Hwan membaringkan tubuh Seokyung pelan-pelan. Wajah tidurnya sangat damai. Meskipun selama seminggu ini mereka tidur di satu ranjang tapi Hwan belum pernah memperhatikan wajah tidur Seokyung.
Wajah mereka mirip namun Hwan tahu perbedaan mereka. Antara Seokyung dan Sora. Mata mereka berbeda. Sulit untuk dijelaskan. Hwan sering tumpang tindih melihat wajah Sora pada Seokyung. Seokyung adalah tampilan Sora yang lebih alami dan halus. Wajahnya tanpa riasan, riang dan mudah tersenyum. Mereka sama-sama cantik. Menurut Hwan, Seokyung lebih unggul dari Sora karena dia punya citra segar. Mata Seokyung hitam pekat seperti langit dimalam hari. Siapapun yang melihatnya akan tersihir ke dalam kegelapan itu.
Hwan kadang memperhatikan Seokyung diam-diam. Segala tindakannya selalu dia bandingkan dengan Sora.
'Seandainya Sora bisa setengah saja seperti Seokyung.'
Seokyung dengan cepat menempati sisi lain hati Hwan. Tanpa kehadiran Sora sebagai istrinya membuat hatinya condong ke Seokyung yang melakukan pekerjaan itu dengan baik. Seokyung seperti apa yang Hwan impikan selama ini. Impian memiliki seorang istri yang berada di rumah, mengenalnya dan tahu apa yang dia inginkan.
Hwan menemukan itu pada Seokyung. Perasaan membandingkan itu selalu Hwan tekan. Tidak mudah bagi Hwan. Apalagi dia harus membuat Seokyung hamil anaknya. Setelah perjanjian selesai dan anak lahir, Seokyung akan pergi.
Kang Inhwan terseret oleh waktu dan perasaannya sendiri. Hari ini, saat Seokyung menghilang di depan matanya. Hwan sadar akan satu hal. Keberadaan Ahn Seokyung telah menjadi lebih kuat dihatinya. Saat dia tidak melihatnya, hatinya hancur berkeping-keping. Senyum dibibirnya dengan mata gelap indahnya terbayang dimata Hwan.
"Hwan?" Suara serak Seokyung mengejutkan Hwan yang tengah mengamati wajahnya. Matanya melunak melihat Seokyung. Tatapannya berubah menjadi panas. Gejolak aneh naik dengan cepat. Rasa rindunya yang besar pada Sora tak bisa ditahan lagi. Wajah Seokyung tumpang tindih dengan Sora dimatanya.
Hwan membungkuk kemudian mencium bibir Seokyung sekilas. Dia sedikit menjauh untuk melihat reaksi Seokyung. Bibirnya setengah terbuka dan tatapannya terpaku. Adrenalin Hwan naik ke ubun-ubun. Tubuhnya terbakar hebat. Hwan kembali menyerang bibir Seokyung yang terbuka.
Ciuman Hwan semakin intens. Lidahnya dengan tekun mengejar lidah Seokyung yang menghindarinya.
"Hwan!" Suara Seokyung teredam. Dia kehabisan nafas. Tangannya memukul dada Hwan namun tidak dipedulikan. Tubuhnya ditekan oleh Hwan yang sudah menjulang di atasnya.
Seokyung gemetar. Dia hampir mati kehabisan nafas jika Hwan tidak segera menarik ciumannya menjauh.
"Hah hah..."
Saat Seokyung berhasil mengatur nafasnya, tatapan mereka bertemu. Mata Hwan terbakar, pandangannya dipenuhi oleh hasrat.
Hwan kembali menyerang bibir Seokyung. Ciumannya turun ke leher hingga pundak. Bibirnya berlama-lama ditulang selangka dan menggigitnya. Tanda kemerahan ditubuh Seokyung yang putih tercetak.
Bibirnya kembali menjelajahi dan turun ke bawah. Saat kancing paling atas kemeja yang dia kenakan lepas, tubuh Seokyung menegang. Dia tahu kemana arah bibir Hwan selanjutnya. Ini adalah pengalaman pertamanya dan Seokyung takut. Sontak tangannya mendorong Hwan menjauh.
Hwam terkesiap. Pandangannya ke atas. Menatap Seokyung dengan dahi berkerut.
"Tunggu..." Ucap Seokyung gagap. "Ini adalah pengalaman pertamaku jadi aku tidak tahu harus bagaimana." Aku Seokyung jujur.
Wajah Hwan berubah. Kerutan di dahinya menghilang dan senyumnya terbit.
"Jangan tegang, ikuti aku hmm?" Suara Hwan rendah. Dia kembali menurunkan tubuhnya dan mencium Seokyung.
Sakit. Sakit parah. Seokyung mengerang karena rasa sakit ditubuh bagian bawahnya. Rasanya seperti terbelah. Tangannya meremas seprei kuat-kuat. Air matanya tumpah tanpa bisa dikendalikan. Berat tubuh Hwan semakin membuat dadanya sesak.
"Seokyung rileks, terlalu ketat." Hwan menggeram pelan.
"Sakit. Aku mohon lepaskan." Pinta Seokyung terisak.
"Tenanglah. Jika kamu tegang akan semakin sakit. Percaya padaku." Bujuk Hwan seraya mencium mata Seokyung yang basah. Dia seperti menenangkan seorang anak yang sedang merajuk. Tidak bisa dipaksa, tidak pula dengan kekerasan.
"Pegang leherku dan tariklah nafas dalam-dalam. Percaya padaku hmm?" Jelas Hwan kembali mendorong masuk.
Tubuh mereka telah menyatu. Seokyung berpegangan pada leher Hwan. Tubuhnya bergerak ke atas dan ke bawah. Rasanya panas. Dada mereka saling menempel dan berbagi detak jantung. Entah jantung siapa yang lebih keras diantara mereka.
Malam itu menjadi malam yang panas dan panjang.
Sinar matahari masuk melalui celah jendela. Hwan membuka matanya karena pantulan sinar yang langsung mengenai matanya. Disampingnya ada tubuh yang meringkuk di dalam pelukannya. Salah satu tangannya menjadi bantalan dan kepalanya terbenam di dadanya. Tubuh polos mereka terjalin di dalam selimut putih yang kusut.
Ingatan Hwan melayang. Semalam adalah malam yang panas. Penuh gairah. Mereka mengerang dan mendesah bersama. Tubuh mereka saling terjalin dalam ritme yang terkendali. Hwan yang mengendalikan. Jiwa superiornya menggebu-gebu semalam. Karena inilah dia tidak puas hanya satu atau dua kali. Mereka melakukannya lima kali tanpa mempedulikan kenyataan jika hal itu adalah pengalaman pertama Seokyung.
Rasanya beda dengan Sora. Sora memiliki lingkungan sosial yang luas. Hal intim seperti itu bukan pertama kalinya. Bagi Hwan yang dibutakan oleh cinta menerima Sora apa adanya. Tapi berbeda dengan tadi malam. Dialah pengendalinya. Seokyung tak berdaya dibawahnya. Hanya mampu menggeliat dan mendesah pasrah. Jiwa superiornya sebagai laki-laki terpuaskan.
Dia merasa senang menjadi yang pertama. Hwan dengan segala keegoisannya. Melakukannya dengan Sora seperti tidak ada apa-apanya dibanding semalam. Pergulatannya dengan Seokyung semalam memberinya pengalaman yang luar biasanya.
Dia mencium kening Seokyung hati-hati. Hwan takut membangunkannya. Ada sedikit rasa bersalah. Hati Hwan tercubit akan kenyataan. Bukan Sora sebagai istri sahnya tapi Seokyung si pengganti yang ada di sampingnya saat dia membuka matanya. Kedudukan Sora sebagai istrinya kabur seperti kabut.
Ada Seokyung yang mengisi tempat kosong itu. Dia melakoni perannya dengan baik. Sesuai. Hal itu dibuktikan dengan kejadian semalam. Seokyung menerimanya. Merendahkan dirinya dengan cara melayani gairah Hwan yang meledak.
'Apa karena dia merasa sudah dibayar?'
Hwan tenggelam dalam pikirannya sendiri saat Seokyung membuka matanya.
"Kamu sudah bangun?" Sapa Hwan merapikan rambut Seokyung yang berantakan. Rambut itu lembut dan harum. Bukan hanya rambut tapi seluruh tubuhnya harum. Harum alami seperti sinar matahari. Harum yang tidak sama seperti yang Hwan hirup biasanya, harum parfum yang menyesakkan.
Seokyung mengangguk lemah. Dia mencoba menjauh tapi tubuhnya segera ditangkap oleh tangan Hwan. Dia memalingkan wajahnya untuk menghindari Hwan.
"Apakah masih sakit?"
Seokyung mendongak kemudian kembali menunduk. Dia malu. Bagaimana bisa Hwan bertanya tanpa basi-basi.
"Istirahatlah jika tubuhmu masih sakit." Hwan menarik tubuh Seokyung semakin dekat kemudian mencium puncak kepalanya.
"Maafkan aku." Ucapan yang tak terduga.
Seokyung terdiam. "Aku baik-baik saja." Dia seperti dipaksa untuk menjawab.
"Aku menyakitimu semalam."
Seokyung mengangguk kemudian mendongak. "Itu sudah tugasku. Tidak perlu merasa bersalah." Jawabnya dengan suara serak.
Mereka berdua sibuk dengan pikiran masing-masing. Tubuh mereka bisa saja saling terjalin tapi hati mereka ke sisi yang berbeda.
Kejadian semalam adalah usaha agar perjanjian mereka segera berhasil. Namun ada keengganan diantara mereka. Mereka saling memendam rasa. Tidak yakin apa yang mereka rasakan. Pelukan pagi ini adalah dalih untuk menepati perjanjian yang telah dibuat.
Game of Hearts #7 Next..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Emi Wash
nano2 rasanya...
2022-09-24
0
Sri Astuti
nyeri di hati
2022-01-14
1