Theia masih bermimpi.
"Tidak tahu." Jawabnya.
"Saya menemukan anda terluka para di bawah jurang. Tidak ada yang bisa anda ingat?" Tanya Theia lagi.
Begitu orang yang dia selamatkan sadar Theia mulai mengajaknya berbicara. Orang itu sudah berbaring tak sadarkan diri lima hari lamanya. Theia ingin membantunya. Namun orang itu tampaknya terluka parah dan kehilangan ingatannya.
" Anda ingat siapa naman anda?"
Orang itu menggeleng. Tampak berpikir sejenak kemudian membuka suaranya. "Are, ah!" Kedua tangannya memegangi kepalanya kuat-kuat.
"Anda baik-baik saja?" Theia segera mendekatinya. "Tidak pelu dipaksa, pelan-pelan saja. Anda aman disini." Lanjut Theia.
"Perkenalkan saya Theia, bagaimana kalau saya panggil anda Arei?"
Orang itu tertegun kemudian mengangguk.
"Arei! Arei! Jangan pergi! Jangan tinggalkan aku!" Theia berteriak. Dia menangis. Melihat Arei pergi hatinya sakit. Mereka telah menghabiskan waktu bersama lebih dari satu bulan. Mereka punya banyak kenangan. Bahkan mereka berdua telah berjanji satu sama lain untuk tetap bersama, berikrar akan saling mencintai dan menyayangi dalam suka atau duka, terikat satu sama lain dalam ikatan pernikahan. Pernikahan yang mereka buat sendiri hanya berdua.
Hati Theia pilu. Dia mencintai Arei. Siapapun Arei, darimana asalnya, Theia tidak peduli. Baginya Arei adalah segalanya, suami yang sangat dia sayangi. Hidup sendiri setelah sekian lama kemudian memiliki teman membuat Theia bahagia. Namun kebahagiannya berlangsung singkat. Dengan kejam Arei telah meninggalkannya. Tidak sampai disitu saja, Arei memburunya. Arei seperti ingin membalas kesalahan yang tidak Theia tahu.
Setelah kepergian Arei, Theia hidup dalam kesedihan. Dia sering menangis.
Kelopak dengan bulu mata yang panjang dan lentik itu bergerak. Secara perlahan kelopak mata itu terbuka. Bola mata kecoklatannya bergerak menyesuaikan cahaya disekitarnya.
"Nona anda sudah sadar?" Sebuah suara terdengar.
Theia mengerjap. Memperhatikan dinding berwarna emas dengan lampu indah tergantung ditengahnya. Pandangan Theia masih kabur, rumah yang dia punya hanya beratap kayu tanpa lampu. Theia tertegun.
"Nona bagaimana perasaan anda?" Tanya suara itu lagi.
Theia menoleh ke arah suara. Disana berdiri seorang perempuan mengenakan pakaian serba putih dan beberapa orang dibelakang seperti mengenakan pakaian pelayan. Theia diam memperhatikan. Kelopak matanya mengerjap beberapa kali. Memastikan yang dia lihat benar.
"Apa yang terjadi?" Tanya Theia dengan suara yang serak. Air, dia butuh air. Tenggorokannya terasa sakit sekali.
Sebuah tangan tiba-tiba mendekati Theia dan air mendekari bibirnya. Tenggorokan Theia terasa dingin dan air segera mengalir ke tenggorokannya.
"Terima kasih." Pelayan mengangguk kemudian kembali mundur.
"Dimana saya?" Theia segerq bangkit namun rasa sakit menghantam kepalanya. "Ah!" Theia mengerang, menahan rasa sakit di kepalanya. Tubuhnya kembali ambruk.
"Nona, berbaring saja, anda baru saja bangun." Perempuan yang memakai pakaian serba putih mendekat kemudian memeriksa Theia.
"Dimana ini?" Tanya Theia lagi.
"Anda aman nona, tuan akan segera datang."
Theia diam. Siapa tuan? Tuan siapa? Theia masih bertanya-tanya sambail mengedarkan pandangan ke sekitarnya. Theia meraba perutnya.
"Ada yang ingin saya tanyakan."
Dokter mendekat kemudian mengangguk.
"Sudah berapa lama saya pingsan?" Theia hanya bertanya. Terakhir hal yang dia ingat adalah gelapnya hutan. Rasa sakit yang menjalari tubuhnya. Sekarang dia berada disebuah ruangan yang cerah dan mewah. Itu menurut Theia yang telah melihat sekeliling. Atapnya tinggi, lampunya besar serta sekeliling yang banyak perabot mewah. Sesuatu yang baru pertama kali dia lihat.
"Tiga hari nona." Jawab dokter.
Theia praktis memegang perutnya. Memang sudah tidak sakit lagi tapi dia tentu khawatir. Rasa nyeri terakhir kali tiba-tiba menjalarinya.
"Apakah..." Theia ragu sejenak. "Anda pasti tahu saya sedang mengandung bukan?". Dokter terlihat mengangguk. "Apakah dia baik-baik saja?" Tanya Theia merujuk dia pada bayi yang ada di dalam kandungannya.
"Karena anda sudah sadar kami menyimpulkan bahwa tubuh anda sekarang mulai membaik." Jelas dokter. "Meskipun anda sempat mengalami pendarahan saat anda pingsan tapi sekarang baik-baik saja. Tapi nona, untuk kedepannya anda harus berhati-hati. Jika terjadi pendarahan lagi itu akan sangat berbahaya. Maka saya harap anda lebih memperhatikan langkah anda." Jelas dokter.
Theia mengangguk, dia terlalu miskin untuk datang ke dokter. Jadi dia hanya mengira-ngira saja kehamilannya selama ini. Namun satu hari sebelum Arei meninggalkannya, Theia sudah tahu jika dia mengandung. Hanya saja ingin memberikan kejutan pada Arei dengan mengatakannya nanti namun Arei terlanjur pergi.
"Jika boleh saya tahu, kapan terkahir kali anda mendapat tamu bulanan nona?"
"Sekitar tiga bulan yang lalu. Jika dihitung sekarang mungkin usianya hampir empat bulan." Jawab Theia.
Dokter menganggum paham. "Usia kehamilan muda memang sangat berbahaya nona, kemarin situasinya sangat buruk. Untung saja Yang Mulia membawa anda tepat waktu. Jika terlambat sedikit mungkin anda akan kehilangan bayi anda." Ucap dokter dengan kepala menunduk.
Suara Theia tercekat. Dia tidak ingat apa-apa yang dia ingat adalah pelarian dirinya dan orang yang mengikutinya. Theia yakin mereka adalah orang-orang Duke Osbern. Siapa yang menyelamatkannya, siapa orang itu. Tentu saja Theia ingin tahu, dia akan berterima kasih padanya.
"Lalu dimana saya sekarang?" Tanya Theia.
"Di kediaman Duke Osbern nona."
Mata Theia melebar mendengar jawaban dokter. Jadi dia sekarang berada di rumah orang yang sedang memburunya. Dia tertangkap. Theia jatuh ke dalam ketakutan yang mengerikan. Theia memaksa dirinya untuk bangun. Dia harus segera pergi sebelum Duke datang, dia harus menyelamatkan diri.
"Nona anda belum boleh bangun." Dokter membatu Theia bersandar.
"Saya baik-baik saja." Jawab Theia bohong. Kepalanya berdenyut-denyut sakit. Tubuhnya juga lemah, kekuatannya seperti hilang. Theia gemetar, dia takutm Dia tidak ingin mati.
Theia mencoba untuk turun dari tempat tidur namun gagal. Kakinya mati rasa. Tubuhnga segera ambruk ke lantai.
"Nona, nona anda belum boleh bergerak. Tubuh anda masih lemah." Dokter dan para pelayan panik. Mereka segera mengangkat tubuh lemah Theia kembali tempat tidur.
Theia meronta. Tapi pemberontakannya ditekan oleh beberapa orang pelayan. Tubuh lemahnya tak mampu mengimbangi kekuatan mereka.
"Nona tolong tetap berbaring sampai tuan datang." Pinta dokter.
Tidak. Jika aku tetap disini dia akan membunuhku. Teriak Theia dalam hati.
Theia mengutuk tubuhnya yang lemah. Dia ingin lari, ingin menyelamatkan dirinya. Air matanya tak terbendung lagi. Dia ingin hidup.
Saat keributan kecil di dalam kamar, Duke Osbern tiba dan segera melesat ke kamar yang ada di lantai dua.
"Nona sudah sadar Yang Mulia". Jelas Gion si kepala pelayan.
"Buka pintunya." Jantung Ares berdegup kencang. Dia langsung datang dari Ibukota setelah menerima pesan Theia telah sadar. Dia meninggalkan semua pekerjaannya. Dia mengerahkan segala kekuatannya untuk kembali ke rumahnya.
Pintu kamar terbuka. Disana ada Theia yang meronta dan menangis. Beberapa pelayan memegang tangannya dan dokter mencoba menenangkannya.
"Yang Mulia." Salah satu pelayan melihat kedatangan Ares.
"Apa yang terjadi?" Suara Ares menggema di seluruh ruangan.
Theia yang melihat Ares membeku ditempat. Matanya manatap lurus Ares yang berdiri tak jauh dari pintu. Rasa takut menyebar cepat ke seluruh tubuhnya. Dia menutup matanya kemudian membukanya kembali.
Hari ini adalah hari kematiannya.
More Than Love, This Is Destiny #7 Next..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Vita Liana
makin penasaran
2023-01-14
0
▪️R❗S E T▪️
salah paham
2022-05-05
0
Tutik Winarsih
hari kematian prasangka buruknya
2022-01-04
1