Bylona adalah kekaisaran yang punya kekuatan sihir paling besar diantara empat kekaisaran yang ada di benua. Sebagian besar kekuatan sihir dimiliki oleh para bangsawan. Oleh sebab itu sihir tidak dikonsumsi publik dan distribusinya menjadi khusus. Meskipun memiliki kekuatan sihir paling besar rakyat Bylona menganggap bahwa sihir adalah hal tabu untuk dibicarakan. Hal ini membuat sihir menjadi hak istimewa para bangsawan.
Ares yang merupakan penguasa wilayah serta bergelar Duke, gelar yang setara dengan keturunan raja tentu saja memiliki hak istimewa tersebut. Kepemilikan batu dan benda sihirnya paling banyak. Maka dari itu Duke Ares Osbern sangat disegani dipergaulan kelas atas. Dengan kepopulerannya tersebut tidak semua orang menyukainya, ada pulang pihak yang tidak suka dengan intentitasnya. Kejadian beberapa bulan lalu adalah buktinya. Dia dijebak dan diserang orang banyak ahli sihir. Untung saja dia bisa selamat namun dia harus kehilangan ingatannya dan Theia yang menyelamatkannya.
"Yang Mulia." Semua orang menunduk, memberi hormat pada Ares.
Hanya Theia yang tetap diam. Dengan mata merah akibat menangis, tatapannya terkunci pada Ares. Perasaannya campur aduk. Rasa rindu, sedih serta hampa segera menerpanya. Akhirnya dia bisa melihat Arei lagi. Arei yang selalu datang di mimpinya, setiap malam. Namun dia bukan Arei yang dulu. Arei yang sangat Theia cintai. Arei yang juga mencintainya. Arei suaminya. Arei belahan jiwanya. Theia sedih. Pertemuan ini adalah terakhir kalinya dia akan melihat Arei. Bendera kematiannya telah terlihat. Theia tidak pernah lupa tatapan acuh tal acuh Arei saat dia pergi meninggalkan Theia. Theia menutup matanya. Air mata kembali membasahi pipinya.
"Arei..." Gumam Theia pelan. Namun dia cepat menyadari kesalahannya. Theia sekuat tenaga bangkit dan turun dari tempat tidur. Dia berdiri dengan sisa-sisa kekuatannya.
"Salam pada Yang Mulia Duke Osbern." Theia membungkuk. Kakinya gemetar namun Theia menahannya. Tangannya berada diperut dan kepalanya menunduk.
Ares tidak menjawab. Dia melangkah mendekati Theia. Bukan ini yang dia inginkan. Bukan Theia yang membungkuk memberinya hormat. Situasi yang dia bayangkan mengkhianatinya. Saat diperjalanan Ares membayangkan jika Theia akan berlari memeluknya. Bayangan itu kini menguap begitu saja. Dahi Ares berkerut, dia merasa ada yang tidak benar.
"Yang Mulia mohon ampuni hamba." Theia yang melihat kaki Ares mendekat segera berlutur dan menempatkan kedua tangan dan dahinya di lantai. Rasa sakit menusuk seluruh tubuhnya. Theia meringis. Dia sekuat tenaga menahan rasa sakitnya. Dia ingin hidup. Jadi Theia memutuskan untuk memohon belas kasihan Duke. Siapa tahu Duke bersimpati kemudian kasihan dan mau melepaskan Theia.
"Theia... apa yang kamu lakukan?" Ares berhenti. Matanya melebar melihat Theia yang berlutut dihadapannya. Tangannya terkepal kuat. Bukan hanya dia, semua orang yang menyaksikan ikut terjekut dengan perilaku Theia tiba-tiba.
Theia terkesiap saat mendengar namanya disebut oleh Ares. Hatinya teriris. Dia sangat merindukan Arei yang memanggil namanya dengan penuh kasih sayang. Theia munafik jika tidak mengakui jika dia sangat merindukan Arei. Suaranya membuat hati Theia bergetar.
"Mohon ampun kepada Yang Mulia Duke Osbern. Hamba mengaku salah Yang Mulia. Tolong ampuni hamba, hamba tidak bermaksud menipu Yang Mulia. Itu adalah murni ketidaktahuan hamba bahwa orang yang hamba selamatkan adalah Yang Mulia Duka. Ampunilah kebodohan hamba ini Yang Mulia. Mohon lepaskan hamba. Hamba sudah tidak punya apa-apa lagi. Jika Yang Mulia berkenan mengampuni, hamba akan pergi jauh Yang Mulia. Jika perlu hamba akan keluar dari Kekaisaran Bylona. Mohon jangan bunuh hamba Yang Mulia." Diakhir suara Theia bergetar. Tangisnya pecah. Pipinya kembali basah. Masih berlutut dengan kepala dilantai. Theia memohon untuk diselamatkan hidupnya pada orang yang dulu dicintainya. Orang ini adalah ayah dari anak yang dikandungnya. Theia bukan memohon untuk hidupnya sendiri namun untuk hidup bayi yang ada di dalam kandungannya. Jika dia tidak hamil Theia pasti sudah menyerah sejak lama.
Hening. Tidak ada jawaban.
"Yang Mulia tolong ampuni hamba. Tolong jangan bunuh hamba." Theia putus asa. "Biarkan anak ini lahir dan hidup bebas Yang Mulia, setelah itu silakan hukum hamba. Hamba siap menerima hukuman." Theia terus mencoba.
Ares yang masih diam ditempat mengerutkan dahinya. Otaknya sedang memproses kata-kata Theia. Kata-kata yang lebih tajam dari pisau. Kata-kata Theia menembus dadanya hingga mencabik-cabik tubuhnya. Situasi ini diluar kendali Ares. Ares tak pernah menginginkan ini. Melihat Theia yang berlutut, menangis dan memohon atas hidupnya membuat tubuh Ares seperti dihantam kekuatan ribuan ton. Dia hampir kehilangan pijakannya. Tidak mungkin dia akan menyakiti Theia. Tapi Theia menganggapnya seperti pembunuh. Ares menyadari kesalahannya. Kesalahan telah meninggalkan Theia. Harusnya Ares datang lebih cepat menemui Theia. Menjelaskan semua pada Theia. Jadi hal seperti ini tidak ada terjadi.
Area melangkah mendekati Theia kemudian berjongkok membawa tubuhnya lebih dekat dengan Theia. Para bawahan yang melihat tuan mereka merendahkan tubuhnya ikut merendahkan tubuh mereka hingga mendekati lantai.
"Theia..." Ucap Ares seraya mengangkat tubuh bagian atas Theia hingga mereka kini saling berhadapan.
Hati Ares sedih. Mata kecoklatan yang meneduhkan itu berurai air mata. Bibir tipisnya yang selalu membentuk senyuman itu kini bergetar dan pucat. Melihat pemandangan itu Ares mengutuk dirinya sendiri.
"Theia jangan menangis." Ares mengusap air mata Theia dengan ibu jarinya.
Theia terkesiap. Dia masih menangis. Tubuhnya mengkisut karena takut.
"Apa yang baru saja kamu lakukan?" Tanya Ares yang kini tangannya menyeka pipi Theia yang basah.
"Siapa yang akan menyakitimu? Siapa yang akan membunuhmu?" Tangan Ares kini berpindah ke bibir Theia kemudian mengusapnya dengan lembut.
Theia tak menjawab, isaknya semakin keras. Tubuh Theia gemetar hebat. Dia takut. Dia ingin melarikan diri.
"Jangan menangis Theia. Tidak ada yang akan menyakitimu." Ares menarik tubuh Theia mendekat kemudian memeluknya.
Isak tangis Theia pecah dan semakin menjadi-jadi. Theia menangis seperti dia belum pernah menangis sebelumnya.
Secara perlahan Ares mengangkat tubuh Theia dab kemudian berjalan menuju salah satu sofa yang ada disana. Area memberikan tatapan tajam kepada kepala pelayan Gion. Gion kemudian memerintahkan semua pelayan dan dokter meninggalkan kamar.
Pintu kamar tertutup pelan. Di dalam hanya ada Theia dan Ares. Theia yang menangis sejadi-jadinya di atas pangkuan Ares. Sedangkan Ares mencoba untuk menenangkan Theia dengan mengelus pundaknya. Dia tidak suka melihat Theia menangis. Ini adalah kali pertamanya Ares melihat Theia menangis.
"Theia... Jangan menangis." Ares yang tak kuasa melihat Theia menangis kembali memeluk tubuhnya. Dia menciup puncak kepala Theia sambil mengelus pundaknya.
"Theia kumohon." Pinta Ares.
More Than Love, This Is Destiny #8 Next..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
bunga cinta
tanggung jawab lho thor,, aku nangis pagi pagi
2022-07-14
0
Sri Astuti
salamu Ares.. tidak ada penjelasan dan pergi bgt saja
2022-01-13
1
Tutik Winarsih
kan kamu salah sangka Theia
2022-01-04
1