Jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Tapi Satya belum juga muncul. Sakti sibuk sendiri menyiapkan berkas penting dengan perasaan kesal. Kesal karena biasanya dibantu oleh Satya. Ditambah lagi, tak biasanya Satya datang terlambat tanpa konfirmasi terlebih dahulu.
Sakti terus uring-uringan di dalam ruangannya. Terlebih tak ada respon apapun saat Sakti menelpon Satya berkali-kali.
"Kemana dia? Tidak biasanya berulah begini." keluh Sakti.
Setengah jam kemudian, pintu diketuk. Setelah dipersilakan masuk, muncullah Satya dengan penampilan berantakan. Sebenarnya tidak terlalu parah, hanya saja biasanya selalu rapi dan tanpa cela.
"Maaf Tuan Sakti. Saya terlambat hari ini. Sebenarnya..."
"Ah sudahlah. Rapikan penampilanmu dan langsung bekerja. Aku tak mau mendengar alasanmu." kata Sakti menahan kesal.
"Baik Tuan."
Akhirnya Satya keluar dari ruangan Sakti.
"Aku tak bisa marah dengannya. Tapi aku harus menghukumnya. Jika tidak, kesalahan hari ini bisa jadi kebiasaan untuknya. Kira-kira hukuman apa yang pantas untuknya?".
Sakti tampak berpikir keras tentang hukuman apa yang pantas untuk Satya.
"Kalo aku kasih lembur, ya bisa jadi dia besok telat lagi. Kalo aku suruh ke luar kota tiba-tiba, iya sih dia bakal ngerasa dihukum. Tapi kan aku lagi butuh bantuan dia juga sekarang ini. Kalo aku suruh dia melewatkan jam makan siang, pasti dia tak jadi masalah. Dia loh pernah seharian nggak makan dan baik-baik saja. Gimana kalo aku suruh dia putus dari pacarnya? Ah jangan deh! Nggak tega juga. Si Marina itu kan orangnya baperan. Nanti yang kena sasaran maalah si Ayang Fanya. Trus apa dong?"
Tiba-tiba ponsel berdering. Ada telpon dari Mama Sakti. Tak banyak yang Sakti obrolkan dengan Mamanya. Sakti hanya manggut-manggut mendengarkan perkataan ibunya.
"Yah, Mama kenapa lagi sih? Kan Mama tau aku paling benci kalo disuruh ikut pesta orang tua begitu." gumam Sakti setelah mengakhiri telepon.
"Akh, biar Satya aja yang gantiin aku. Kalo dibatalin nggak mungkin ya. Kasian Mama sendirian. Kalo ada Satya, kan aman jadinya. Anggap aja ini hukuman secara tidak langsung. Dia pasti mau. Aku kan jadi bisa kencan sama Fanya. Itu ide bagus."
***
Mama Sakti sudah berdandan cantik dengan menenteng tas branded di tangannya. Ia duduk manis menunggu Sakti yang akan mengantarkannya ke acara reuni bersama teman angkatan SMA nya dulu. Tentu saja diwajibkan membawa putra/putrinya.
"Sakti.....! Buruan Nak!" teriak Mama Sakti.
Mendengar teriakan Mamanya, Sakti keluar kamar dan bergegas menuruni anak tangga. Menghampiri Mamanya yang sudah terlihat cantik meski ada sedikit kerutan halus di wajahnya.
"Loh, kamu belum siap-siap? Mamanya kan sudah bilang tadi pagi kan? Duh, gimana nih! Cepet kamu ganti baju dan anterin Mama pergi. Mama nggak mungkin pergi tanpa pendamping."
"Mama tenang aja. Bukan Sakti yang akan menemani Mama. Sebentar lagi, ada seseorang yang menggantikan Sakti. Kita tunggu saja." jawab Sakti santai, sesantai kaos oblong yang dipakainya.
Tak lama kemudian, datanglah Satya seperti perintah Sakti.
"Nah, Satya yang akan mengantar Mama." kata Sakti.
"Apa????" tanya Satya dan Mama Sakti bersamaan.
"Iya. Satya akan gantiin Sakti malam ini. Jadi Mama nggak akan pergi sendirian. Satya cukup bisa diandalkan. Dia kan seperti anak Mama sendiri kan kata Mama? Yaudah silakan pergi deh kalian. Biar Sakti jaga rumah aja. Badan Sakti rasanya sakit, pegal-pegal, sibuk sendirian karena ada karyawan yang terlambat."
"Uhuk..." mendadak Satya terbatuk.
"Kamu gapapa?".
"Gapapa Tante. Mari saya antarkan Tante." kata Satya sopan.
Akhirnya Mama Sakti pergi diantar oleh Satya. Sakti tertawa puas rencananya mengerjai Satya berhasil. Bagaimana tidak, Sakti sudah hafal jika dalam acara reunian Mamanya sudah pasti sang orang tua akan mencoba menjodohkan anaknya. Beruntung dirinya tidak ikut dan terhindar dari masalah menyusahkan seperti itu.
Sakti segera bergegas ke kamarnya. Mengganti pakaian santai rumahannya dengan pakaian yang lebih rapi yang cocok untuk kencan. Yah, dia sudah mengatur jadwal kencan dengan Fanya beberapa waktu yang lalu.
Sekitar setengah jam kemudian, Sakti sudah sampai di lokasi janjiannya dengan Fanya yaitu di minimarket. Sebelumnya Fanya akan dijemput di kostannya, namun karena Fanya ada sesuatu yang harus dibeli, tempat janjian berubah.
Sakti merasa bahagia akan bertemu pujaan hatinya. Tapi siapa sangka, sang kekasih yang akan ditemui sedang bersenda gurau dengan pria lain. Apakah Sakti panas hatinya? Tentu saja! Mimik muka bahagianya berubah jadi masam dan hilang sudah rasa bahagia yang tadi dibawanya.
Sakti mencoba menata hatinya. Tidak mungkin kan dirinya langsung pergi begitu saja? Dia memutuskan untuk menghampiri tempat duduk Fanya dan pria itu.
"Eh Mas. Sudah datang?" tanya Fanya sumringah.
"Iya." jawab Sakti malas, lalu duduk di bangku sebelah Fanya.
"Perkenalkan, ini Mas Sakti. Pacarku." kata Fanya memperkenalkan Sakti.
"Aku Nino. Teman kuliah Fanya dulu. Senang berkenalan denganmu." kata Nino mengulurkan tangan kanannya kepada Sakti.
"Sakti." ujar Sakti, membalas uluran tangan Nino.
"Aku dan Fanya bertemu secara kebetulan. Fanya tadi sedikit cerita jika kamu akan datang. Sementara aku juga menunggu istriku perawatan di salon sebelah. Karena haus, aku memutuskan mencari minuman di sini. Yah kami tak sengaja bertemu dan ngobrol. Aku harap pertemuan kami ini, nggak menjadikan alasan salah paham di antara kalian." penjelasan Nino.
Tanpa diucapkan oleh Sakti pun, Nino sudah peka jika Sakti tengah dilanda cemburu oleh kehadirannya. Jadi tanpa diminta pun, ia segera menjelaskan secara detail awal mula dirinya bertemu dan ngobrol dengan Fanya. Hanya pertemuan kebetulan.
"Eh kenapa repot menjelaskan. Mas Sakti bukan pria cemburu seperti itu. Mas Sakti pasti percaya pada pacarnya yang hanya setia dengannya. Eh, istrimu siapa sih? Apakah si Fita seksi itu?".
"Kamu pintar sekali. Memang dia orangnya. Susah tau dapetin hatinya. Aku harus jadi ASN dulu kalo mau pacaran sama dia. Katanya meski suka sama aku, tapi nggak mau hidup susah denganku. Padahal itu cuma trik dia aja buat nolak aku. Kamu tau sendiri, kalo mau jadi ASN harus pinter juga. Nilai akademikku kan pas-pasan. Jadi aku perlu kerja ekstra." ujar Nino sumringah mengenang perjuangannya merebut hati istrinya dulu.
"Luar biasa. Fita beruntung mendapatkanmu. Oya, kami harus segera pergi nih. Kamu gapapa sendirian di sini?".
"Ya. Kalian pergilah! Sebentar lagi istriku selesai dan aku akan balik ke salon. Sampai jumpa!"
Sakti menggandeng bahu Fanya posesif. Meski sudah dijelaskan bahwa Nino tak punya maksud apapun, hati Sakti tetap kesal. Tak terima wanitanya tertawa lepas bersama pria lain selain dirinya. Egois memang, tapi itulah kenyataan yang tak bisa dihindari.
'Pacarnya Fanya kayaknya posesif banget. Nggak rela jika pacarnya ngobrol dengan pria lain. Bagus sih, itu artinya dia cinta banget sama Fanya. Semoga saja mereka berjodoh. Akh iya, Fita sebentar lagi pasti selesai. Aku harus segera balik ke salon.' gumam Nino dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Ditta
pasti sakit
2022-09-26
0