"Apa yang sedang kamu lakukan tanpaku?"
Tiba-tiba sebuah tangan melingkari pinggang Theia. Dia terkesiap oleh kehadiran seseorang. Suaranya rendah dan wajahnya kini berada di ceruk lehernya. Theia sedikit menoleh dan melihat Ares yang sedang menciumi pundak terbukanya.
"Yang Mulia." Ucap Theia.
"Ares, panggil namaku Theia. Kamu sudah berjanji padaku semalam." Pinta Ares menggigit pundak Theia hingga meninggalkan noda merah kecil.
Theia mengangguk. Matanya tertutup saat Ares menggigit pundaknya. Dia seperti digigit oleh binatang buas. Matanya kembali terbuka dan dia melihat sekeliling, malu akan perbuatan Ares di depan para pelayan. Namun saat Theia melihat sekelilingnya tidak ada siapa-siapa. Theia mencari kemana para pelayan yang sejak tadi mengelilinginya.
Theia tak tahu jika orang-orang segera pergi saat melihat Ares mendekat.
"Apakah kamu menyukai bunga?"
Theia mengangguk. Tangannya mengangkat seikat bunga yang dipetik oleh tukang kebun tadi.
"Bunga apa yang kamu sukai?"
"Semuanya." Theia menjawab dengan senyum tersungging dibibirnya. "Terutama yang cantik." Theia tersipu malu.
Mereka tidak saling berhadapan namun tubuh mereka saling menempel. Ares memeluk Theia dari belakang. Tangannya terus mengelus perut bulat Theia.
"Aku tidak begitu tahu banyak tentang bunga. Jika kamu mau aku bisa membuat taman di dekat bangunan utama."
"Tidak perlu. Aku sudah cukup melihatnya disini, ditempat lain juga sudah banyak taman. Membuat taman pasti akan menghabiskan banyak uang."
Ares menarik tubuh Theia untuk berhadapan dengannya.
"Theia, suamimu kaya. Kamu tidak perlu khawatir." Jelas Ares dengan tangan mengelus pipi Theia.
Theia bengong. Meskipun Ares kaya tapi membuat taman bukanlah pekerjaan yang mudah dan Theia tak mau melakukannya. Lagi pula sudah banyak taman di mansion. Bagi Theia itu sudah lebih dari cukup.
"Ah, bukankah kamu sedang dalam pertemuan politik?" Tanya Theia tiba-tiba teringat.
"Ya... aku sedang melakukan pertemuan dengan para bawahan." Ares menunjuk bangunan yang berada tepat di sebelah kiri taman.
"Kamu pasti sibuk."
"Ya seperti itulah." Jawab Ares enggan. Jika boleh dia tetap ingin berada di dekat Theia. Dia tidak mau melihat Theia yang tersenyum pada pria lain.
"Kembalilah, aku sudah cukup memetik bunga."
"Lain kali pakailah pakaian yang lebih tertutup. Di luar dingin Theia."
Ares melepas kemeja luarnya kemudian menempatkannya di pundak Theia yang terbuka. Pakaian yang dia kenakan adalah pilihan pelayan dan Theia merasa nyaman karena mereka meminta persetujuan Theia terlebih dahulu. Menurut Theia udaranya juga tidak dingin. Panas malah. Tapi dia diam saja dan menerima apa yang diberikan Ares. Theia membalasnya dengan senyuman.
"Cepatlah kembali. Di luar dingin." Ares menunduk kemudian mencium perut bulatnya.
Pertemuan mereka singkat dan Theia tidak mengira Ares akan menghampirinya. Rasa bahagia memenuhi hatinya. Semalam mereka telah berdamai. Dengan langkah ringan Theia kembali ke kamarnya dengan bunga di tangannya. Hari ini dia ingin merangkai bunga.
Rasa penasaran lahir dimana-mana. Salah satu dari pengikut Duke Osbern tak sengaja melihat jendela dan matanya terbelalak. Sontak saja dia berdiri dan mengundang orang lain mengikutinya. Beberapa orang mengintip dari celah tirai yang terbuka dan yang lain berjinjit untuk melihat.
Suara riuh rendah terdengar. Rolex yang berada tak jauh dari mereka mengheka nafas dalam. Dia tak mampu mengendalikan situasi.
"Apakah itu Duchess?"
"Ya Tuhan lihatlah, wajah bahagia menetes dari Duke. Duke yang menyeramkan itu lihatlah."
"Duchess cantik sekali."
"Apakah Duchess sedang mengandung? Sejak tadi Duke mengelus perut Duchess. Ya Tuhan."
"Ya saya setuju. Perut Duchess sedikit bulat."
"Kapan mereka menikah? Kenapa kita tidak diundang?"
"Bukankah kita perlu mendiskusikan hal ini pada Duke."
"Ya saya setuju."
Para pengikut Duke membentuk lingkaran diskusi sambil berdiri di dekat tirai yang terbuka. Rolex yang masih memperhatikan dibuat tak berdaya. Situasi telah berubah dengan cepat. Dia hanya diam melihat perubahan situasi.
"Duke kembali!." Seseorang berseloroh dan sontak saja para pengikut yang bergerombol tadi kembali ke tempat duduk masing-masing dan suasana kembali tenang.
"Anda sudah kembali Yang Mulia." Count Aster, penguasaa wilayah Aster membuka suaranya. Dia adalah pengikut yang paling disegani karena umurnya. Wilayah Aster adalah wilayah yang paling lama mengabdi pada Duke Osbern.
Ares mengangguk kemudian kembali duduk.
"Yang Mulia ada sedikit hal yang ingin kami sampaikan. Saya mewakili yang lain." Count Aster meminta izin menyampaikan."
Ares kembali mengangguk. Dia menegakkan punggungnya.
"Yang Mulia kapan anda akan memperkenalkan Duchess ke pertemuan sosial?"
Dahi Ares mengkerut. Mereka tahu dari mana tentang Theia. Ares belum memberitahu siapa-siapa tentang Theia. Dia langsung menoleh ke tirai yang terbuka dan menegang. Dari tempatnya duduknya terlihat taman di luar. Jelas saja orang-orang yang ada di dalam melihat Ares dan Theia waktu di taman tadi.
Wajah Ares mengeras. Dia ketahuan, semua orang sudah melihat Theia. Padahal Ares ingin menyembunyikan Theia sementara waktu. Kondisi Theia belum sepenuhnya stabil. Dokter juga mengatakan untuk menjaga emosi Theia selama kehamilan awal ini. Ares tidak menyangka keberadaan Theia akan terungkap lebih cepat.
"Jika anda bersedia, saya akan meminta istri saya untuk menyiapkan pertemua untuk para wanita Yang Mulia." Ucap Count Aster.
"Saya juga setuju Yang Mulia, para istri kami juga pasti akan bersedia datang." Timpal yang lain.
"Tidak. Kondisinya masih belum stabil. Pertemuan diluar dilarang." Potong Ares cepat.
Kericuhan terjadi disana-sini. Para pengikut asli Duke Osbern tidak bisa dikatakan banyak ataupun sedikit. Karena wilayah utara telah mengambil alih wilayah barat yang sebelumnya milik Duke West membuat banyak pengikut yang datang termasuk dari barat. Jadi aula hampir penuh.
"Jika begitu kami bisa mengatur untuk pertemuan di mansion Yang Mulia Duke." Marquis Howart penguasa wilayah Howart menguatkan pernyataan Count Aster.
Banyak kepala keluarga kini merangkak di bawah kaki Ares setelah dia menguasai wilayah Barat. Kekuasaan Ares tak terbatas jika ingin dia bisa menggulingkan Kekaisaran Bylona dengan membentuk negara sendiri karena wilayah utara dan barat adalah wilayah paling luas dan subur di Bylona. Namun Ares tidak, jadi banyak bangsawan menjilat kakinya.
"Tidak. Kegiatan berlebihan juga dilarang." Tolak Ares tegas.
"Hanya pertemuan para istri untuk minum teh Yang Mulia, istri-istri kami perlu bergaul dengan Duchess. Jika tidak sekarang suatau saat pasti akan terjadi Yang Mulia."
Bukan masalah bergaul atau tidak, Ares menghawatirkan kesehatan Theia. Ares tidak ingin membuat stres Theia. Dia tahu pasti jika Theia merasa terbebani menjadi istrinya. Jika Theia terseret ke lingkaran sosial Ares tak mampu membayangkan. Pertemuan para wanita sering terjadi pertengkaran. Bangsawan berpangkat tinggi cenderung mengintidasi bangsawan rendah. Theia memang Duchess sekarang tapi para penyebar rumor melihat asal usul Theia pasti akan kegirangan.
Ares pada kesimpulan jika dia harus mengamankan Theia. Menyimpannya dengan baik seperti sebuah barang yang sangat berharga. Tapi gejolak para bawahan tidak bisa diabaikan begitu saja.
"Undang istri kalian untuk minum teh di mansion minggu depan. Mansion Osbern akan menjadi tuan rumah penyelenggara. Hanya mereka yang mendapat undangan khusus yang bisa datang. Jika tidak pintu rumah mansion Osbern tidak akan mengijinkan mereka masuk." Jelas Ares dengan suara menukik.
Count Aster menutup mulutnya kemudian kembali duduk. Ada rasa lega ada juga rasa takut. Pertemuan ini bisa dijadikan ajang menguatkan legitimasi dukungan Duke Osbern pada keluarga yang diundang, sebaliknya menjadi ancaman bagi mereka yang tidak diundang.
Siapa tahu suasana mencekam ini adalah bukti kasih sayang seorang suami yang tidak ingin istrinya tersakiti di pergaulan sosial kelas atas para bangsawan.
More Than Love, This Is Destiny #13 Next..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments