Fanya sudah berada dalam kumparan selimut tebalnya. Pertemuannya dengan Sakti yang walau hanya sebentar, mampu menorehkan rasa yang dalam. Dirinya susah menghindari untuk tidak memikirkan Sakti. Ia terus membolak-balikkan badannya. Gelisah karena mata sulit terpejam. Merasakan pergerakan dari sahabatnya, Clara pun terbangun.
"Ngapain sih lo? Nggak bisa tidur?" keluh Clara dengan nada kesal.
"Iya nih. Aku mikirin Mas Sakti terus nih. Padahal tadi baru ketemu sebentar. Kamu bawa obat tidur nggak? Bagi dong!"
"Ada noh di tas. Ambil aja sendiri. Udah ya, gue mau tidur cantik." kata Clara yang langsung kembali menyembunyikan dirinya dalam selimut.
Fanya mencari obat tidur di tas Clara. Ia menemukan beberapa strip di sana. Sebelum meminumnya, ia menyempatkan diri untuk mencari informasi di Google, apakah efek meminum obat tidur. Setelah menemukan informasi yang dicari, ia memutuskan untuk tak meminumnya. Takut akan bahaya efek sampingnya.
"Entahlah. Aku harus tidur tanpa obat tidur." gumam Fanya yang kembali bergegas memejamkan matanya.
***
Pagi berikutnya, Fanya bangun lebih dulu daripada Clara. Setelah masak ala kadarnya dan membersihkan diri, ia keluar kostan. Menghabiskan waktu santainya dengan menumpang wifi gratis di minimarket terdekat.
"Pagi Mba Fanya. Baru kelihatan lagi nih." sapa Petra, karyawan minimarket.
"Pagi juga Petra. Seperti biasa ya." balas Fanya ramah.
"Oke Mba. Ditunggu."
Tak berselang lama, Petra menyajikan coklat hangat dan sepotong kue lapis untuk Fanya. Menu itu adalah menu kesukaan Fanya. Setiap kali datang, pasti memesan menu itu. Petra pun sangat hafal dengan pelanggan tetapnya itu.
"Mba, semalam kata temenku, Mas Sakti mampir ke sini loh. Katanya mampir lama. Sampe abis beberapa kaleng soda. Ku kira ngapelnya ke kostan Mba Fanya, eh malah ke sini. Everything gonna be OK kan Mba?" tanya Petra kepo akut.
"Aman kok. Biarin aja sih. Dia mampir kan beli juga. Nggak numpang tidur kan?" jawab Fanya tak terlalu peduli, tapi hatinya sebenarnya peduli.
"Bagus deh. Aku nunggu tanggal jadiannya aja kan?"
"Udah lewat kali. Sana gih kerja lagi!"
"Ah kelewat ya. Ketinggalan informasi penting nih."
Fanya menikmati waktunya bersosial media. Berbalas pesan dengan teman lamanya di grub obrolan. Hingga tak terasa sudah tiga jam ia di sana. Ia teringat akan Clara yang ia tinggalkan tadi. Saat ia keluar tadi, bahkan Clara masih tertidur pulas.
Fanya membeli beberapa camilan dan minuman dingin kesukaan Clara. Setelah itu, ia berpamitan pada Petra dan kembali pulang ke kostan tercintanya. Sesampai di depan pagar kostan, Fanya melihat sebuah motor sport terparkir di sana. Seingat Fanya, motor itu sangat mirip dengan motor milik Robi.
Fanya hendak memasuki kamar kostannya. Tapi dari jendela, terlihat kemesraan Clara dan Robi. Sebenarnya tirai sudah menutupi jendela. Tapi karena tertiup kipas angin, bergeserlah tirai jendela itu. Fanya harus melihat pemandangan vulgar di depan matanya.
'Ada apa ini? Clara kenapa kamu bego sampe ubun-ubun sih? Mau-maunya dikadalin sama Mas Robi. Ya kalo nanti jadi dinikahin. Kalo nggak? Apa iya jadi mantan teraniaya? Apa yang harus aku lakukan?' perang batin di hati Fanya.
Fanya membuka pintu kostannya pelan. Kedua insan yang tengah dimabuk cinta itu tak menyadari sepasang mata tengah menyorot kepadanya.
Robi masih sibuk menciumi setengah badan Clara yang sudah polos. Terlihat dua gunung kembarnya yang dilahap habis oleh Mas Robi. Menyisakan tanda kepemilikan di sana. Bahkan sudah dipastikan, Clara sangat menikmati aksi mesum Robi ini.
"Hentikan!!!" pekik Fanya membuyarkan kemesraan dua insan itu.
Clara yang kaget langsung mencari selimutnya. Ia menyembunyikan bagian tubuh atasnya yang polos itu. Sementara Robi tampak kecewa. Sekilas menatap Fanya kesal, kemudian merapikan kaos dan rambutnya dengan sugaran jarinya.
"Apa yang kalian lakukan kalo aku tak pulang? Apakah berujung pada hubungan suami istri? Silakan kalian berbuat mesum sesuka hati! Tapi jangan di sini! Ini tempat kedamaianku. Jangan kalian kotori dengan ulah mesum kalian!" kesal Fanya menumpahkan isi hatinya.
"Maafin gue, Fanya. Gue dan Mas Robi khilaf." lirih Clara merasa bersalah.
"Kami saling melepas rindu. Sudah seminggu lebih tak berjumpa. Maaf jika membuatmu risih. Tapi hal seperti ini sudah sering kami lakukan. Hambar rasanya jika belum bercumbu dengan Clara. Aku nggak bisa menahan gejolak ini. Tolong mengertilah!" kata Robi.
"Maaf ya Mas Robi. Bukan aku melarang hubungan apapun kalian. Aku hanya kasian dengan sahabat kesayanganku ini. Iya, aksi mesum kalian ini sangat menguntungkan bagi Mas Robi. Tapi tidak bagi Clara. Bukankah dia hanya simpanan Mas Robi? Lalu bagaimana nasibnya jika Mas Robi tiba-tiba memutuskan Clara? Apakah dia bisa menerima kenyataan itu? Tolonglah Mas, jika Mas Robi emang sayang dan cinta pada Clara, putuskan satu hal. Putus dari pacar Mas Robi yang di sana atau memutuskan Clara saat ini juga!" Robi mulai berpikir keras.
"Mas Robi pasti bingung kan? Di satu sisi, tak bisa melepas pacar karena mungkin sudah dijodohkan sejak lama. Tapi di sisi lain, tak bisa melepas simpanan karena mungkin sudah terlanjur sayang. Yah Clara dalam hal ini kan sebagai simpanan. Ehm, aku bukannya menyinggung statusmu, Ra. Maaf. Dan Mas Robi, diputuskan saat sayang-sayangnya itu rasanya sangat tidak enak." penjelasan panjang Fanya bijak.
"Entahlah Fan. Aku bingung bagaimana harus bersikap. Pacarku yang kalian juga tau, dia adalah seseorang yang dijodohkan denganku semasa aku kecil. Dia juga punya pacar lain selain aku. Hubungan kami pun hanya sebatas di depan orang tua kami. Di luar itu, semua terlihat asing. Aku dan dia punya kehidupan masing-masing." kata Robi memulai cerita hidupnya.
Clara terdiam seribu bahasa. Tingkah centil dan cerewetnya tiba-tiba hilang begitu saja. Ia memilih mendengarkan percakapan Fanya dan Robi. Meratapi nasibnya yang tragis karena hubungan cintanya begitu rumit untuk dijelaskan.
"Mungkin aku harus memilih satu di antara mereka. Tentu saja aku pasti memilih Clara-ku sayang. Aku tak sanggup jika berjauhan dengannya. Dia satu-satunya wanita lain yang ku cinta selain Ibu." ucap Robi sambil menatap dalam wajah Clara.
"Mas Robi yakin? Mau memilihku seorang?" tanya Clara membuka suara dan diangguki oleh Robi.
"Aku menantikan hal itu terjadi. Tapi sebelumnya, silakan kalian pergi dari sini. Silakan kalian mencari tempat lain untuk bercinta. Aku mau istirahat." kata Fanya dengan nada tinggi.
Clara bergegas ke toilet. Membersihkan badannya yang memang belum mandi. Sementara Robi keluar dari kostan. Menunggu Clara di parkiran motor.
'Sial! Gagal lagi bercinta dengan Clara. Padahal momen ini hampir saja berhasil. Gagal gara-gara Fanya sialan itu. Lagian ngapain sih Clara nginap di sini? Masih mending kan nginap di apartemen aku? Bisa bebas tanpa ada gangguan Fanya itu. Tapi Fanya benar juga sih. Aku harus segera mutusin Dila.' batin Robi.
Clara keluar dari toilet. Wajah dan badannya sudah nampak segar dari sebelumnya. Ia segera memeluk Fanya yang sudah berbaring di ranjang.
"Maaf ya Fan. Lo harus liat semua ulah gue dan Mas Robi. Gue juga udah siap kok kalo emang harus pergi dari sini. Gue pantas diusir. Terimakasih udah ingetin kami. Lo emang sahabat terbaik!" lirih Clara.
Fanya sebenarnya menyimak semua perkataan Clara. Berhubung dirinya masih kesal, diabaikannya dengan sengaja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments