"Lo tau kan gimana 'bersihnya' sahabat gue itu? Jujur aja, gue malu banget Mas Robi.... Apa kata Fanya soal gue ini? Yah, meski belum sampe ke tahap yang mencengangkan itu, tapi kan kita hampir... Gitulah. Mas Robi tau sendiri. Kalo boleh diulang, gue lebih milih nggak bukain pintu buat Mas Robi. Daripada kejadian gitu. Malunya itu loh Mas." keluh Clara mengingat kembali kejadian sebelumnya.
Robi hanya tersenyum kecut menanggapi celotehan Clara berkeluh kesah. Ia menyesap kopi panasnya perlahan. Arah matanya menyorot gadis cantik yang merasa bersalah di sebelahnya.
"Semua sudah terjadi Ra. Kalo dibilang kesal, aku pun kesal setengah mati. Kesal karena gagal mendapat jatah awal yang sangat ku nantikan. Tapi ya, bisa dibilang aku dapet sedikit pencerahan juga setelah kejadian ini. Pintu hatiku serasa didobrak sama Fanya." Robi menatap Clara lekat.
"Maksudnya Mas Robi jadi suka sama Fanya?" Clara mulai merajuk.
"Bukan itu Sayang. Justru aku jadi semakin mantap untuk putus sama Dila untuk menyelamatkan kelangsungan cinta kita. Meski aku harus berusaha sekuat tenaga dan hati-hati dengan keputusan ini."
"Oh gitu ya. Yaudah semangat ya Mas untuk menyingkirkan si Dila itu." kata Clara seraya menampilkan jejeran giginya.
Tiba-tiba sebuah notifikasi muncul dari layar ponsel Robi. Robi tak lantas mengecek ponselnya. Malah mengelus lembut rambut panjang Clara yang dibiarkan tergerai indah.
"Sepertinya ada pesan masuk Mas. Coba diliat dulu, kali aja penting!" kata Clara interupsi.
"Nggak ada yang lebih penting daripada kamu, Ra. Kapan yah kita bisa bersatu tak terpisahkan?" ucap Robi penuh harap. Membayangkan dirinya dan Clara duduk di atas pelaminan.
"Halalin gue dulu Masnya... Baru deh bisa bebas ehem ehem. Nggak ada gangguan dan hambatan serasa jalan tol. Apa-apa yang halal enak toh!" bisik Clara tepat di telinga Robi dengan nada sensual.
Mendapat bisikan sensual, Robi langsung mencium pipi Clara gemas.
"Kok gue dicium?" seru Clara, beberapa pasang mata ikut menyorot mereka.
"Abisnya aku gemas. Kenapa nggak kamu aja yang dijodohin sama aku? Pasti aku nggak bakal berkilah mengulur waktu pernikahan. Sudah jauh-jauh hari aku halalin kamu deh!" ungkap Robi dengan tatapan penuh cinta.
Robi dan Clara tak menyadari bahwa ada seseorang tengah mengintai mereka. Rupanya sejak dari kostan Fanya itulah keberadaan mereka berada dalam pengawasan orang itu.
"Aku nggak keberatan dengan perjodohan palsu ini. Tapi kesel rasanya kalo tau Robi menjalin asmara dengan gadis lain." kata Dila geram dengan suasana romantis pasangan beberapa meter di depannya.
"Alah, nggak usah baper juga. Kan ada aku. Septian akan selalu ada dan senantiasa menjaga Ayang Dila."
"Diem aja kamu! Aku ngajak kamu kesini tuh untuk mencari tau kebenaran informasi tentang Robi. Aku juga ogah tuh menikah dengannya. Hanya sebatas perjodohan, nggak lebih! Lagian kamu liat kan ceweknya itu? Wajahnya ABG banget. Pasti ababil dan norak. Liat aja gayanya itu. Teramat jauh dari kesan high class. Masih mending aku kemana-mana lah ya. Aku dan dia beda kasta!" tandas Dila kesal.
Dhisan, kekasih Dila, mencoba menenangkan kekasihnya yang tampak kesal. Sementara pasangan Robi dan Clara tengah bersenda gurau. Menyusun rencana liburan bersama lagi.
***
Di tempat lain, Fanya tengah berdiri di tepi jalan. Saat lampu lalu lintas berwarna merah, dirinya berjalan di zebra cross. Di antara lalu lalang ramainya orang berjalan, tampak seorang nenek sedang kesulitan berjalan. Menyeberangi jalan dengan arah berlawanan demgan Fanya. Hati Fanya tergetuk untuk membantunya. Ia membantu nenek itu menyeberangi jalan. Kemudian barulah dirinya kembali menyeberangi jalan.
Belum sampai di tepi jalan, lampu lalu lintas beralih menjadi hijau. Mobil yang hendak melintas, sejenak menunggu penyeberang selesai menyeberang. Tapi tidak dengan mobil m*rcy berwarna hitam itu. Seakan sengaja melajukan mobil dengan kecepatan tinggi.
Dan yang ditakutkan semua orang terjadi. Fanya menjadi sasaran tabrak lari mobil itu. Tapi nasib baik masih berpihak pada Fanya. Dirinya bisa menghindari dengan berlari sekuat tenaga ke tepi jalan. Meski sebenarnya ada beberapa luka lecet di kakinya dan terkilir.
"Aw, bagaimana ini?" ringis Fanya menahan sakit.
Orang yang lewat tak ada yang membantu. Fanya mencoba berdiri dan berjalan sempoyongan mencari tempat duduk di trotoar. Sesampai di tempat duduk, ia segera menghubungi siapapun yang dirasa bisa membantunya.
Pertama, menghubungi Clara. Beberapa kali mendial nomornya, tapi tak ada sahutan. Dikarenakan Clara sudah pasti sibuk berkencan dan sengaja men-silent ponselnya. Selanjutnya beberapa teman yang ia kenal. Mantan teman kerjanya di cafe Monix, teman kampusnya dulu, dan teman tetangga kostan. Semuanya nihil. Tak ada yang menyahut panggilan darinya.
Fanya hampir putus asa. Kesal tak ada salah satu dari orang terdekat yang menyahut panggilannya. Kemudian ia teringat Sakti, pacar barunya. Segeralah ia mendial nomor ponsel Sakti dengan ragu.
"Halo."
Fanya yang sebelumnya menyiapkan banyak kata untuk meminta pertolongan, tiba-tiba jadi nge-blank. Bingung harus berkata apa lagi.
"Fanya, ada apa? Kamu perlu sesuatu?"
"Ah iya. Tolong aku!" pinta Fanya lirih.
"Posisi dimana? Aku kesana sekarang!" kata Sakti tanpa basa-basi.
Fanya memberitahukan lokasi keberadaannya. Sakti yang sudah tahu lokasinya pun, segera mengakhiri panggilannya. Ia bergegas menemui Fanya.
"Pak, mau kemana? Rapat kita belom selesai loh?" kata Satya, asisten Sakti.
"Tolong selesaikan rapatnya tanpa aku. Ada sesuatu yang harus aku perjuangkan melebihi rapat ini." bisik Sakti yang langsung diangguki Satya.
Sakti bergegas ke luar dari ruang rapat. Para peserta rapat dibuat melonggo dengan tingkas bossnya yang tak biasanya berlaku seperti itu.
"Rapat saya ambil alih! Silakan teruskan presentasi dari tim perencanaan!" tegas Satya mengkomando peserta rapat.
Sakti melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia tak ingin Fanya menunggunya terlalu lama. Fanya pun sabar menunggu Sakti. Walau akhirnya harus merasakan guyuran air hujan dadakan.
CKIITT. Sakti memberhentikan mobilnya di tepi jalan. Tak lupa menggelar payung karena hujan turun begitu deras. Segera menyambangi Fanya yang duduk dengan guyuran air hujan.
"Fanya!" seru Sakti pada Fanya yang sudah menggigil kedinginan.
"Mas...." ucap Fanya yang bahkan tak bisa didengar oleh Sakti dan pingsan.
"Fanya! Bangun Fanya!" Sakti melempar payungnya ke sembarang arah.
Diangkatnya tubuh Fanya yang pingsan itu. Diterobos hujan dengan lari cepat. Ia tak peduli dirinya juga ikut basah kuyup, yang dipikirkannya adalah kondisi Fanya.
"Aku akan membawamu pulang!" kata Sakti setelah mereka sampai di mobil.
Sakti melepas jas kerjanya. Ia mengambil selimut yang berada di kursi belakang mobilnya. Ia memang selalu menyetok selimut, mengingat dirinya sering tidur di mobil.
"Pakailah ini biar kamu hangat!" Sakti menyelimuti tubuh Fanya yang kelihatan pucat.
"Aku kasihan melihatmu begini. Hah!" Sakti membuang nafasnya kasar.
Sakti melajukan kembali mobilnya. Melaju dengan kecepatan sedang. Kondisi jalan licin saat diguyur hujan deras. Ia mengarahkan mobilnya untuk pulang ke rumah. Hanya butuh waktu kurang dari setengah jam, Sakti sudah memarkirkan mobilnya di garasi rumahnya. Dengan hati-hati, Sakti mengangkat tubuh Fanya untuk ditidurkan di ranjang kamarnya.
"Siapa dia?" tanya Mama Sakti begitu Sakti sudah selesai menyuruh ART nya untuk mengganti pakaian Fanya dengan baju tidur biasa.
"Ah iya. Ada Mama." Sakti hampir lupa jika di rumah selain ada ART, tentu saja ada Mamanya.
"Pacarmu?" tanya Mama lagi dan diangguki Sakti.
"Kenapa dia pingsan? Apa yang sudah kamu lakukan?"
"Justru Sakti uda nolongin dia Mah. Dia kehujanan tadi. Aku nggak tau kronologinya gimana, yang jelas pas Sakti udah di lokasi, ia pingsan. Mama izinin Fanya nginap di sini dulu yah. Nggak tega Sakti kalo dia harus pulang ke koatannya. Dia sendirian Mah. Nggak ada yang urus kalo sakit gini." Sakti memasang wajah sendu, membuat Mama tak kuasa menolak permintaan putranya.
"Baiklah. Jaga dia baik-baik. Yasudah Mama turun ke bawah. Nanti jangan lupa diminumin air jahe hangat itu!" Sakti melihat minuman itu sudah tersedia di meja kecil dekat ranjangnya.
"Terimakasih Mama." Sakti memeluk gemas Mamanya.
Sepeninggal Mamanya yang turun ke lantai bawah, Sakti senantiasa menjaga Fanya. Sesekali diusap lembut kening Fanya. Menoel hidung mancung Fanya. Memainkan bibir Fanya yang menurutnya sensual. Fanya sedikit terusik dengan ulah Sakti. Tapi tetap tertidur dari pingsannya. Sakti yang gemas, berani mengecup bibir Fanya tanpa izin dari pemiliknya.
Awalnya mengecup sekilas. Lama kelamaan Sakti ******* bibir itu dengan lembut. Sepertinya alam bawah sadar Fanya merespon. Atau Fanya sedang memimpikan berciuman dengan seseorang. Fanya ikut membalas ciuman Sakti. Jangan ditanya bagaimana hati Sakti. Sudah pasti senang bukan kepalang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments