Setelah beberapa hari Fanya menginap di rumah mewah Sakti, akhirnya ia kembali ke kostannya. Sakti sendiri yang mengantarkan Fanya ke kostan. Tentu saja disambut hangat oleh sang sahabat, Clara yang masih betah tinggal di sana.
"Loh, kamu masih di sini aja?" tanya Fanya pada Clara.
"Iya, gue kan setia jagain kostan bestie kesayangan. Gimana, seru ya menginap di rumah Mas Sakti?" bisik Clara, tapi masih terdengar juga oleh Sakti.
"Orangnya di sini loh. Yang kenceng dikit yah kalo ngomong!" seru Sakti menyindir Clara.
"Eh Mas Sakti denger yah. Hehe... "
"Aduh Clara, nggak usah nyubit aku juga. Sakit tau." protes Fanya.
"Eh maaf. Refleks sih. Abis ngeri-ngeri sedep sama Mas Sakti. Maaf ya bestie..."
"Fanya, aku langsung ke kantor aja ya. Jaga diri kamu baik-baik. Pokoknya kabari aku apapun yang terjadi. Bahkan kalo kamu mau tidur pun, jangan lupa kabari aku. OK?" Fanya mengangguk tanda mengerti, sementara Clara dibuat melongo.
"Sumpah, gue terpesona sama kebucinan Mas Saktinya elo. Bagi resepnya dong biar Mas Robi gitu juga sama gue."
"Ra, nggak usah pake resep. Kalo Mas Robi emang beneran sayang dan cinta sama kamu, dia bakal perjuangin cintanya ke kamu kok. Kita tunggu aja nanti akhir cerita kalian kayak gimana. Dibucinin nggak selamanya enak loh. Menurutku, terlalu bucin sama aja dengan posesif. Serba dibatesin ruang gerak kita." penjelasan Fanya.
"Lah seribet itukah bucin? Ini bau apa ya? Kok bikin gue laper."
"Noh, ada pizza dan spaghetti di dalam paperbag itu. Makan aja. Tadi aku udah makan juga. Tapi Mas Sakti kekeuh nyuruh aku bawa lagi. Ternyata secara tidak langsung, mikirin perut kamu juga." ledek Fanya.
"Astaga bestie, Mas Sakti perhatian sama gue juga. Sampaikan rasa terimakasih gue ke dia ya. Mau makan pizza ah..."
"Kamu libur hari ini?"
"Iya. Gue ambil cuti seminggu buat tenangin diri. Kemaren gue dilabrak sama Dila. Lo tau nggak?"
"Nggak tau...." jawab Fanya.
"Si Dila itu berani-beraninya datengin kantor gue. Bayangin aja, orang sekantor kan jadi tau rumitnya hubungan cinta gue. Dia marah-marah sampe jambakin rambut gue. Ini aja kepala gue masih nyut-nyutan kalo inget kejadian kemaren." cerita Clara sambil makan pizza.
"Trus Mas Robi udah tau?"
"Tau ah. Dari kemaren ponselnya nggak bisa dihubungi. Udah mati ditelan bumi kali. Kesel gue diginiin. Mending putus sekalian ajalah datipada di-ghosting."
"Emang kamu udah siap lahir dan batin diputusin?"
"Elo doain gue putus yah? Tapi yaudah ikhlas aja kalo jalannya begitu. Lo aja rela putus dari Harlan. Trus dapetnya si ganteng Mas Sakti. Pengorbanan yang dapetnya sesuatu yang luar biasa. Gue gitu aja kali ya. Siapa tau dapet jackpot juga kayak lo. Lumayan kan?"
"Lumanyun yang ada."
"Yah... Eh Mas Robi nelpon. Tolong diem yah!" seru Clara girang.
'Tadi aja udah ikhlas mau putus segala sama Mas Robi. Giliran ditelpon, ukh langsung ketahuan gimana bucinnya. Dasar munafik. Kalo masih sayang ya bilang sayang aja sih. Aku juga pasti bakal doain yang terbaik buatmu, Ra.' batin Fanya.
Fanya keluar kostan. Dirinya berniat menuju minimarket untuk membeli sesuatu.
"Fanya!" sapa seseorang bernama Harlan.
"Iya Harlan." jawab Fanya yang langsung berlalu.
"Tunggu Fan. Boleh kita ngobrol dulu? Ada hal yang ingin aku sampaikan padamu." pinta Harlan.
"Apa? Kayaknya udah nggak ada yang perlu dibahas lagi deh. Aku buru-buru nih."
"Fan, tolong! Lima menit saja!" rengek Harlan.
Fanya luluh juga hatinya. Kemudian mengajak Harlan mengobrol di minimarket saja.
"Apa?"
"Begini. Orang tuaku akhirnya setuju dengan apapun keputusanku yang menikahi gadis manapun. Tidak mengekangku dengan perjodohan lagi. Itu artinya aku bebas memilih pasangan. Jadi, ayo kita balikan lagi? Aku masih sangat mencintaimu Fanya."
"Harlan, tolong jangan berbicara tentang cinta lagi. Aku sudah tak percaya lagi jika kata cinta terlontar dari bibirmu. Aku takkan balik ke masa lalu. Toh masa laluku tak sebahagia masa sekarangku. Gimana aku bisa menjamin kalo masa depanku akan bahagia bersamamu? Kamu orang baik. Nanti akan dipertemukan dengan orang yang baik juga. Sama-sama baik yang pantas saling mencintai. Aku yakin kamu nggak sepenuhnya mencintaiku. Itu hanya ambisi saja."
"Tidak, aku benar-behar mencintaimu." seru Harlan, mengagetkan Petra yang tengah menyusun camilan di rak display.
"Kamu pikir aku putus denganmu hanya karena perjodohan sialan itu? Bukan! Aku putus denganmu karena krisis kepercayaan denganmu. Kamu sering bohong padaku. Katanya mau jemput Mamamu, ternyata janjian kencan dengan gadis yang dijodohkan denganmu. Katanya mau ngerjain tugas kantor, ternyata mau bermesraan dengan penyanyi bar. Katanya mau ke luar kota urusan bisnis, ternyata ke hotel bareng wanita lain. Kamu pikir hubunganmu denganku apa? Jangan dikira aku menutup mata karena kamu pikir aku polos. Aku bahkan mendapat bukti dari orang yang tak ku kenal. Semua bukti datang sendiri tanpa aku minta. Kesimpulannya, mari saling berbahagia dengan jalan hidup kita masing-masing. Bila suatu saat nanti kamu bertemu denganku lagi, berpura-pura saja tidak mengenalku. Itu jauh lebih baik. Selamat tinggal!" Fanya segera berlalu dan meninggalkan minimarket.
Harlan mengusap wajahnya gusar. Matanya sudah memerah dilanda amarah. Kesal cintanya tak berbalas.
"Bahkan jika hanya main-main saja, seorang kekasih yang melihat perselingkuhan pasangannya, ia akan sakit hati juga." kata Petra pura-pura berbicara sendiri padahal meledek Harlan.
***
Selesai rapat yang melibatkan kepala tim bagian, Sakti kembali ke ruangannya bersama Satya.
"Pak, ini ada berkas yang perlu ditandatangani. Selebihnya hanya MOU untuk diarsipkan."
"Kamu sudah menghubungi pihak dari..." tiba-tiba pintu ruangan dibuka paksa.
"Maaf Pak, ibu ini memaksa masuk." kata sekretaris bernama Boni.
"Gapapa Bon. Kamu lanjut kerja lagi." kata Sakti.
"Sakti, maaf yah aku maksa masuk. Karyawan kamu rese semua ikh. Masa ngelarang aku masuk." rengek Marina bergelanjut manja pada Sakti.
"Sat, tolong singkirkan wanita ini. Aku risih!"
Tanpa menjawab, Satya bergegas menarik Marina.
"Heh, kenapa kamu begitu kasar dengan wanita?" seru Marina kesal.
"Bukankah Anda juga berkelakuan kasar? Menabrak orang yang tak bersalah? Meski melibatkan penabrak bayaran demi menuntaskan balas dendam? Lebih kasar mana?" tantang Satya yang mendekatkan wajahnya dengan wajah Marina.
Marina hampir kehilangan nafas. Jarak yang begitu dekat, membuatnya sulit berkata-kata. Ia pun tergelincir ke belakang. Tapi Satya segera menyangga kepala Marina agar tidak terbentur lantai. Dalam posisi seperti itu, kedua pasang mata itu bertemu. Bahkan keduanya saling senyum.
"Silakan lanjutkan kencan di luar ruangan ini ya." kata Sakti sambil menyusun berkas di mejanya.
"Ah maaf Pak. Saya ada pekerjaan penting setelah ini." kata Satya, yang segera ke luar ruangan.
Marina melihat tangan kanan Satya lecet dan berdarah. Ia berinisiatif untuk mengobatinya karena merasa bersalah.
"Sakti, aku permisi dulu!" kata Marina yang bergegas mengejar Satya.
Satya sudaj berada di ruangannya. Ia membuka jasnya, melempar asal ke sofanya. Ia menyadari tangannya terluka. Perih.
"Biar aku obati lukamu." ujar Marina begitu masuk tanpa permisi.
"Eh tidak usah. Aku sudah biasa terluka."
"Jangan banyak bicara. Bahkan jam makan siang pun kamu lewatkan begitu saja. Apa bossmu terlalu mengekangmu?" cerocos Marina yang langsung mengobati luka lecet di tangan Satya dengan kotak obat yang ia pinjam dari Boni.
"Baiklah." mata Satya tak lepas dari wajah cantik Marina.
'Sayangnya kamu mengejar cinta Pak Sakti. Andai kamu mengejarku, tentu ceritanya lain.' batin Satya.
"Nah, sudah. Gimana? Masih perih kah?" tanya Marina yang tidak mendapat jawaban, hanya tatapan Satya yang semakin dalam.
"Aku akan bawakan makan siang untukmu sebagai permintaan maafku." Marina hendak berdiri tapi dicekal oleh Satya.
Alhasil Marina terjatuh ke dalam pangkuan Satya. Kedua pasang mata itu saling berpandangan lagi. Saling mengartikan dengan pikiran masing-masing. Tanpa disadari, bibir Satya sudah hampir mendekati bibir Marina. Marina sedikit syok dan memilih menutup mata.
Satya tersenyum. Marina pun berangsur membuka kembali matanya. Satya segera meraih tengkuk Marina dan mencium bibir yang sedari tadi menggodanya. Marina terkesiap tapi membalas pagutan itu.
Semakin lama, ciuman semakin panas. Satya menghujani gigitan kecil di bibir Marina, hingga tampak semakin sensual. Satya mencecapi betapa manisnya bibir Marina yang dalam waktu tak lama sudah membuatnya candu.
Marina seperti kehabisan nafas. Sakti menahan dirnya sejenak. Lalu berjuang lagi mendapatkan manisnya candu. Tangannya pun tak tinggal diam. Berhasil menjelajahi gundukan kenyal yang sedikit mengintip karena Marina memakai dress berbelahan dada rendah.
Tangan satunya pun menolak menganggur. Dengan berani menelusuri paha mulus Marina. Salah Marina yang memakai dress di atas lutut yang mengekspos pahanya. Marina mengeratkan pahanya. Menutup akses agar Satya tak terlalu jauh aksinya.
Meski begitu, pagutan demi pagutan terus dilakukan keduanya yang benar-benar menikmati permainan itu. Satya berusaha menelusuri paha mulus Marina. Lebih dalam dan dalam lagi, hingga Marina mendesah nikmat.
Tiba-tiba pintu diketuk. Satya menyuruh Marina bersembunyi di bawah meja kerjanya. Satya merapikan kemejanya dengan santai. Sesaat Boni masuk menyerahkan berkas yang sudah ditanda tangani oleh Sakti.
"Maaf Pak, apa ibu yang marah-marah tadi masuk ke sini?" tanya Boni.
"Iya, cuma kasih kotak obat ini. Ini punyamu ya? Nih, bawa balik. Makasih ya." Boni menerima kotak obat itu, kemudian pamit meninggalkan ruangan.
Marina keluar dari tempat persembunyiannya. Ia tampak malu-malu.
"Maaf, aku khilaf menciummu. Sebab aku tak tahan dengan bibirmu yang menggodaku." kata Satya.
"Menggoda darimana? Ah modus aja!" elak Marina kesal tapi sebenarnya ia juga sengaja membalas ciuman Satya.
"Sudahlah. Sini duduk dulu. Tanganku sakit juga gara-gara siapa?" Marina akhirnya duduk di sofa bersama Satya.
"Lebih dekat lagi lah. Kenapa jauh-jauhan sih? Kita kan nggak musuhan?"
Marina mendekatkan tubuhnya ke arah Satya. Saat itulah Satya mencuri kesempatan kedua kalinya. Menciumi Marina lagi dengan lebih intens dan menuntut. Marina mencoba menjauhkan dirinya, tapi tenaganya tak lebih kuat dari Satya yang hobi nge-gym.
"Ini apa?" tanya Marina kesal.
"Jadilah wanitaku." Marina dibuat melongo.
"Aku tau kamu saat ini masih tergila-gila dengan Pak Sakti. Tapi aku akan membuatmu lebih tergila-gila padaku. Mulutmu bisa saja berkata tidak. Tapi tubuhmu menerimaku dengan senang hati" ujar Satya.
Satya mengambil ponsel Marina. Kemudian ia menekan deretan angka yang merupakan kontaknya sendiri. Setelah tersambung, ia memitus panggilan itu.
"Itu nomerku. Hubungi aku saja jika kamu butuh sesuatu." seringai Satya.
"Apa sih." mendadak Marina bergidik dan segera meninggalkan ruangan Satya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments