Tangisan Theia membuat Ares gila. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Dia ingin menghapus kesedihan Theia. Dia juga tidak ingin air mata Theia yang jatuh tanpa henti. Ares frustasi.
"Theia..." Ucap Ares lirih yang tangannya masih mengelus punggung Theia.
Wajah Theia tenggelam di dada Ares. Kedua tangannya melingkar kuat di leher Ares. Seperti melupakan ketakutannya, Thea menangis di dalam pelukan Ares. Dia rindu tubuh ini, aroma tubuhnya serta kehangatannya. Dia rindu Areinya, Arei yang dicintainya.
"Maafkan aku. Maafkan aku Theia. Jangan menangis." Ares mencium puncak kepala Theia kemudian membenampak wajahnya ke ceruk lehernya. Ares menghirup aroma tubuh Theia. Aroma yang selalu dia rindukan.
Theia menangis seperti dia belum pernah menangis sebelumnya. Matanya merah dan pipinya basah. Theia seperti meluapkan semua perasaannya selama ini dalam tangisannya. Setelah beberapa lama tangis Theia akhirnya mereda. Tangannya masih melingkari leher Ares. Theia tak mau melepaskannya. Dia takut jika dia melepaskannya Ares akan pergi.
"Theia..." Suara lirih Ares terdengar. Suara itu setengah berbisik. Ares mencoba melepaskan tubuhnya menjauh dari Theia untuk mencapai pendangannya. Namun Theia melekat kuat padanya. Bergelayut di lehernya.
"Theia. Aku hanya ingin melihatmu." Theia menggeleng tanda penolakan.
"Bukankah kita perlu bicara?" Theia tak menjawab.
"Theia aku tidak akan melakukan apa-apa. Aku hanya ingin melihatmu." Ares menarik nafas pelan-pelan kemudian melanjutkan. "Aku tidak akan membunuhmu. Aku janji." Ucap Ares.
Dalam hati Ares meringis. Tidak mungkin dia membunuh Theia. Sudah cukup tiga bulan ini dia tidak melihat Theia. Ares tidak akan mengulangi kesalahannya. Jika saja tidak ada masalah besar yang harus dia selesaikan Ares tidak akan sudi meninggalkan Theia. Saat itu Ares sangat terpaksa meninggalkan Theia dan kembali ke Ibukota. Setelah dia sampai di Ibukota dia langsung memerintahkan Rolex dana beberapa anak buahnya untuk menjaga Theia. Namun mereka terlambat. Rumah Theia terbakar dan dia menghilang.
Saat mendengar kabar yang dibawa oleh merpati pos Ares marah besar. Dia kian gencar mencari pelaku yang mencelakainya. Perang internal di Ibukota berkobar. Ares menyatakan perang terhadap orang-orang yang telan menjebaknya. Ares secara terbuka juga bermusuhan dengan Kaisar jika dia tidak membantu Ares mencari pelaku. Ibukota terserang hawa panas dari amarah Duke Ares Knox Osbern dewa kematian Kekaisaraan Bylona.
Tiga bulan lamanya Ares mencari Keberadaan Theia. Tiga bulan juga Ares jatuh dalam kegelapan tak berujung. Suasana politik Ibukota juga ikut mencekam seperti perasaan Ares yang gelap. Bahkan Heley sebagai Kaisar Bylona tidak mampu mencegah dan menyelesaikan masalah tersebut. Sudah tiga bulan ini Ares dan anak buahnya memburu para pelaku. Sudah tidak terhitung jumlah orang yang mati. Bahkan ada pula para bangsawan berpangkat tinggi. Ternyata beberapa bangsawan tinggi dan berpangkat rendah beraliansi untuk mencelakai Ares. Mereka semua mati.
"Theia aku hanya ingin melihatmu." Ares kemudian melepaskan tangan Theia dari lehernya. Tatapannya tertuju pada Theia yang menunduk. Ares menarik dagu Theia kemudian menjajarkan pandangannya.
Mata Theia bengkat dan merah. Hidungnya juga merah dan pipinya masih basah. Tanda-tanda tangisan Theia bisa kembali pecah terlihat. Ares tenggelam dalam kesedihan Theia. Dia tidak suka melihat Theia menangis.
"Theia lihat aku." Pinta Ares.
Theia ragu-ragu mengangkat wajahnya. Akhirnya pandangan mereka bertemu dan hati Theia melunak. Air matanya hampir saja tumpah jika Ares tidak menahannya.
"Jangan menangis lagi. Kamu membuatku seperti seorang penjahat Theia." Ucap Ares frustasi.
Theia menggeleng lemah.
Bibir Ares membentuk senyum saat melihat Theia. Entah kenapa tingkah Theia yang takut padanya menggemaskan. Ares menarik dagu Theia lebih mendekat kemudian mencium bibirnya sekilas.
"Aku merindukanmu." Ares mencium bibir Theia sekali lama. Kali ini sedikit dalam. Setelah itu Ares memberikan ciuman diselurug wajah Theia. Dimulai dari dahi, mata, hidung, pipi dan berakhir di bibir Theia.
Theia memejamkan matanya saat Ares menelusuri wajahnya dengan ciuman. Ciumannya semakin dalam dan intens.
"Yang Mulia." Theia menginterupsi ciuman Ares yang semakin dalam. Dia tidak ingin terhanyut oleh kasih sayang Ares. Saat ini mereka perlu bicara.
Ares menjauhkan tubuhnya kemudian menatap Theia dengan alis berkerut. "Panggil saja namaku." Pinta Ares dengan senyum tipis.
Theia menggeleng. "Itu tidak mungkin."
Ares mengelus pipi Theia lembut kemudian menambahkan. "Arei, panggil aku seperti biasanya Theia."
"Saya tidak mungkin berani Yang Mulia. Anda adalah bangsawan berpangkat tinggi. Saya tidak mungkin tidak menghormati Yang Mulia." Theia menunduk.
"Theia..." Ares menghela nafas kemudian melanjutkan. "Panggil saja namaku saat kita hanya berdua saja." Pinta Ares.
Theia diam. Masih dengan kepala menunduk karena tak kuat menatap mata Ares berpikir sejenak. Akhirnya dia menggeleng sebagai jawaban. Dia tidak mungkin seberani itu.
Ares tampak kecewa. Namun dia ingin menyudahi perdebatan ini karena ada banyak hal penting yang harus dia selesaikan dengan Theia.
"Baiklah. Kamu bisa melakukannya pelan-pelan. Tapi tolong lihat aku. Bukankah percakapan harus dilakukan oleh dua orang dan saling berhadapan?" Ares menarik dagu Theia. Ibu jarinya mengusap bibir Theia yang sedikit bengkak atas ulahnya. Entah kenapa Ares tidak bisa mengontrol dirinya dihadapan Theia. Dia seperti seorang pemangsa yang melihat mangsanya.
Mata Theia mengerjap beberapa kali. Dia masih belum percaya dengan situasinya sekarang. Theia masih waspada.
"Aku sangat merindukanmu. Kamu merindukan aku juga bukan?" Tanya Ares mencium pipi Theia sekilas.
Theia merasa de javu dengan perlakuan Arei. Arei suka sekali mencium wajahnya secara acak. Matanya menatap tak percaya pada Ares yang tumpang tindih dengan Arei. Mereka orang yang sama namun berbeda. Arei yang dia kenal tidak seperti Ares sekarang. Bisa dilihat dari pakaian yang dikenakan dan raut wajahnya. Arei selalu santai sedangkan Ares tampak dingin, kejam dan menakutkan. Tanpa sadar Theia menyentuh pipi Ares kemudian mengelusnya.
Ares yang merasakan sentuhan Theia menutup matanya. Merasakan hangatnya tangan Theia. Dia merasa seperti menemukan tempat untuk pulang. Tempatnya untuk bersandar.
"Maafkan aku Theia. Aku bersalah. Maukah kamu memaafkanku?" Ucap Ares dengan suara bergetar. Langkah pertamanya adalah meminta maaf kemudian mencuri hati Theia lagi. Dia ingin membuat Theia segara berada disisinya.
Theia memalingkan wajahnya. Dia tidak sanggup menatap wajah Ares. Kenangan buruk saat Ares meninggalkannya segera melintas. Theia tak pernah lupa dengan sikap acuh tak acuhnya Ares saat itu. Ares bahkan tidak menoleh sama sekali saat Theia meneriakinya. Jika segala sesuatu bisa selesai dengan kata 'maaf' penjara tidak akan penuh dengan para kriminal.
"Aku tahu kamu marah. Aku memang tidak pantas dimaafkan. Kami bisa menghukumku Theia. Apapun yang kamu mau." Ares menggenggam kedua tangan Theia.
"Tidak mungkin saya marah pada Yang Mulia. Saya tidak berhak atas itu." Jawab Theia cepat.
Hati Ares jatuh. Dia tidak menyangka jawaban akan sedingin itu.
"Theia..." Panggil Ares.
Air mata Theia tak mampu lagi dibendung. Dia menggingil saat Ares memanggilnya dengan suara rendah dan penuh kasih sayang. Tapi Theia tak mungkin memaafkan Ares semudah itu. Dia masih ingat perlakuan Ares. Segala kesulitan yang dia berikan padanya. Padahal dia sedang mengandung anaknya. Jika saja Ares tahu bagaimana hidup Theia tanpanya. Hidup yang seperti orang mati, tanpa hasrat hidup. Makan hanya untuk tetap hidup. Tidur hanya untuk tetap hidup. Tiada tanpa kesedihan saat dia menjalani hidup setelah kepergia Ares.
More Than Love, This Is Destiny #9 Next...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
bunga cinta
semoga banyak yang baca karyamu thor, bagus bgt
2022-07-14
0
Shanti Siti Nurhayati Nurhayati
mewek thor
2022-02-08
1
Sri Astuti
kepedihan memaksa Theia patah hati..
2022-01-13
1