“Hah … hah … rasakan itu. HAHA LIHAT? SIAPA YANG PECUNDANG? INI AKIBATNYA MEREMEHKANKU, DASAR BODOOOH!” Dan merupakan kelemahan terbesarmu saat ini.
Kedepannya pasti takkan seperti ini lagi. Irving memang menyebalkan, tapi dia tahu cara memanfaatkan sihirnya. Harus cepat-cepat ... cari cara untuk menguasai milikku. Tidak ada waktu bermalasan!
Melihat kondisi menyedihkanmu hanya akan membuatku lengah, lebih baik pergi.
Ugh, berat. Tubuhku … sakit. Kuabaikan apa reaksi atau apa pun omongan kalian. Tidak peduli, aku hanya ingin pergi. Hah...? Siapa yang menangkapku—
Dengan mata yang hampir pergi ke dunia mimpi ini, kusaksikan Page Hour menggunakan badannya untuk menahan jatuhku. Dia mengatakan sesuatu. Tidak terdengar.
*Ngiiing*
Yah ... itu tidak terlalu penting. Menang. Aku menang—
****
Ehm … mph…??
Terasa nyaman, apa ini? Halus dan sedikit dingin, memberi kenyamanan yang cukup untuk tubuh. Rasanya seperti ingin tinggal selamanya.
Aku … di mana? Atap dengan lampu? Begitu, ini ruang kesehatan. Aku ternyata pingsan. Lalu siapa yang—
Seketika aku sangat terkejut begitu menyadari dua sosok di sebelahku. Wajah yang kukenal, aku sangat mengenalnya. “Kalian— Yang membawaku….”
Yuba dan Chloe.
“Hohoo~! Akhirnya bangun juga. Waaah~ Yang kau lakukan tadi sangatlah keren kawan. Nggak kusangka benar-benar sekali serang, hebat banget!” Pujiannya lebih diperjelas lagi dengan acungan jempol.
“Eh?” Tentu saja aku tidak bisa berkata apa-apa, ini terlalu mendadak.
“Benar, kamu hebat. Llyod.” Kali ini aku mendengar ucapan kagum seorang gadis yang manis. Suaranya begitu nyaman dan menyejukkan hati, rasanya ingin mengulang waktu hanya demi mendengarnya lagi.
“Kenapa…?” Aku benar-benar ingin tahu alasannya.
Pria yang wajahnya selalu terlihat konyol, kini merentangkan tangan. “Nih apel, setidaknya makanlah biar tenang dulu.” Ucapannya terdengar begitu ramah, ternyata dia bisa serius juga.
“Y-ya….” Enak, setiap gigitannya memberi kesegaran. “Haha tentu saja tidak mungkin, kalian pasti hanya kasihan dan berpikir aku cuma penyihir rendahan yang lemah bukan?”
Benar, tidak mungkin mereka bisa sebaik ini tanpa maksud tersembunyi. Terlalu cepat untuk senang duluan.
“Itu tidak benar,” ucap Chloe dengan nada tulus.
“Ha?”
“Kami sama sekali tidak berpikiran begitu. Aku benar-benar berpikir kamu itu hebat, Llyod.”
“Chloe benar.” Yuba memegang pundakku sembari tersenyum. “Apa kami tidak bisa dipercaya?” tanyanya serius tanpa melucu sedikit pun.
T-Tidak bukan itu maksudku—
“Tidak masalah. Kau boleh tidak mempercayai kami, aku takkan memaksamu. Tapi tolong dengar. Semua yang kau lakukan tadi membuatku mulai mengagumimu, sekalipun belum pernah kutemukan orang keras kepala sepertimu. Mata yang kulihat waktu itu sungguhan, penuh akan tekad.”
O-Octavius….
“Hehe~” Yuba tersenyum makin lebar.
….
“Maukah kamu menjadi teman kami?” tanya Chloe begitu halus dan tulus.
T-Teman … aku??
“Tentu saja! Tidak perlu sampai menunjuki diri seperti itu, hehe.”
“T-Tidak, tapi aku … kau serius, mau dengan orang sepertiku?”
“Bahkan tanpa diminta sekalipun, sejak awal kita sudah jadi teman ‘kan?”
Sial.
“Kamu kenapa menutup mukamu, Llyod?” tanya Chloe, tanpa melihat pun aku tahu dia memperhatikanku dengan penasaran.
Hal seperti itu … ini! Aku … aku … sial, sekarang malah bertingkah seperti anak gadis yang cengeng! Kenapa jadi begini? Padahal aku tidak merasa ... jangan lihat!
“Berjuanglah Zale, bapak yakin ... lambat laun semua orang menerimamu. Tidak ada yang salah dari payah!”
Ah, P-Pak Fredrick!
“Fufu, nangis tuh? Uwah beneran!” Yuba terkekeh setelah aku tanpa sengaja menunjukkan wajahku.
Berisik! Ha ... Ha … berisik!
Sial, aku tidak bisa menahan air mataku. Senyuman kalian hanya memperparahnya. Mereka berdua memegang masing-masing pundakku, terasa begitu hangat. Pertama kali kualami di sekolah ini.
“Kalian serius mau berteman dengan orang sepayah diriku?”
“Hehe~ Tentu! Toh aku juga sama payahnya, hahahaha~!”
“Aku juga.” Sial, senyuman manisnya membuatku makin terharu. Benar-benar perawakan malaikat.
Kak Leyse, dengarkan aku. Kakak pasti tidak percaya. Untuk pertama kalinya aku mendapat teman! Bahkan kali ini ‘sungguhan’, bukan penipu yang hanya menginginkan uangku dan bangsawan bodoh.
Untuk pertama kali aku merasa begitu bersyukur karena telah berjuang selama ini.
Sepertinya aku memang kesepian....
To Be Continued….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Asayamaa
keren sih 😏👍
2023-11-20
0
*Ephixna Neesama* >>>[Cieciel]
Pengen komentar. Tapi, aku gak tahu mau komentar apa.
2021-03-29
2
Ashidart
Fritz Estelle, kereen.
kalau boleh kasih saran Thor, untuk kemampuan yang dikeluarkannya itu bisa di deskripsikan lagi tidak. biar lebih kebayang gitu.
kayak yang Fritz Estelle, kalo bisa kasih tahu juga itu tusukannya dari apa. apakah sejenis tombak atau sebuah cahaya yang menembus atau apalah.
Tapi, ceritanya tetap menarik kok. aku juga masih bisa membayangkan isi ceritanya dengan jelas dan mengalir. tokoh utamanya adalah aku. wow, itu aku bangeet. aku jadi karakter yang ada di novel wkwkwk
2020-11-24
1