Satya merapikan kemejanya yang tampak berantakan setelah aksi nakalnya mengerjai Marina. Sampai ia tak menyadari bahwa bossnya, Sakti masuk ke ruangannya.
"Sepertinya kamu sedang bahagia? Ada berita bagus apa?" tanya Sakti.
"Maaf Pak, hanya masalah pribadi yang tidak perlu diceritakan. Oh iya, sejam lagi kita harus menemui Pak Harlan. Membahas masalah kontrak kerjasama iklan. Rencananya dari perusahaan Pak Harlan akan menggunakan jasa iklan dari perusahaan kita."
"Yasudah. Siapin aja berkasnya. Nanti ke ruanganku ya kalo sudah siap." kata Sakti sambil berlalu meninggalkan ruangan Satya.
Sakti kembali ke ruangannya. Ia berinisiatif menghubungi kekasihnya yang tiada berkabar dari pagi.
***
Marina melempar tasnya asal. Lalu merebahkan dirinya di sofa kamarnya. Tangannya mengepal menyimpan kekesalan.
"Non, mau bibi buatin minum apa?"
"Jus jeruk aja Bi. Udah ya, jangan tanya lagi. Aku nggak mau diganggu lagi. Aku mau tenangin pikiran. Bibi beres-beres aja abis ini." jawab Marina ketus.
"Baik Non."
Marina mengacak rambutnya kesal. Terlintas bayangan dirinya dan Satya yang tengah berciuman tadi di kantor Sakti.
"Kenapa jadi kepikiran itu terus sih? Lagian tadi ngapain juga aku pake nerima ciuman itu orang? Bodoh sekali kamu Marina! Sudah jelas cintamu untuk Sakti, tapi kenapa membiarkan tubuhmu dijamah laki-laki lain selain Sakti? Mana dia cuma asisten Sakti lagi. Bagaimana aku bisa bernafas dengan tenang jika bertemu pria itu lagi? Gimana ini, apa yang harus aku lakukan?" keluh Marina sembari meremas gulingnya.
Marina akhirnya mengambil ponsel di dalam tasnya. Menekan password dan membuka menu chat grup. Disana hanya ada rumpian acara arisan dan belanja teman-temannya. Tak ada yang menarik baginya. Kemudian iseng membuka inst*gram pribadinya. Disana ia mengetik nama Sakti. Munculnya berbagai profil Sakti. Mulai dari aktivitas kantor dan aktivitas pribadi. Tak ada informasi mengenai Fanya tertera di sana. Marina bernafas lega untuk itu.
Ia men-scroll ke bawah hingga menemukan foto Sakti bersama Satya. Di foto tersebut juga di-tag akun Satya. Iseng Marina meng-klik akun Satya. Marina sangat syok melihat deretan foto-foto di sana. Sebenarnya tidak ada yang aneh dari foto tersebut. Hanya saja, mata Marina seakan dibuat silau oleh foto itu. Bagaimana tidak, hampir semua foto menampilkan gaya cool dari seorang Satya.
Marina semakin lemas saat melihat roti sobek yang terpampang di depannya, meski hanya berupa gambar foto. Sebenarnya ia malu meski hanya menatap dari layar ponsel. Tapi tetap saja ia betah melihatnya karena kagum dengan tubuh atletis dari seorang asisten Sakti itu.
"Kalau diliat, dia sih lumayan tampan juga. Beda tipis sama Sakti. Postur tubuh juga bisa dibilang proporsional. Untuk gaya berpakaian juga hampir mirip. Beda kelas aja kali ya. Satu boss, satu asisten. Untuk masalah harta kekayaan, nggak taulah ya. Yang jelas Sakti lebih unggul. Tapi nggak perlu negatif thinking juga sih. Kaya pun juga belum tentu ngejamin kebahagiaan." ucap Marina.
Marina melempar asal ponselnya ke kasurnya. Ia bergumul ke dalam selimut tebalnya. Mengistirahatkan pikirannya yang sibuk memikirkan Satya.
***
Fanya akhirnya dijemput Sakti di kostannya. Rencananya Sakti akan mengajak Fanya makan malam di sebuah street food yang berada tak jauh dari cafe Monix.
"Kenapa nggak sekalian ke cafe Monix aja? Kan Mas bisa sekalian nostalgia sama Marina. Dia kan ngejar-ngejar kamu Mas. Sampai rela ngehina dan ngelukain aku demi cintanya ke kamu. Kamu nggak kasian sama dia? Dia cinta mati loh sama kamu." seloroh Fanya.
"Ah itu nggak benar. Dia hanya kagum sama aku aja. Nggak bisa dibilang cinta. Cintanya bukan buat aku. Ehm, apa kamu sudah mulai cemburu ya? Hayo, apakah itu benar?" tanya Sakti menatap lekat Fanya yang memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Coba liat mataku!" perintah Sakti.
"Ada apa Mas?" tanya Fanya berbalik bertanya, padahal dia belum menjawab pertanyaan Sakti.
"Coba liat mataku!" perintah Sakti lagi dengan penuh penekanan.
Fanya menuruti permintaan Sakti. Saat mata mereka saling bertatapan satu sama lain, Fanya merasakan desiran di hatinya.
'Apa ini? Kenapa aku merasakan desiran yang bergejolak di dalam hati ini? Apa aku sudah tidak normal lagi?' batin Fanya.
"Bagaimana? Apa ada sesuatu?" tanya Sakti penuh harap.
"Aku tak merasakan apa-apa. Hanya desiran di sini." jawab Fanya sambil menunjuk dadanya.
Sakti tersenyum penuh kemenangan. Betapa senangnya ia akhirnya dicintai oleh seseorang yang ada di hatinya.
"Kamu sudah mencintaiku. Aku tau itu!" seru Sakti percaya diri.
"Tidak mungkin. Aku tidak mencintai siapa-siapa selain diriku sendiri. Mungkin hanya rasa kagum padamu. Kamu kan ganteng, baik hati, sopan, perhatian, dan pasti aku suka."
"Liat sekeliling kita! Apakah ada yang ganteng di sini?" tanya Sakti.
Fanya mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Banyak pasangan kekasih yang menghabiskan waktunya untuk berkencan di sana. Fanya menemukan beberapa pria yang menurutnya ganteng.
"Ada beberapa yang ganteng di sini. Tapi masih kalah ganteng dari kamu." jawab Fanya polos.
"Kan... berarti ada harapan indah untukku. Terima kasih ya."
"Eh terima kasih apa? Aku tak memberikan apa-apa untukmu!"
"Ada kok. Ada cinta yang luar biasa."
Fanya mencoba mengalihkan pembicaraan. Karena akan sangat malu rasanya jika dirinya memang menyukai bahkan mencintai pria di depannya itu.
"Mari kita pesan makanan dan minuman. Aku pingin makan enak malam ini." kata Fanya sembari membolak balik buku menu di mejanya.
"Pesan semua yang kamu inginkan!"
"OK, siapa takut! Kebetulan seharian aku baru makan sedikit. Malam ini saatnya makan enak dan banyak. Aku nggak liat harga yah. Karena kan semua ini pasti murah di matamu. Ya kan?" hanya diangguki Sakti.
Setelah pesan makanan dan menunggu beberapa saat, akhirnya semua yang dipesan sudah terhidang rapi di meja mereka.
"Dari penampilannya terlihat cantik, sudah pasti ini enak. Sudah beberapa kali kok aku mencobanya. Dan ini, pasti akan lebih enak karena..." Fanya tak melanjutkan.
"Iya, pasti lebih enak karena ada kekasih yang menemani. Bukan begitu?"
"Huh dasar! PD banget sekali...." cibir Fanya meledek.
"Yaudah yuk makan yuk."
Saat Fanya dan Sakti tengah menikmati hidangan mereka, tiba-tiba Marina mendatangi mereka.
"Boleh duduk di sini?" tanya Marina dan langsung duduk di sebelah Fanya.
Sakti tak mengindahkan kehadiran Marina. Ia fokus menikmati kunyahan demi kunyahan. Sementara Fanya tentu saja gusar dan khawatir.
"Maaf ya. Aku ganggu makan malam kalian. Cuman aku ingin mengungkapkan sesuatu pada kalian. Untuk Fanya, aku minta maaf karena telah banyak menyusahkanmu. Sudah memecatmu dan tega sekali mencelakaimu. Aku sungguh lepas kendali. Maafkan aku." Marina menitikkan air mata.
"Dan Sakti, maaf sudah membuatmu jengah setiap kali kita bertemu. Jujur saja, siapa sih yang tak ingin bersanding denganmu? Wanita mana yang bisa menolak pesona tampanmu? Aku dibutakan oleh itu semua. Hingga aku membuat kesalahan fatal. Melukai seseorang yang sudah seperti keluargaku sendiri. Dari dulu, aku selalu dekat dengan Fanya. Dia seperti adikku sendiri. Sayangnya, setelah aku tau kamu mendekatinya, aku tak bisa menerimanya. Aku terlalu kesal sampai akhirnya melukai Fanya. Maafkan aku." Marina kembali terisak.
"Aku siap menerima hukuman dari kalian. Apapun itu." kata Marina lagi.
"Sudahlah, aku tak mempermasalahkan sikapmu terhadapku. Itu karena aku tak pernah meresponmu. Jadi yah biasa aja. Sepertinya Fanyalah tempatmu mencari maaf." ucap Sakti.
Fanya menatap wajah Marina. Sedih dan haru rasanya melihat wajah yang terlihat putus asa.
"Aku sudah memaafkanmu, Miss sebelum Miss meminta maaf hari ini. Semoga setelah ini, tidak ada lagi permusuhan di hati Miss karena aku sama sekali tak menganggap Miss musuh." kata Fanya.
"Terima kasih Fanya."
Marina pun memeluk Fanya yang sudah membentangkan tangannya terlebih dulu.
"Sepertinya kamu mengajak seseorang ke sini." kata Sakti pada Marina.
"Siapa? Aku sendirian kok."
"Itu!" tunjuk Sakti dengan kode arah matanya.
Sesaat arah mata Fanya dan Marina mengikuti petunjuk dari Sakti. Benar saja, ada Satya yang berjalan ke arah mereka.
"Pak Sakti!" sapa Satya sungkan.
"Iya. Duduklah. Mari makan malam bersama. Sekalian kita double date. Lebih seru kan." kata Sakti.
"Siapa juga yang kencan!" kata Marina sewot.
"Sudahlah Miss. Dijalanin aja dulu. Emang Miss kira aku langsung mau gitu sama Mas Sakti? Diiyain aja dulu, syukur-syukur kalo jadi. Mas Satya juga ganteng juga kok. Ya kan Miss?" bisik Fanya pelan, tapi Sakti dan Satya masih bisa mendengarnya.
"Yaudah iya." kata Marina pasrah.
"Nah gitu dong. Lebih baik membuka hati pada seseorang yang mencintai kita. Kan jadi saling cinta kalo hati sudah benar-benar terbuka. Namanya juga usaha. Ya nggak Sat?"
"Oh iya Pak. Setuju." kata Satya senang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments