Yang tadinya Serly mau memanas-manasi mereka, dia urungkan, dan akhirnya ia menceritakan semuanya dari awal bocah tersebut datang sampai dia pergi dari sana.
"Hahaha... jadi, dia kesini cuman numpang toilet doang?" tanya Winji ngakak.
Serly menganggukan kepalanya pelan.
Hahahahaha ....
Mereka semakin tertawa keras menertawakannya.
"Yaelah, sekalinya gue terpesona. Kenapa harus kek gini. Nasib... nasib..." batin Serly merasa sedih.
Dia menatap ketiga sahabatnya yang terus tertawa bahagia di atas semua penderitaannya.
"Udah ketawanya … gue mau tutup tokonya," ucapnya seraya berdiri menatap malas ke arah mereka semua.
"Loh, kok?" Anggun merungut bingung.
"Dah, ah. Sana pulang. Nanti suami kalian nyariin," ucapnya tidak mau membahas masalahnya lagi yang tidak jauh-jauh dari kejombloannya.
"Yaelah, Ser. Kita 'kan, baru nyampe,... masa lo tega gak menjamu kita, sih!" kata Adiba dengan muka memelas.
Nah ini dia yang tidak Serly suka dari sahabat-sahabatnya itu. Mereka kalo datang pasti ada maunya saja.
Serly menatap mereka cukup lama. "Tuh di pojokan ada sapu sama pel-an. Mau?" tawarnya ketus.
Mereka bertiga bergidik jijik.
"Masa kita malah dikasih gituan, sih!" Winji menggeleng-gelengkan kepalanya tidak suka.
"Itu mah nyuruh kita buat bekerja keles," timpal Adiba malas.
"Ya udah kalo gak mau," ucap Serly tidak mau kalah.
"Yaelah, Ser. Kita tuh dah lama gak ketemu. Sekali ketemu … masa lo malah gitu, sih!" ucap Anggun akhirnya bersua.
Serly mendesah. "Gue udah bilang dari tadi. Kalo gue lagi gak ada gratisan."
Mereka semua menatap Serly penuh kecurigaan.
"Lo kenapa, sih, Ser? Coba cerita sama kita. Kali aja kita bisa bantu," tawar Winji tulus.
Serly menggeleng kuat. "Gue gak papa, Ji!" jawabnya.
"Lah itu? Lo sensi bener kayak lagi M aja."
Serly yang sudah berdiri, duduk kembali karena sudah merasakan kakinya nyem-nyeman kesemutan.
"Kantong krempeng! Puas!" jawabnya lantang dan keras.
Mereka bertiga termesem sambil melempar pandangan, dan seketika kembali tertawa, menertawakan keadaan, Serly yang begitu mengkhawatirkan.
"Mangkanya. Lo buruan kawin!" titah Winji asal ceplos.
"Eh dodol! Salah itu!" timpal Anggun.
"Harusnya?" tanya Serly tidak paham.
"Nikah atuh! Kawin mah entar setelah Menikah." jawab Adiba, dan di angguki oleh Anggun.
"Oh! Jadi, salah ya?" tanya Winji dengan ekspresi so' polos tanpa dosa.
Pletak.
Satu jari telunjuk Serly berhasil mengenai kepalanya.
"Ahhh. Sakit tahu, Ser!" aduhnya dengan memegangi kepalanya.
"Makannya. Jangan salah kalo ngomong!" ucap Serly semangat juga senang, karena berhasil mendapatkan sedikit pelampiasan kekesalannya.
Winji terus mengelus-ngelus kepalanya yang sakit sambil merungut ngambek.
"Ser!" panggil Adiba.
"Hm." Serly menatapnya malas.
"Lo mau gak gue kenalin sama cowok?" tanyanya canggung.
"Gak, ah! Nanti kek sebelum-sebelumnya. Gak Aki-aki… lo pasti kenalin gue sama orang yang beristri." tolak Serly yang memang yang selalu seperti itu.
"Gak bakal deh! Kali ini pasti lo mau dan suka."
Winji sama Anggun hanya diam mendengarkan percakapan mereka berdua yang berubah serius.
"Entahlah, Ba! Gue lagi puyeng soalnya."
Serly langsung berdiri seraya meraih tas yang tergantung, lalu ia sampirkan di bahu kirinya.
Mereka bertiga menatap Serly yang mulai menghidupkan satu persatu lampu tokonya dan sesekali mengecek semuanya jendela supaya terkunci rapat.
"Yok, kita pulang aja. Gue nebeng sampai Halte depan," ucapnya seraya mengajak mereka untuk keluar dari toko.
Hari belum begitu sore, tapi Serly sudah menutup tokonya karena hari ini begitu sepi.
Kami pulang berempat dengan menggunakan satu mobil, yaitu milik Adiba.
"Kalian mah enak. Gak perlu susah-susah nyari duit. Tiap bulan ngalir terus," ucap Serly cemburu dengan kehidupan ketiga sahabatnya yang berada jauh di atasnya.
"Sabar, Ser. Lo juga tahu 'kan, kalo kita dulu juga sama kayak lo." ucap Anggun yang berada di sebelahnya.
"Apalagi Gue, Ser. Gue kalo gak jebak anak Konglomerat itu… entah bagaimana nasib gue sekarang," timpal Adiba yang memang itu adalah kebenarannya.
"Untung tuh cowok lajang dan juga gak marah-marah," ucap Serly tersenyum konyol mengingat kejadian pada hari itu.
"Ya, gak bakal dong, Ser. Kecuali kalo udah blong … pasti dia juga tidak akan mau tanggung jawab," ucap Adiba dengan lantangnya.
Serly dan dua sahabatnya hanya geleng-geleng kepala mengingat kekonyolan yang mereka lakukan dulu.
____ Flash back ____
Semasa masih kuliah, kami sudah berteman lama. Kemana-mana kami selalu bersama. Suka dan duka kami selalu berbagi.
Kami saling curhat dan saling memberi solusi setiap apa pun masalah yang tengah menimpa kami.
Ketika kami menginginkan sesuatu juga, kami pasti akan berusaha dan saling membantu untuk mendapatkannya.
Seperti halnya Adiba.
Dia naksir sama seorang lelaki dari kalangan atas.
Lelaki itu adalah pendonatur terbesar di kampus yang kami tempati untuk menimba ilmu.
Namanya lelaki tersebut adalah Kezio Alansyar Pradito, yang sering kami panggil Zio.
Dia adalah anak kedua dari 3 bersaudara, anak lelaki satu-satunya dari keluarga Alansyar.
Zio meneruskan pekerjaan ayahnya sebagai pengusaha dan donatur-donatur untuk sekolahan yang membutuhkan.
*****
Segala cara Adiba lakukan untuk mendapatkannya. Tak luput, kami juga ikut andil besar dalam semua rencananya.
Suatu hari, kampus kami mengadakan ulang tahun--- memperingati ke 17 tahunnya kampus itu didirikan.
Itu kesempatan besar buat Adiba menjebak Zio.
Dia membuatkannya sebuah cake spesial, yang itu khusus buat Zio seorang, dan yang membuat cake tersebut tak lain tak bukan adalah bikinan Serly.
Adiba memasukan beberapa serbuk memabukan ke dalam cake tersebut.
Dengan semudah membalikan telapak tangan, Adiba berhasil memberikan cake tersebut kepada Zio.
Awalnya sih, Zio menolak, tapi tak lama dia tidak tega saat melihat wajah murung Adiba yang sangat memprihatinkan, dan Zio akhirnya menerima cake tersebut, lalu ia makan bersama dengan kawan-kawannya yang turut hadir di pesta tersebut.
Adiba yang mengetahui hal itu, bingung. Dia kelabakan memikirkan apa yang akan terjadi sama kawan-kawannya Zio.
"Gimana ini, Ser, Ji, Gun?" tanya Adiba dengan wajah cemas.
Adiba bolak-balik memikirkan apa yang harus ia lakukan.
Adiba akhirnya memutuskan untuk menyuruh kawan-kawan Zio untuk pulang terlebih dahulu sebelum obatnya bereaksi.
Tidak semudah itu, Adiba juga harus menjelaskan terlebih dahulu kenapa mereka kenapa disuruh pulang olehnya.
Tentu Adiba tidak mungkin untuk menjelaskan yang sebenarnya. Namun, ia akhirnya mengurungkan niat, lalu menjelaskan apa yang sebenarnya ia lakukan pada cake tersebut.
Semua teman-temannya Zio terkejut.
"Sorry," ucap Adiba sembari menangkupkan kedua tangannya di depan.
"Entar! kalo gak kuat … gedor aja pintu orang!" ucapnya sedikit berteriak pada teman-teman Zio yang sudah mulai pergi jauh.
Serly dan Winji menyenggol bahu Adiba secara bersamaan.
"Kalo ngomong jangan asal jeplak aja. Gimana kalo ketahuan?"
Adiba nyengir, memperlihatkan deretan giginya yang gingsul.
"Ba! Ba!" Anggun mendekatinya dengan nafas yang sedikit tersengal-sengal.
"Apa?"
"Zio, Ba. Zio. Dia udah keleyengan kayaknya."
Tidak pikir panjang lagi, Adiba langsung berlari dan menghampiri Zio yang sudah dikerumuni banyak Mahasiswa lainnya.
"Awas! Minggir! Minggir!"
Adiba menyusup di antara mereka sampai ke bagian paling depan.
Dengan tidak tahu malunya, Adiba langsung membopong tubuh Zio yang sudah lemas.
"Ba! Lo mau bawa kemana tuh anak orang?" tanya Winji terheran-heran saat Adiba malah membawa Zio keluar dari kampus tersebut.
Astaga.
Serly, Winji juga Anggun menatap Adiba tidak percaya. Dia bisa senekat itu demi seorang lelaki yang dia sukai.
Seminggu setelahnya,...
Adiba tidak masuk Kampus, kabar pun tidak ada. Dan hari ini… kami bertiga harus dikejutkan oleh sebuah kabar, yang ternyata itu menyangkut satu sahabatnya.
'Adiba akan segera menikah.'
Kami menggelengkan kepalanya tidak percaya.
Desas-desus pun menyeruak pesat di kampus tersebut.
Dari hal pertama sampai yang di tambah-tambahin tersebar luas.
Kami tidak menyangka, ternyata Adiba berhasil memenangkan anak Konglomerat tersebut.
Segampang itu 'kah Adiba mendapatkan hati Zio?
_____ Flash back____
"Jika gue ingat itu. Serasa mau ikutin cara lo buat dapetin Laki-laki," ucap Serly.
"Tapi, gue juga ngeri bayangin lo kayak gitu." tambahnya sambil terus membayangkan masa-masa mereka kompak dulu.
"Kayak gampang banget hidup lo, Diba! Semudah kita membalikan telapak tangan," ucap Serly lagi.
Ada rasa iri di dalam hatinya ketika melihat keempat teman-temannya dengan begitu mudah mendapatkan pasangan.
Apalagi jika mereka sedang liburan bersama, atau enggak jalan-jalan di taman.
Itu membuat jiwa kosongnya terasa terbang ke ujung senja, ikut bersama matahari yang akan menenggelamkan keindahannya.
Dalam hati, ingin sekali dia merasakan bagaimana rasanya berpegangan tangan dengan lawan jenisnya, walau hanya untuk sehari saja.
Keinginan itu terpatahkan ketika mengingat statusnya yang terus jomblo.
Nasib. Kemana-mana harus tutup mata dan telinga, saat melihat orang yang tengah bermesraan dengan pasangannya.
💜💜💜💜💜
**Jangan lupa like juga komentarnya, ya!
Saranghaeyo😘**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Ryoka2
Ahahah, langsung kemana mana nih otak
2022-03-19
0
Ryoka2
😭😭
2022-03-19
0
Ryoka2
Aku mampir lagi NII👍
2022-03-19
1