Rumi hanya diam menatap pada Ethan yang masih terlelap dengan banyak peralatan medis yang tersambung ke tubuhnya. Melihat kondisi Ethan sekarang, membuat ingatan Rumi tertuju pada mimpi yang kerap menghampirinya selama tujuh tahun ini. Sebuah mimpi yang selalu terasa nyata.
Rasa sakitnya, bahkan masih bisa Rumi rasakan dengan sangat jelas saat mimli itu datang. Namun sayangnya Rumi bahkan tak ingat siapa dirinya sebelum ia hilang ingatan. Dan suara pria di mimpi itu....
"Aku sudah meminta Ruby secara baik-baik kepadamu! Tapi kau malah membiarkan adikmu itu menjalin hubungan dengan si kutu buku!"
Bugh!
"Kau sudah ingkar janji!"
Bugh!
Bugh!
Pukulan bertubi-tubi terus mendarat di wajah Rumi yang tak lagi ada kekuatan. Darah segar mengucur dari beberapa bagian tubuh Rumi yang kini sudah babak belur.
"Rasakan ini, Rumi!"
Bugh!
Bugh!
Bugh!
Suaranya mirip Arkan, pemuda menyebalkan yang selalu mencari muka di hadapan Papi Juna. Kata Ruby, dulu Rumi dan Arkan adalah sahabat dekat semasa SMA. Tapi Rumi tak merasa kalau ia dekat dengan Arkan. Rumi malah merasa kesal dan segal setiap kali dirinya terpaksa bertatap muka atau berinteraksi dengan Arkan. Tak tahu apa masalahnya, yang jelas Rumi benci pada Arkan.
Ceklek.
Pintu kamar perawatan dibuka dari luar dan langsung terdengar suara Ruby dan Vivian yang tengah mengobrol.
Rumi tetap di posisinya semula, dan tak bergeser sedikitpun, seolah tak peduli dengan kedatangan Ruby dan Vivian.
"Ethan sudah bangun?" Tanya Ruby to the point seraya mendekat ke bed perawat Ethan. Namun suami Ruby itu masih terlelap dan sepertinya belum ada tanda ingin bangun.
"Apa menurutmu Ethan akan ingat siapa yang sudah melakukan hal ini kepadanya?" Pertanyaan Ruby dijawab Rumi dengan sebuah pertanyaan juga.
"Entahlah." Ruby mengendikkan kedua bahunya.
"Kau dulu tak ingat apa-apa saat bangun dari koma. Semoga Ethan tak perlu mengalami hal serupa," gumam Ruby menatap sendu pada Ethan.
"Rumi, kau sudah bangun?" Mami Lily langsung memeluk Rumi dengan erat setelah putra satu-satunya di keluarga Attala itu bangun dari koma.
"Rumi siapa?" Tanya Rumi seraya melepaskan pelukan Mami Lily. Sepertinya Rumi merasa risih dipeluk oleh Mami Lily.
"Itu namamu. Kau ingat, kan?" Raut wajah Mami Lily mulai menunjukkan kekhawatiran.
"Namaku Rumi? Lalu anda siapa? Dan dimana aku sekarang?" Cecar Rumi bertubi-tubi pada Mami Lily.
"Ini Mami, Rumi!" Mami Lily mulai berlinang airmata karena sang putrq yang bahkan tak mengenalinya lagi. Wanita paruh baya itu meraih ponselnya dan terlihat menghubungi seseorang.
"Ruby! Cepat kesini bersama Papimu!" Ucap Mami Lily pada sesekali di seberang telepon.
"Rumi sudah bangun, Mi?"
"Iya, sudah. Tapi dia..." Mami Lily menatap pada Rumi yang sedang menatap sekelilingnya dengan bingung. Seperti seseorang yang tengah berada di tempat asing.
"Dia kenapa, Mi?"
"Cepatlah kesini dan kau lihat saja sendiri," jawab Mami Lily dengan nada sedih.
"Baiklah, Ruby dan Papi kesana sekarang."
"Maaf," Rumi menatap pada Mami Lily seperti orang asing.
"Saya boleh minta minum?" Tanya Rumi lagi masih dengan tatapan yang sama.
Mami Lily menyeka airmatanya dan segera mengambilkan segelas air putih untuk Rumi.
"Apa yang sudah terjadi. Dan kenapa..." Rumi menunjuk ke arah kakinya yang terbalut perban dan gips.
"Kau mengalami kecelakaan, Rumi. Lalu kau koma selama sepuluh hari." .
"Apa kau sungguh-sungguh tak ingat dengan apa yang terjadi kepadamu sebelumnya, Rumi?" Tanya Mami Lily berharap.
Tentu saja Mami Lily masih berharap kalau bukan Ethan yang membuat Rumi seperti ini seperti tiduhan semua orang. Dan satu-satunya kunci dari semua kejadian itu hanyalah kesaksian Rumi. Tapi sekarang Rumi malah tak ingat apa-apa. Bahkan namanya sendiri Rumi juga tak ingat.
"Saya tidak akan bertanya kalau ingat," jawab Rumi yang cara bicaranya benar-benar kaku. Pemuda itu mencoba menggerakkan kakinya, namun gagal.
"Rumi!" Mami Lily segera mencegah dan menahan Rumi agar tak memaksa untuk menggerakkan kakinya.
"Kakiku kenapa?" Tanya Rumi mendesak jawaban.
"Tulang lututmu tak bisa diselamatkan. Jadi-" aurmata Mami Lily kembali berlinang. Wanita paruh baya itu tiba-tiba sudah memeluk Rumi.
"Mami tahu ini pasti berat untukmu, Rumi! Tapi Mami yakin kau akan bisa melaluinya. Kau putra Mami yang kuat," airmata Mami Lily semakin jatuh bercucuran.
"Aku lumpuh?" Tebak Rumi yang langsung paham arah pembicaraan Mami Lily.
"Jangan menyerah atau putus asa, Rumi! Pasti akan ada keajaiban suatu hari nanti," hibur Mami Lily yang masih belum melepaskan pelukannya pada Rumi. Sedangkan Rumi hanya diam membisu serta tubuhnya ikut mematung.
Suara pintu kamar perawatan yang dibuka dari luar, memecah kebisuan di antara Mami Lily dan Rumi.
"Rumi!" Papi Juna langsung merangsek masuk dan memeluk sang putra. Kedua mata papi kandung Rumi tersebut langsung terlihat berkaca-kaca.
"Maaf!" Rumi melepaskan pelukan Papi Juna dengan kaku.
"Kalian berdua siapa?" Tanya Rumi lagi menatap bergantian ke arah Papi Juna dan Ruby.
"Aku Ruby," jawab Ruby menunjuk ke arah dirinya sendiri.
"Dan ini papi. Kau ingat, kan?" Sambung Ruby lagi yang sudah ganti menunjuk ke arah Papi Juna. Rumi menggeleng dengan yakin dan tentu saja hal itu langsung membuat Ruby dan Papi Juna terkejut.
"Rumi bahkan tak ingat pada namanya sendiri," ujar Mami Lily memberitahu Papi Juna dan Ruby.
"Mustahil!" Jawab Papi Juna tak percaya. Pria paruh baya itu langsung merengkuh kedua pundak Rumi.
"Kau ingat pada Papi, kan, Rumi?" Papi Juna mengguncang tubuh Rumi yang hanya menggeleng.
"Kau ingat pada kejadian yang menimpamu sebelum kau koma? Kau ingat pada kami semua! Kau pasti ingat!"
"Aku tidak ingat!" Jawab Rumi seraya berteriak.
"Aku tidak ingat apapun dan aku tidak kenal kalian semua!" Sambung Rumi lagi masih dengan nada yang meninggi.
"Aku siapa? Kalian siapa? Apa yang terjadi padaku sebelum koma. Aku tak ingat smuanya!" Tegas Rumi sekali lagi yang mulai tak terkendali.
"Ruby! Cepat panggil dokter!"
"Vivian!"
Panggilan Rumi pada Vivian membuyarkan lamunan Ruby tentang kejadian tujuh tahun silam saat Rumi bangun dari koma dan tak ingat apapun tentang dirinya sendiri maupun orang-orang di sekitarnya. Rumi benar-benar berubah menjadi orang asing setelah itu. Butuh waktu berbulan-bulan sebelum akhirnya Rumi bisa menerima kondisi dirinya yang lumpuh dan hilang ingatan.
"Kau mau pulang sekarang?" Tanya Vivian seraya mendekat pada Rumi.
"Kau saja yang pulang sana bersama Ruby! Aku akan menjaga Ethan disini," jawab Rumi yang nakah mengusir Vivian dan Ruby.
"No!" Sergah Ruby cepat.
"Aku tidak akan kemana-mana sebelum Ethan bangun!" Lanjut Ruby menatap tegas pada Rumi.
"Dasar keras kepala!" Gerutu Rumi seraya berdecak berulang kali.
"Jadi?" Vivian menatap bergantian ke arah Ruby dan Rumi.
"Kau pulang sendiri saja sana bersama supir! Aku akan disinu menemani nona keras kepala ini!" Jawab Rumi akhirnya. Vivian mengangguk patuh.
"Kau akan pulang jam berapa?" Tanya Vivian lagi sebelum wanita itu berpamitan pada Rumi dan Ruby.
"Sesukaku! Nanti aku gedor pintu kamarmu kalau kau masih tidur saat aku pulang!" Ancam Rumi pada Vivian.
"Aku tak akan tidur sampai kau pulang. Jadi kau tak perlu menyakiti tanganmu," jawab Vivian berani.
"Terserah!"
"Pulang sana dan tak perlu ceramah lagi!" Rumi mengibaskan tangannya ke arah Vivian yang hanya mengendikkan bahu.
"Nona Ruby, saya pamit pulang dulu," pamit Vivian pada Ruby yang sudah duduknya di samping bed perawatan Ethan.
"Ya, silahkan! Dan tolong berhenti memanggilku Nona!" Jawab Ruby sekalian memberikan pesan untuk Vivian.
"Iya, maaf-"
"Sudah minta maafnya, Vian! Pulang sana!" Usir Rumi sekali lagi. Vivian tak Menjawab apapun dan langsung keluar dari kamar perawatan.
"Tidak pamit, tidak basa-basi! Dasar tidak sopan!" Gerutu Rumi setelah Vivian pergi.
.
.
.
Terima kasih yang sudah mampir
Jangan lupa like biar othornya bahagia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Anna Aqila 🏚️ 🌺
mau nya apa si Rumi ini 🤣🤣🤣🤣
2022-01-04
0
July Utamii
ya salam harus sabar bgt ngadepin si rumi
ngomong begini salah begitu juga salah
2022-01-03
1
keke global
Yaa iyalah .. pamit ma kamu pst ngeselin cm djwb Hmmmm
2022-01-03
1