Game of Hearts #1

“Hwan aku mau menikah denganmu dengan dua syarat.”

“Apa itu?”

“Kalau kau setuju aku akan mengatakan apa syaratnya.”

“Aku pasti setuju. Apapun akan lakukan untukmu.”

“Baiklah. Dengarkan aku, tahun ini adalah tahun yang sangat penting untukku. Aku harus mengajar karirku sebagai ballerina. Kamu tahu bukan impianku sejak kecil? Tahun ini adalah kesempatanku untuk ikut ke dalam tur dunia. Syarat pertama adalah aku mau kamu tidak menghalangi semua usahaku selama ini.”

“Kenapa aku harus menghalangimu, aku mencintaimu, aku pasti akan mendukungmu.”

“Ok. Syarat pertama aku anggap kita sepakat.”

“Ya, lalu syarat kedua?”

“Mungkin tur ini akan memakan waktu lama, satu tahun atau mungkin lebih. Orang tuamu merestui pernikahan kita karena ingin segera mendapatkan cucu kan? Aku tidak mungkin melahirkan Hwan. Penampilan sangat penting untuk seorang ballerina, kalau kamu setuju dengan syarat kedua ini, aku akan siap menikah bahkan besok tak masalah."

“Apa syaratnya? Aku pasti akan menyetujuinya.”

“Aku akan mencari pengganti untuk melahirkan anak kita. Orang yang bersedia dibayar. Tentu saja anakmu dan anak wanita itu. Kemudian anak itu akan menjadi anak kita. Dengan begitu orang tuamu tidak akan mengganggu hubungan kita lagi. Kamu tidak perlu khawatir. Aku sudah menemukan orang yang bersedia mengandung dan melahirkan anak kita.”

“Apa?”

***

Hari pernikahan Kang Inhwan, CEO Kangin Group, menjadi hari patah hati nasional. Hwan yang menjadi pria paling diinginkan di negeri ini tiba-tiba mengumumkan pernikahannya dengan seorang artis ballerina, Ahn Sora. Banyak wanita yang mengidolakannya patah hati.

Pesta pernikahan diadakan dengan mewah. Di atas kapal pesiar selama tiga hari tiga malam. Ini adalah pernikahan pemilik Kangin Group jadi tidak heran. Sejumlah petinggi, konglomerat hingga artis diundang. Dimulai dari pernikahan hingga resepsi semuanya ditanyangkan secara live oleh stasiun televisi nasional. Banyak rasa iri menetas dimana-dimana. Ahn Sora pasangan Kang Inhwan disebut sebagai cinderella modern. Pasalnya Sora adalah anak dari konglomerat yang jatuh. Kekayaan dua keluarga itu tidak imbang. Maka dari itu banyak yang mengatakan jika Sore sangat beruntung. Mungkin dikehidupannya yang dulu dia adalah pahlawan.

Setelah pesta tiga hari tiga malam, pasangan baru tersebut langsung berangkat bulan madu keliling Eropa. Kemanapun mereka pergi selalu menjadi berita utama. Banyak paparazzi yang mengikuti dan menjual informasi tentangnya.

"Aku akan bertemu dengan rombongan di Italia. Tanggal pertemuannya tiga hari lagi." Jelas Sora pada Hwan yang memeluknya erat dari belakang. Hwan diam tak bereaksi.

Tubuh polos mereka masih terjalin satu sama lain. Hwan menciumi pundak dan punggung terbuka Sora.

"Hwan?" Panggil Sora karena tidak ada jawaban.

"Hmmm?" Alih-alih menjawab Hwan memilih untuk menggeram pelan.

"Kita perlu bicara serius." Suara Sora meninggi.

"Bicaralah aku mendengarkanmu." Timpal Hwan.

"Bagaimana kita bisa bicara jika kamu terus seperti ini. Hwan. Ayolah. Hwan!" Sora terkesiap saat tubuhnya tiba-tiba dibalik. Hwan telah menjulang tinggi diatasnya. Segera perlawanannya ditekan.

Mereka hanyut dalam bulan madu hingga hari yang dibicarakan Sora datang.

"Aku harus segera pergi. Semuanya sudah menungguku."

"Satu hari lagi. Beri aku satu hari lagi Sora."

"Tidak. Jika aku terlambat aku tidak akan bisa ikut rombongan ke New York."

"Haruskah seperti ini?"

"Hwan kamu sudah berjanji padaku."

"Tapi..."

"Tenanglah. Aku sudah mengatur semuanya. Wanita itu akan datang saat kamu pulang nanti. Kami sudah menulis surat perjanjian. Saat semua sudah siap aku akan kembali dan kita bisa melanjutkan hidup kita. Aku bisa meraih mimpiku dan keluargamu juga mendapatkan keinginannya."

"Kamu yakin?"

"Ya aku yakin. Anggaplah perpisahan kita ini sebagai awal untuk hari persatuan kita nanti Hwan. Kalian harus berusaha untuk punya anak agar aku bisa segera pulang. Ingat dalam perjanjian ini tidak boleh saling melibatkan hati. Kamu seutuhnya milikku."

Hwan mengangguk.

"Jangan menghubungiku. Aku yang akan menghubungimu. Jika terjadi hal mendesak kirimi aku pesan saja. Meskipun nomorku tidak aktif jika dihubungi, akan aku usahakan untuk membalasnya. Sampai berjumpa lagi sayang. Aku mencintaimu." Sora mendekat kemudian mencium bibir Hwan.

Sora mengambil kopernya. Dia mengenakan topi dan kacamata hitam. Dia menyelinap keluar dari hotel saat tengah malam.

Hwan yang melihatnya tertawa getir. Melihat punggung orang yang dia cintai menghilang, hati Hwan hampa. Dia kembali ke kamar untuk mengemasi barang-barangnya. Dia harus segera kembali ke Korea. Tidak ada gunanya terus menetap jika Sora sudah pergi. Hwan mengambil ponselnya kemudian menghubungi seseorang.

Berita kepulangan Hwan sendiri ke Korea tidak bocor ke publik. Dia mendarat menggunakan pesawat pribadi. Hari sudah gelap saat dia masuk ke dalam mobil pribadinya. Setelah barang-barangnya masuk bagasi, mobil sport hitam segera melaju ke jalanan Seoul.

Rumah yang sepuluh hari terakhir ditinggalkan pemiliknya terang benderang. Hwan mengerutkan dahinya, tiba-tiba dia teringat kata-kata Sora.

'Wanita itu akan datang setelah kamu pulang.'

"Apakah dia tiba secepat ini?" Ucap Hwan pelan.

Mobil terparkir rapi di garasi. Satu persatu koper Hwan dikeluarkan.

"Tinggalkan disini dan pulanglah. Sampai bertemu besok pagi." Titah Hwan pada sopir pribadinya.

Hwan mengantisipasi kemungkinan wanita yang dimaksud Sora ada di dalam. Semakin sedikit orang yang tahu rahasia itu akan aman. Hwan menarik dua kopernya masuk. Benar, pintu tidak terkunci dan semua lampu menyala. Begitu Hwan masuk ke dalam rumah, sudah ada yang menunggunya. Langkah Hwan terhenti.

"Sora?" Hwan terkejut. Dia mengucek matanya untuk memastikan yang berdiri di kursi tamu rumahnya adalah Ahn Sora istrinya.

"Anda sudah datang?"

Hwan ditarik oleh kenyataan. Wanita itu bukan Sora. Mereka mirip tapi berbeda. Hwan dan Sora tidak menggunakan kata-kata formal.

Hwan masih mematung ditempat. Kepalanya berdenyut nyeri. Wanita itu mirip sekali dengan Sora. Sekilas tidak ada yang bisa membedakan kecuali kebiasaannya. Sora selalu menggunakan riasan dari ujung kepala hingga kaki. Berbeda dengan wanita itu. Dia sederhana, tanpa riasan apapun. Wajahnya alami dan pakaian yang dia gunakan sederhana. Kaos putih polos lengan pendek dimasukkan ke dalam rok motif garis selutut. Penampilannya segar dan terlihat jauh lebih muda dari Sora. Hati Hwan mencelos. Permainan yang tidak boleh melibatkan hati ini telah dimulai.

"Darimana kamu bisa masuk kesini?" Tanya Hwan sarkas.

"Sora mengirimiku pesan. Alamat beserta password rumah ini."

Alis Hwan terangkat. Dari nada suaranya wanita itu terdengar akrab dengan Sora.

"Darimana kamu mengenal Sora?" Potong Hwan cepat.

"Bolehkah saya menjawabnya dengan duduk? Saya baru saja melakukan perjalanan jauh dan baru saja tiba." Pinta wanita itu.

"Oh duduklah." Hwan mengutuk ketidakpekaannya. Saat wanita itu duduk, Hwan kembali melangkah dan mengambil tempat duduk di sisi lain kursi yang kosong.

"Saya akan menjawab semua pertanyaan anda. Karena saya terlibat perjanjian dan saya sudah mendapat uang muka dari Sora saya akan mengikuti apapun yang anda inginkan." Diakhir ucapannya suara wanita itu bergetar. Hwan menyadarinya.

Siapapun pasti tidak akan mau terseret ke dalam situasi konyol ini. Kecuali mereka terpaksa dan punya alasan. Hwan ingin tahu itu. Alasan kenapa wanita itu menyetujui perjanjian dengan Sora.

"Apa hubunganmu dengan Sora?"

Jeda hening sejenak.

"Perkanalkan nama saya Ahn Seokyung. Panggil saya Seokyung. Saya datang dari Busan."

Dahi Hwan berkerut saat mendengar nama keluarga Sora dengan wanita itu sama.

"Seperti yang anda pikirkan. Nama keluarga kami sama." Seokyung diam sebentar. "Kami adalah saudara kembar. Identik. Saya dan Sora lahir dari istri simpanan ayah kami. Saya adalah adik. Sora lahir lebih dulu beberapa menit sebelum saya." Jelas Seokyung sambil memperhatikan perubahan wajah Hwan yang terkejut.

Game of Hearts #2 Next...

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***