Fanya sudah mandi dan berpakaian rapi. Sesaat ia memoles tipis wajahnya dengan make up yang sudah disediakan oleh Sakti.
'Ini di luar ekspektasi. Bahkan peralatan make up dan sejenisnya, punya Mas Sakti lebih lengkap dari punyaku. Wah, aku kalah dari dia. Pantas saja penampilannya selalu sempurna. Oh jadi begini. Yaudah aku pake ajalah. Sayang kan kalo dianggurin. Lagian salah siapa nyuruh nginap seenak jidatnya.' batin Fanya.
Fanya asik memoles wajahnya secara natural. Ia terbiasa mengaplikasikan make up seperti itu. Karena baginya tampil natural dengan make up tipis lebih baik dan membuatnya percaya diri. Ia mematut wajahnya di cermin sesaat setelah menyelesaikan kegiatan dandannya.
"Wow, luar biasa! Kamu cantik!" kata Sakti yabg tiba-tiba sudah berada di belakang Fanya.
Fanya kemudian menunduk. Rasa malu bercampur takut. Malu karena menurutnya ia sama sekali tak cantik. Takut karena memakai barang milik orang lain.
"Kenapa?" tanya Sakti.
Fanya menunjuk beberapa alat make up di depannya.
"Itu semua sengaja aku beli memang untukmu. Kamu suka?" Fanya mengangguk. "Sempat malu sih kepergok Mama saat ngebeli itu semua. Kamu tau kan, Mamaku orangnya sangat kepo sama urusan aku?"
"Terima kasih ya."
"Oh iya, ayo kita makan malam dulu. Mama sengaja menyediakan waktu untuk makan malam bersamamu. Harusnya kalo nggak salah, dia mau ke mana gitu. Aku lupa. Ayo!" titah Sakti mengajak Fanya turun ke bawah.
Fanya mengekor mengikuti Sakti membawanya ke ruang makan. Tapi karena Fanya jalannya lambat dan kesakitan, maka Sakti berinisiatif menggandeng pinggangnya.
"Tidak perlu. Aku bisa."
"Jangan. Menurutlah. Aku nggak bisa melihatmu kesusahan sendirian." kata Sakti sembari menggandeng Fanya menuruni anak tangga.
Mama Sakti yang melihat dari meja makan, merasa terhibur dan bahagia.
'Pernah muda. Hal seperti ini adalah bagian dari kenanganku dilu bersama Papa Sakti. Aku turut bahagia jika Sakti menemukan cintanya. Semoga Fanya ini adalah jodohnya Sakti. Meski aku belum mengenalnya secara pasti, tapi aku yakin dia anak yang baik dan sopan.' batin Mama Sakti.
"Ayo, hati-hati. Nah, duduklah!" ucap Sakti saat Fanya duduk di seberang kursi yang diduduki oleh Mama Sakti.
"Nah, ayo kita makan!" ajak Mama Sakti ramah.
"Baik Tante." kata Fanya.
Sakti duduk di samping kiri.Fanya. Sesekali Sakti meremas tangan kiri Fanya. Sakti melihat Fanya mudah gugup oleh pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan Mamanya. Meski hanya pertanyaan sederhana sekalipun.
"Apa kamu sudah ada niatan untuk menikah?" sontak Fanya tersedak.
Fanya gelagapan mencari minum. Karena air di gelasnya sudah abis. Kemudian ia menyambar gelas minum Sakti dan meminumnya sampai habis.
"Maafin Fanya ya Tante." lirih Fanya malu.
"Lagian Mama sih nanyanya begitu. Aku aja syok!" celoteh Sakti.
"Salahnya di mana? Menurutmu gimana Fanya? Maksud Tante ya hanya ingin tau. Apa pria macam Sakti ini sudah pantas bersanding denganmu?"
"Ah Mama nih. Iya atau nggak pun, sudah pasti Sakti akan mengejar cinta Fanya sampai ujung dunia. Sakti nggak mau ditolak Fanya."
"Tapi kan Fanya sendiri belum jawab pertanyaan Mama. Kok kamu yang jawab." sewot Mama pura-pura kesal.
"Tante, Fanya mencoba membuka hati Fanya untuk Mas Sakti kok. Beri waktu Fanya ya Tante." jawab Fanya sopan.
"Nah kan Ma, ada secercah harapan untuk Sakti. Tinggal restu dan doa dari Mama aja ya. Semoga cinta Sakti terbalaskan dan hingga akhirnya kami menuju pelaminan. Menikah." kata Sakti berbahagia.
Membayangkan hari bahagia itu saja sudah membuat Sakti bahagia. Bagaimana kalo itu sampai kejadian?
Malam pun datang. Semuanya memilih tidur di peraduan masing-masing. Fanya akhirnya tidur di kamar Sakti. Sementara Sakti mau tak mau harus memilih tidur di tempat lain. Dia memilih tidur di sofa yang berada tak jauh dari kamarnya berada. Hal itu dilakukan untuk siaga pada Fanya.
Fanya merebahkan tubuhnya di tempat ternyaman. Ranjang milik Sakti merupakan ranjang yang empuk. Siapapun akan merasa nyaman jika tidur di atasnya, termasuk Fanya. Fanya benar-benar menikmati hingga berguling-guling. Dia tak tau saja, bahwa Sakti sebenarnya memantaunya dari balik CCTV yang terpasang di dalam kamar.
"Dia sungguh menggemaskan. Seenak itukah berada di atas ranjangku? Aku sampai penasaran bagaimana rasanya?" gumam Sakti berbinar tatkala memantau tangkapan CCTV dari ponsel pintarnya.
Bingung karena bosan, akhirnya Fanya memainkan ponselnya. Kebetulan ada banyak notifikasi dari salah satu grub dimana ia dan Marina menjadi anggota di dalamnya. Fanya dibuat melongo saat teman-teman di grupnya membahas tentang dirinya.
'Tau nggak sih, kalo salah satu anggota dari grub kita adalah perebut laki orang. Liat aja, foto polosnya bahkan tak bisa menutupi kelakuan busuknya!' pesan Agni.
'Siapa sih? Inisial F.A.N.Y.A. bukan?' pesan Dian.
'Itu bukan inisial b*go! Itu mah nama aslinya pelakor itu!' pesan Hani.
'Ya apalah namanya, yang jelas dia udah nyakitin salah satu sahabat kita, Marina. Liat aja, Marina yang baik hati gitu aja ditikung guys....' pesan Agni.
'Gapapa guys, aku sih sabar. Jadi gausah nyalahin dia ya.' pesan Marina.
'Lo mah terlalu baik Marina. Kalo gue jadi lo, udah gue tabrak tuh orang!' pesan Mirna.
'Udah ditabrak kok!' pesan Marina, tapi segera dihapus oleh yang bersangkutan.
Fanya syok membaca pesan Marina yang sudah dihapus, tapi Fanya sempat membaca dan men-screenshoot pesan tersebut. Fanya tidak tinggal diam, ia membagikan tangkapan layar pesan yang sempat dihapus Marina.
'Siap-siap dia ngamuk guys!' pesan Dian.
'Jangankan ngamuk, dia bakar gedung rumah presiden aja, gue biasa aja!' pesan Kinan.
'Coba rumah Kinan yang dibakar, nggak bakal biasa aja tuh pasti.' pesan Hani.
'Maaf ya guys, maafin kekhilafanku ya. Namanya juga manusia. Tempatnya salah. Jadi kalo salah ketik mohon dimaafkan.' pesan Marina membela diri.
'Iya Marina sayang. Kita-kita tetep dukung elo kok! Lagian mau lo kayak gimanapun, gue yakin elo udah dalam masa sabar yang luar biasa. Elo kan bestie kita semua. Bukan begitu guys?' pesan Mirna.
'Pingin banget hancurin pelakornya sumpah.' pesan Kinan.
'Kalo bisa dimusnahin, kenapa cuman dihancurin coba?' pesan Hani.
'Ikh jahat kamu! Yuk ah ikutan jambak rambutnya!' pesan Dian.
'Hayuk ah. Gue gemes sama cewek kegatelan itu.' pesan Mirna.
'Teman-teman yang sedang berbahagia, kalian punya waktu yang lumayan santai yah? Sampai-sampai hanya bisa menghujat salah satu dari teman kalian. Bahkan sampai lupa untuk ngaca di depan cermin besar kalian. Tolonglah, kalau kalian nggak tau cerita lengkapnya, jangan mudah terprovokasi oleh sedikit cerita yang belum jelas bisa dipercaya. Jangan asal percaya dengan omongan yang tanpa bukti nyata. Seseorang yang kalian anggap pelakor, bisa jadi dialah pacar yang sesungguhnya.' pesan Fanya.
Fanya sebenarnya kesal setengah mati oleh pesan teman-temannya yang mengaku teman tetapi tak bersikap selayaknya teman. Ia menaruh ponselnya di nakas lalu menyembunyikan diri ke dalam selimut. Sedari tadi Sakti mengamati apapun yang dilakukan Fanya. Meski belum tau apa yang terjadi.
Tengah malam, Fanya dilanda haus yang luar biasa. Air putih yang disediakan ART di nakas, sudah dihabiskannya sedari tadi. Kini ia haus dan mau tak mau harus ke dapur untuk mengisi ulang gelas kosongnya. Perlahan ia membuka pintu kamar. Dilihatnya Sakti tidur pulas di sofa yang berada persis di depan kamar yang ia tempati.
"Maafin aku yah. Aku udah ambil kamarmu. Tapi kamu sih yang udah maksa aku untuk nginap di sini. Salah siapa? Salah kamu lah!" kata Fanya pelan sambil mengelus pipi Sakti.
Kemudian Fanya segera turun ke lantai bawah untuk mengambil air minum. Sakti yang menyadari Fanya sudah tak berada di dekatnya, perlahan membuka matanya.
"Sesenang ini aku mendapat elusan lembut darimu. Gini aja udah baper. Astaga!" kata Sakti yang kemudian memejamkan matanya kembali agar jangan sampai Fanya tau jika dirinya terbangun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments