Hampir setiap hari Fanya berangkat pagi dan pulang malam hari. Kecuali hari weekend. Kostan hanya tempat ia melabuhkan mimpi malamnya. Sehingga para tetangga sekitar hanya melihatnya sekilas saat berangkat atau pulang kerja. Hal itulah yang membuat Fanya tak luput dari gosip yang beredar panas saat ini.
Ya, Fanya dijuluki gadis malam sejak itu. Terlebih sudah mulai jarang atau bahkan tidak lagi bercengkerama dengan penghuni kostan lain. Bukannya sudah bosan atau apa, bahkan Fanya sudah merasa tak ada waktu lagi untuk bersantai. Ia bahkan memilih menghabiskan waktunya di tempat kerjanya yang baru untuk menimba ilmu.
Memang pekerjaan Fanya di butik milik Mamanya Sakti hanyalah asisten. Tapi tak mengurungkan niat Fanya untuk belajar mendesain pakaian. Fanya terkadang belajar dari beberapa desainer disana. Ilmu yang didapat langsung diaplikasikan dengan mempraktekkan secara diam-diam setelah jam kerja usai.
"Fan, bisa tolong belikan kami minuman? Aku ingin espresso dan yang lainnya seperti yang aku catatkan ini. Jangan lama-lama karena kami tak suka menunggu. Ini, pakai kartu kreditku." perintah Lusi, senior desainer.
"Ah, tapi Bu Syakira akan mengajakku bertemu klien sebentar lagi." kata Fanya bingung.
"Halah, lo itu sok banget yah. Masuk sini juga karena orang dalem, tapi belagunya itu loh kebangetan. Buruan gih sebelum kesabaran kita habis!" seru Gina.
"Bukan begitu, tapi yasudah..." Fanya akhirnya mengalah, memilih mengiyakan permintaan Lusi dan teman-teman desainer.
"Sudah, biar aku saja. Aku mau sekalian ke depan juga. Siniin catatan pesanan dan kartu kreditnya. Kamu buruan temuin Bu Syakira aja!" kata Henny tegas.
Henny adalah satu-satu desainer yang paling baik menurut Fanya. Dialah yang sangat sabar mengajari Fanya dengan ilmu dan pengalaman yang ia punya sebagai seorang desainer. Fanya pun mengiyakan maksud baik Henny.
"Terimakasih Kak Henny!" ujar Fanya dan segera berlalu menuju ruangan Bu Syakira.
Henny hanya mengangguk dan mengulas senyum.
"Hen, lo kenapa sih? Biarin Fanya aja yang beli! Kan dia biar nggak manja di sini. Biar anak itu tau diri di sini." keluh Gina kesal.
"Gapapa." kata Henny tenang.
"Haish, lo itu nyebelin! Padahal kan gue mau kasih pelajaran aja buat bocah baru itu. Dia berlagak karena merasa diistimewakan di sini!" seru Gina.
"Sudahlah. Nggak usah ribut. Yaudah Hen, cepetan beliin minuman. Kepalaku pusing banget nih denger keluhan Gina terus." kata Lusi sembari memegang pelipisnya.
Sementara Fanya yang sudah berada di ruangan Bu Syakira alias Mamanya Sakti, sibuk mengerjakan laporan mingguan yang dkminta oleh Bu Syakira.
"Ini kamu bisa selesaikan dalam waktu setengah jam lagi kan? Soalnya klien akan datang dalam waktu itu. Persiapkan dirimu dengan baik!"
"Lalu apa saya akan dimintai keterangan atau semacamnya, Tante? Mengingat saya masih baru, saya takut akan membuat kesalahan di sini."
"Bukan begitu, Fanya. Mungkin saja mereka minta disiapkan dokumen atau sejenisnya. Urusan tanya jawab itu serahkan padaku. Kaku cukup membantu melayani mereka jika mereka membutuhkan bantuanmu. Kamu bisa kan?"
"Bisa Tante. Akan Fanya lakukan dengan senang hati. Kalau bagitu, Fanya akan melanjutkan tugas ini." seru Fanya girang.
'Dasar anak ini. Semangat sekali dalam pekerjaannya. Tapi aku suka! Pembawaan positif inilah yang sangat dibutuhkan Sakti.' Batin Mamanya Sakti.
***
Di kantor Sakti, sedang diadakan rapat bulanan yang dihadiri para jajaran petinggi perusahaan. Ada beberapa Manager dan beberapa karyawan terpilih yang menghadiri rapat itu. Tak terkecuali Sakti beserta Satya pastinya.
"Untuk bulan ini, saya rasa semuanya sudah berjalan dengan sangat lancar. Namun perlu digarisbawahi, saya memang melihat hasil yang maksimal. Tapi jangan lupakan bagaimana proses yang kalian lewati. Saya sangat menghargai proses yang baik untuk menghasilkan hasil yang maksimal. Untuk itu, rapat saya akhiri sampai di sini, terima kasih atas waktu yang kalian luangkan, dan silakan kembali ke ruangan masing-masing!" perintah Sakti tegas.
Semua bergegas meninggalkan ruang rapat dengan perasaan lega. Bagaimana tidak, selama rapat mereka dibuat kaku tak berkutik oleh deretan pertanyaan yang mengarah pada introgasi mematikan dari Sakti.
"Tuan, setelah ini jadwal Anda kosong. Nanti jam 1 baru ada lagi, yakni bertemu Pak Subrata dan kuasa hukumnya." ujar Satya sembati fokus menatap catatan agenda miliknya.
"Berarti hanya 2 jam waktu yang tersisa sebelum bertemu Pak Subrata."
"Benar Tuan. Apa ada tambahan jadwal pertemuan dengan klien lain?" tanya Satya.
"Tidak ada. Oh iya, apakah Fanya baik-baik saja di butik Mamaku?"
Satya tampak berpikir.
"Untuk wanita sekelas Nona Fanya, saya pastikan tak melihat masalah besar dalam keseharian di tempat kerjanya. Ia masih semangat menjalani kehidupan dan hari-harinya. Selalu belajar dan menambah pengalaman baru. Sayangnya, beberapa rekan kerja di sana tidak demikian. Sebagian dari mereka menganggap Fanya hanyalah orang tak berguna yang hanya memanfaatkan kesempatan untuk bergabung dengan mereka. Tuan pasti paham dari sudut karyawan lain, sudah pasti Nona Fanya sangat menonjol di antara mereka. Tentu saja sebagai orang terdekat dengan Bu Syakira, Mama Tuan Sakti sendiri." penjelasan Satya.
"Selama Fanya masih aman, cukup pantau dari jarak jauh saja. Tapi kalo dirasa ada perlu tindakan yang diambil, lakukan saja sebagaimana baiknya. Aku sulit terang-terangan membantunya. Aku tak mau dia salah paham lagi seperti sebelumnya. Kamu paham maksudku bukan?"
"Paham Tuan. Kalo begitu, saya pamit kembali ke ruangan. Ada dokumen yang harus saya siapkan untuk pertemuan nanti. Permisi!" pamit Satya.
Sakti mengambil ponsel di saku jas hitamnya. Ia mendial nomer Fanya. Beberapa kali panggilan terlewat begitu saja. Tak ada respon dari Fanya.
"Mungkin dia lagi sibuk. Biarkan sajalah. Aku juga harus kembali ke ruangan. Semoga saja nanti ada kesempatan untuk berkabar dengan Fanya. Sungguh, aku sangat merindukannya. Sudah beberapa hari ini tak bisa menatap langsung wajah manisnya. Kangen berat aku tuh..." lirih Sakti.
***
Fanya akhirnya sudah sampai di kostan. Tempat ternyaman untuk sekedar melabuhkan mimpi malamnya. Saat akan memejamkan mata, tiba-tiba terdengar gedoran pintu yang cukup kencang.
"Hey gadis malam, keluar kau! Tunjukkan siapa dirimu?" seru seseorang dari luar.
Fanya sempat berpikir, apakah dia yang dimaksud gadis malam? Tapi berhubung yang digedor adalah pintu kamar kostannya, sudah pasti julukan itu tertuju untuk dirinya.
Dengan tubuh yang lunglai sebab kelelahan, Fanya membuka pintu perlahan. Tampak beberapa ibu-ibu muda menatapnya garang. Seakan sudah siap sedia menyantap hidup-hidup Fanya.
"Ada apa ini?" tanya Fanya bingung.
"Kamu, jika profesimu sebagai gadis malam, tolong segera pindah dari tempat ini. Kehadiranmu merisaukan tempat ini. Kami semua sudah tidak nyaman untuk tinggal berdekatan denganmu!" seru wanita berdaster merah.
"Profesi gadis malam?" tanya Fanya lagi.
"Halah, sok polos! Kamu kan tiap pagi buta sudah berangkat dan pulang menjelang dini hari. Lalu apakah namanya bukan gadis malam?" selidik wanita berambut pirang yang berkacak pinggang.
"Lah, saya kan memang bekerja. Salahnya dimana? Apa saya mengganggu kalian? Saya kerja loh. Bukan mengemis minta makan sama kalian. Tolong mengerti!" ujar Fanya.
"Kerja apa sih? Kerja sebagai wanita murahan yang berkeliaran mengejar om-om hidung belang? Atau mungkin menggoda pria kaya untuk dijadikan sandaran hidup? Haish, itu sudah sangat tidak pantas. Tolong juga kamu mengerti kami. Silakan pindah dari tempat ini." kata wanita bertubuh gemuk.
"Maaf ibu-ibu sekalian. Saya murni kerja di sebuah butik yang merancang atau mendesain pakaian. Jadi tak ada sangkut pautnya dengan gadis malam atau parahnya wanita murahan yang kalian sebutkan itu. Buat apa juga kerja kotor seperti itu kalo saya masih bisa kerja bersih seperti sekarang? Kalian menganggap saya wanita murahan? Tau darimana? Kalo benar saya wanita murahan, saya perginya bukan pagi pulang malam. Tapi pergi malam pulang pagi. Tolong deh yang udah nyebarin gosip murahan begitu, segera diluruskan. Tuduhan ibu-ibu sekalian yang tidak masuk akal ini, bisa loh saya tuntut ke pengadilan dengan kasus fitnah dan pencemaran nama baik. Apakah ibu-ibu sekalian siap sedia menunggu tuntutan dari saya?"
Alhasil ibu-ibu yang berdemo di malam hari, tampak ketakutan sendiri. Hingga salah satu dari mereka mengajak untuk membubarkan diri dan kembali ke kamar masing-masing.
"Mimpi apa aku semalam?" desah Fanya dan kembali masuk ke kamarnya untuk melanjutkan istirahatnya yang sempat terganggu.
Dari kejauhan tampak Satya dan anak buah Sakti lainnya, memantau keadaan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments