Sakti memarkirkan mobilnya di sebuah minimarket. Kali ini, ia mengendarai mobilnya sendirian saja. Biasanya ada Satya, sang asisten pribadi yang ikut bersamanya. Sakti sengaja membebastugaskan Satya hari ini. Sebelumnya mereka disibukkan untuk tender proyek besar.
Saat memasuki area dalam minimarket, udara dingin AC pun menyeruak menusuk kulitnya. Berbeda dengan suhu udara di luar yang panas, berhubung jam sudah menunjukkan pukul 12 siang. Sakti berjalan santai menuju kulkas minuman dingin. Diambilnya beberapa kaleng minuman soda dan air putih dingin. Tak lupa beberapa camilan keripik kesukaannya. Selesai membayar tagihan di kasir, ia memutuskan untuk duduk di kursi yang disediakan.
Sakti menegak minuman dinginnya perlahan. Menikmati pemandangan jalan raya dan sekitarnya dari balik jendela kaca bening. Pikirannya tenang seiring ketenangan yang terpampang di depan matanya. Yah, ketenangan apalagi selain wajah cantik Fanya Asmara. Gadis yang pernah ia temui beberapa hari yang lalu di cafe Monix.
Saat ini, Fanya sedang bertelepon dengan sahabatnya, Clara. Kebetulan Clara sedang berlibur ke luar kota. Jadi bisa dipastikan kalua Fanya sedang dilanda kesepian. Fanya tak menyadari sepasang mata tengah mengintainya dari balik jendela kaca minimarket itu. Sesekali tawa Fanya membuat lengkungan senyum di wajah Sakti. Entah karena apa, pemandangan di depan matanya membuat Sakti begitu senang bukan kepalang.
“Bagaimana bisa ada bidadari cantik lewat sini? Apa mungkin aku sedang bermimpi?” tanya Sakti pada dirinya sendiri.
“Oh gadis cantik itu ya? Namanya mba Fanya.” ucap karyawan minimarket yang kebetulan sedang merapikan display barang dagangan. Sakti pun langsung mencari sumber suara
“Mba Fanya itu pelanggan setia minimarket ini, Mas. Hampir setiap sore kalo dia nggak lagi kerja, pasti dia mampir kesini. Dia suka numpang wifi di sini. Secara, kostan dia nggak jauh dari sini.” kata karyawan bernama Petra itu.
“Uhm, apa Mas Petra kenal dekat dengan dia?” tanya Sakti sembari melihat nama Petra dari nametag yang Petra kenakan.
“Nggak kenal dekat sih. Cuma ya saling negor aja Mas. Orangnya ramah, sopan, dan banyak senyum deh pokoknya.”
“O… jadi gitu ya?” gumam Sakti mengulas senyum licik.
“Saran saya ya Mas. Kalo Mas suka sama mba Fanya, buruan gih dijadiin. Soalnya keburu diembat yang lain. Tau nggak Mas, sering tuh saya lihat, Mba Fanya dimintain nomernya sama pelanggan pria yang berkunjung ke sini. Tapi ya, semuanya ditolak mentah-mentah sama mba Fanya. Kalo sama orang asing, Mba Fanya suka galak deh. Entah kenapa. Hanya mba Fanya yang tau!” saran Petra sembari menjauh dari tempat Sakti.
Fanya memutus panggilan teleponnya. Saat pandangannya mengarah ke minimarket, ia melihat sosok pria yang pernah ditemuinya. Saat itu juga, Sakti juga tengah menatapnya. Sepersekian detik mereka saling bertatapan sampai Fanya menyadari kesalahannya sendiri.
'Ah kenapa juga aku mantengin liat wajah itu orang. Dia pasti ke GR an nih. Buru-buru cabut dari sini deh!’ batin Fanya.
Fanya segera berlalu. Ia berjalan cepat menuju kostannya. Ia hanya perlu masuk ke dalam gang samping minimarket itu. Hanya butuh beberapa menit saja untuk sampai di lokasi. Tidak membuang kesempatan, Sakti segera menyusul Fanya yang berjalan cepat. Tapi Fanya tak menyadari itu. Sesampai di lokasi kostan Fanya, Sakti tak lantas menemuinya terang-terangan. Ia mengintai bak seorang detektif yang mengincar mangsa untuk ditangkap.
Baru beberapa menit Fanya masuk ke area kostan, ia pun keluar kembali. Melewati pagar kecil dan jalan setapak yang tadi ia lewati. Rupanya ia harus membeli makan siang. Perutnya sudah tak bisa ditoleransi lagi. Rupanya tadi sebelum berniat kabur dari tatapan Sakti, ia hendak membeli makan siang di minimarket itu. Kebetulan disana menjual menu cepat saji.
“Kamu tinggal di sini?” tanya Sakti yang menjegal langkah Fanya. Fanya yang terkejut, langsung memegang rahang kokoh Sakti. Secara, jarak mereka yang terlalu dekat dan Fanya refleks memegangnya, tapi lebih tepatnya mencengkeram rahang kokoh Sakti.
“Astaga, kenapa kamu di sini? Mengagetkan aku saja!” kata Fanya jengah dan terkesan kesal. Segera menarik tangannya kembali dari tubuh Sakti.
“Kamu tinggal di sini?” tanya Sakti lagi penuh selidik.
“Iya. Trus kenapa juga kamu ke sini?”
“Sengaja ngikutin kamu. Mau tau kamu tinggalnya dimana. Tapi tadi kamu kabur ya dariku? Kenapa? Apakah takut padaku?” selidik Sakti dengan menaik turunkan alisnya. Fanya mencoba mengelak dengan tangannya.
“Tidak kok. Aku hanya ingin mengambil dompetku di kostan.” Jawab Fanya asal.
“Dompet? Mana?” tanya Sakti lagi.
Sontak Fanya merogoh saku celana longgarnya. Tapi sayang, ia tak mendapati barang yang disebut dengan dompet. Tak ada apapun yang ia temukan di dalam sakunya.
“Yah nggak ada ya?” ucap Fanya lirih.
Kruk… Terdengar bunyi perut Fanya. Alarm yang mengingatkan empunya bahwa sudah waktunya makan. Betapa malunya Fanya. Ingin rasanya ia lari dari muka bumi ini.
“Sudah waktunya makan siang. Yuk makan bareng aku!” ajak Sakti.
“Ah tidak usah! Aku bisa makan sendiri. No, waktu Anda lebih berharga dibandingkan makan denganku. Sudahlah, aku bisa balik lagi ambil dompet dan cari makan. Bye!”
Fanya hendak melangkah memasuki pagar kecil area kostan, tapi tangan kecilnya dicekal oleh Sakti. Fanya mendelik kesal tapi dalam hatinya memuja ketampanan pria di hadapannya.
“Ayolah. Sudah tak ada waktu lagi!” tegas Sakti tak mau ada penolakan lagi. Alhasil Fanya mengikuti Sakti tanpa berkata apapun lagi.
***
Di sebuah cafe minimalis, Fanya duduk di sebelah kanan Sakti. Di hadapan mereka sudah ada beberapa menu yang terhidang. Fanya seakan ingin menerkam semua makanan yang menggoda matanya.Tapi rasa malu mengalahkan segalanya. Ia bertahan untuk tidak tergoda sama sekali. Gengsi rasanya untuk ikut makan bersama pria tampan yang mengajaknya makan.
“Makan gih! Selera makanku bukan abal-abal. Jadi ini pasti sesuai dengan standarmu. Dijamin enak. Ayolah, daripada bunyi perutmu berkumandang terus.” goda Sakti.
“Apa?” teriak Fanya kesal, tapi segera membungkam mulutnya sendiri karena pengunjung lain termasuk kasir ikut menatapnya kepo.
“Separah itukah? Maaf membuatmu malu.” Ucap Fanya pelan.
“Mungkin. Ini cobalah!” Sakti menyuapi Fanya saat Fanya berbicara.
“Enak kan?” tanya Sakti seraya tersenyum manis dan diangguki Fanya.
“Disini tuh tempat favorit aku kalo pas lagi suntuk. Suasana di sini bagus kan? Makanannya enak-enak. Trus nggak terlalu ramai juga, jadi lebih ke privacy gitu. Sering-sering yah temenin aku di sini. Biar ada suasana baru yang lebih asik. Mau ya?” Fanya hanya mengangguk tak ada pilihan.
“Tapi maaf ya, aku berpenampilan seadanya gini. Kamu berjas rapi, kenapa mau mengajakku yang tampil lusuh gini sih? Aku jadi takut buat kamu malu tau” kata Fanya pelan.
“Mba dan mas, bagaimana penampilan pacar saya?” tanya Sakti dengan suara keras.
“Cantik kok!” jawab salah satu pengunjung disana dan diangguki yang lainnya.
“Bahkan aku pun tak tau namamu. Kenapa kamu enteng sekali menyebutku sebagai pacar.” bisik Fanya di telinga Sakti.
Sakti meraih tangan kanan Fanya. Menyalaminya dengan lembut.
“Namaku Sakti Dirgantara. Mulai sekarang pacaranlah denganku!” kata Sakti tegas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments