Double date Sakti-Fanya dan Satya-Marina berlangsung dengan damai. Sakti tak sungkan menunjukkan perhatian manisnya untuk Fanya. Mulai dari menggenggam tangan Fanya karena udara malam semakin dingin, memakaikan jaketnya untuk Fanya yang kebetulan lupa membawa jaket, dan perhatian manis lainnya. Tentu saja tak luput dari perhatian Satya dan Marina.
Setelah puas menikmati makan malam, mereka pergi menuju pasar malam yang lokasinya tak jauh dari tempat mereka makan. Hanya berjalan kaki beriringan. Melepas sisa malam agar tak kunjung berakhir.
Untuk Marina jangan ditanya. Ia sebenarnya juga ingin berada di posisi Fanya yang terlihat disayang dan dimanja oleh Sakti. Tapi sekarang dirinya hanya bisa berlaku sebagai penonton. Tak lebih. Sementara Satya seperti mendapat inspirasi, ia mulai berinisiatif melakukan apa yang dilakukan Sakti, bossnya.
Satya mulai mengenggam tangan Marina yang sudah terasa dingin. Awalnya Marina menolak, tapi karena ia juga butuh dihangatkan, ia pun menerima. Marina luluh juga dan menurut perlakuan Satya yang menurutnya masih masuk akal.
"Mas, aku mau naik wahana itu!" seru Fanya sembari menunjuk wahana komedi putar.
"Yakin mau naik itu?" diangguki oleh Fanya.
"Sat, aku sama Fanya mau naik wahana ini. Kalo kalian mau keliling dulu silakan." kata Sakti pada Satya.
"Baik Pak." jawab Satya.
Satya lalu mengajak Marina berkeliling. Marina menurut saja. Hingga sampailah pada sebuah wahana rumah hantu.
"Kok kesini?" tanya Marina panik.
"Kenapa? Kamu takut?" kata Satya balik tanya.
"Enggak!" jawab Marina lantang.
Satya langsung bergegas antri membeli tiket masuk wahana rumah hantu.
'Iya sih takut. Tapi gengsi banget kalo ngaku takut di depan pria ini. Hantunya pasti hantu boongan. Manusia juga kan? Akh, diberani-beraniin ajalah. Paling juga biasa aja di dalam. Berani!' kata Marina dalam hati.
"Nih udah beli. Ayo kita masuk!" ajak Satya.
Marina mengikuti Sakti. Sesaat setelah melewati pintu masuk, terdengar suara-suara seram yang membuat Marina bergidik ngeri. Marina meremas lengan Satya kuat. Satya tau kalau Marina sedang dilanda ketakutan.
"Apa sih itu tadi?" keluh Marina mulai panik.
"Bukan apa-apa. Kan cuma hantu boongan. Masa sih kamu takut?" ledek Satya.
"Akh nggak takut!" kilah Marina sok berani.
Marina melepas pegangannya. Kemudian berjalan lebih dulu melewati koridor dengan lampu temaram. Belum jauh ia berjalan, tiba-tiba ada sosok seram yang muncul. Sontak Marina menjerit dan memeluk Satya.
"Hantunya sudah hilang. Jangan takut!" kata Satya.
"Akh boong!" rengek Marina ketakutan.
"Coba lihat! Udah nggak ada!" seru Satya.
Marina mengedarkan pandangannya ke arah munculnya sosok seram tadi. Tapi sudah tak ada.
"Iya sudah pergi. Iya, aku takut. Sangat takut." kata Marina yang masih memeluk Satya.
"Iya. Ayo jalan bersama." kata Satya.
Meski takut, Marina mengikuti Satya. Ia tak mau melepas pelukannya. Bahkan semakin erat saja jika tiba-tiba ada sosok seram yang muncul. Satya berusaha menenangkan Marina. Dirinya memang tak takut dengan hantu palsu itu. Namun melihat Marina sangat takut, ada keuntungan tersendiri untuknya. Siapa sih yang tak senang jika dipeluk secara percuma oleh seseorang yang disukai?
Sementara di tempat lain, Fanya tengah bahagia menikmati wahana permainan yang ada di sana. Tak ketinggalan, ia mengajak Sakti menuju wahana kesukaannya, bianglala.
"Ayo naik!" ajak Fanya yang tanpa ragu menarik lengan Sakti.
Saat mereka sudah berada di atas, Fanya berteriak girang meluapkan kebahagiaannya. Sakti ikut bahagia menyaksikan kekasihnya bahagia.
"Mas, ternyata suasana malam seindah ini ya?" gumam Fanya yang arah matanya melihat langit malam yang indah. Ada kobaran kembang api yang terlihat di langit. Sakti hanya tersenyum menanggapi.
"Kok diam?" tanya Fanya yang kemudian duduk di sebelah Sakti.
"Malam ini memang indah. Tapi bukan karena kembang api ataupun karena kita sedang berada di atas bianglala ini. Menurutku yang indah adalah saat aku bisa bersamamu menikmati malam biasa ini. Seindah apapun malam ini, jika tanpamu semuanya sia-sia." jawab Sakti serius.
"Halah, itu Mas lagi ngegombal aja. Mas Sakti tuh nggak pantes yah ngegombal gitu. Mas Sakti itu kan orangnya yang aku tau, keren. Nggak seromantis gini deh." kilah Fanya.
"Aku nggak lagi ngegombal kok. Aku serius kok. Ayo kita mengambil gambar kita. Aku ingin menyimpan momen ini jadi kenangan indah." Sakti segera mengambil ponselnya dan mengambil gambar.
"Eh aku belum siap ya. Ambil lagi Mas! Aku mau kelihatan cantiklah. Masa kamu aja yang ganteng, eh akunya jelek. Nggak mau!" seru Fanya.
Ponsel Sakti pun direbut Fanya. Fanya pun mengambil alih pengambilan gambar. Ia memotret dirinya dan Sakti dengan berbagai gaya dan berbagai posisi.
"Sudah! Nanti kirim ke aku juga ya Mas!" kata Fanya saat mengembalikan ponsel Sakti.
Sakti hanya mengangguk. Ia kembali mengenggam tangan Fanya.
"Nggak usah digenggam juga Mas." ucap Fanya.
"Aku mau aja. Lagian tangan kamu dingin. Aku nggak mau ya kamu kedinginan."
"Kan aku udah pake jaket kamu nih Mas. Yang ada Mas Sakti yang kedinginan. Aku nggak tanggung jawab ya kalo Mas nanti sakit." Sakti malah tertawa.
"Kok mas ketawa sih? Aku serius Mas. Mas khawatirin aku, padahal Mas lebih mengkhawatirkan." kata Fanya.
"Iya, aku sudah biasa begini. Kulit pria lebih tebal dari kulit wanita. Jadi itu bukan masalah besar. Menurutmu Satya dan Marina akan bagaimana ya mereka? Apa bisa seperti kita?"
"Mereka akan jadianlah. Aku bisa lihat kalo Miss Marina sebenarnya suka sama Mas Satya. Tapi masih galau aja. Kan sebelumnya suka sama Mas Sakti. Jadi ya gitu, ada kemungkinan kalo mereka akan menjadi sepasang kekasih yang saling mencintai. Tapi tunggu, aku nggak bilang seperti kita ya. Kita ini apa? Kan Mas Sakti yang cinta sama aku. Aku sih nggak...."
"Nggak apa?"
"Akh lupain. Ayo deh kita pulang aja abis ini. Udah malem juga. Besok Mas Sakti juga harus kerja lagi. Beda banget kan sama aku yang pengangguran ini."
"Kamu mau kerja di tempat Mamaku nggak?"
"Mau tapi apa itu nggak jadi masalah. Aku sungkan sama Mamanya Mas Sakti. Beliau udah baik. Aku takut bikin kecewa."
"Yasudah, nanti kalo kamu sudah siap, kamu boleh bilang lagi ke aku. Kalo kata Mama sih dia mau-mau aja nerima kamu. Kan emang lagi butuh orang juga katanya."
"Iya Mas. Nanti yah kalo aku sudah siap mental."
Fanya dan Sakti menunggu Marina dan Satya di depan gerobak tukang bakso. Fanya memesan semangkok bakso karena lapar lagi. Sakti hanya sebagai penonton karena memang tak lapar.
"Bang, baksonya dua dong!" seru Marina.
Marina dan Satya duduk di bangku plastik yang disediakan tukang bakso.
"Kalian dari mana aja?" tanya Sakti.
"Dari rumah hantu. Parah banget Mas Satya. Kayak nggak ada wahana lain, masa aku dibawa ke sana. Bikin senam jantung aja!" kelih Marina kesal.
"Miss Marina sepertinya bukan lagi kesal. Aku liat Miss Marina menikmatinya kok. Itu tangan masih aja megang tangan Mas Satya." kata Fanya yang masih fokus menikmati baksonya.
Marina langsung melepas peganggannya. Ia melirik Satya yang malah tersenyum simpul.
"Ikh ngeselin." keluh Marina.
"Ngeselin tapi bikin kamu ngedusel ya." bisik Satya pelan di telinga Marina.
Marina bergidik ngeri, tapi apa yang diucapkan Satya ada benarnya.
"Ini Neng baksonya!" kata abang bakso menyodorkan bakso kepada Marina dan Satya.
"Mas, nanti anterin aku pulang kan?" tanya Fanya tiba-tiba.
"Iyalah. Kapan sih aku ngebiarin kamu pulang sendiri." jawab Sakti.
"Jangankan nganter pulang. Rapat aja ditinggalin pas penting-pentingnya." celetuk Satya.
"Eh." kata Sakti memperingatkan.
"Tapi kan benar itu Pak." kata Satya.
"Iya, tapi..."
"Sudahlah Mas. Pokoknya Mas Sakti selalu terbaik kalo soal perhatian." seru Fanya senang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments