💮 Selamat membaca, dan sehat selalu 💮
POV Alif
''Tolong susul Iren ya Lif, aku takut Iren kenapa-napa.'' Ucapan Mira masih terngiang di telingaku. Aku sangat khawatir dengan gadis itu. Namun aku juga sangat terkejut saat mendengar, Iren ternyata telah memiliki tunangan di kota. Tapi mengapa, ekspresinya menyiratkan luka yang begitu dalam, hingga tak ingin orang lain menyebutnya. Sebenarnya apa yang telah engkau lalui selama di kota Ren?''
''Mendengar ocehan Jils membuatku muak dengannya. Gadis itu selalu saja membuat masalah dengan Iren sejak dulu. Andai dia bukan wanita, pasti sudah ku sumpal mulutnya itu. Dari pada terus mendengar ocehannya lebih baik aku menyusul Iren."
''Di mana gadis itu? Cepat sekali larinya.'' Alif melihat ke kanan dan ke kiri jalan untuk bisa menemukan keberadaan Iren. Tak jauh dari jalan, Iren terlihat sedang duduk di bawah pohon dekat trotoar. Iren duduk dengan menelungkupkan kepalanya diantara kedua tangannya.
''Ternyata gadis itu malah duduk disitu. Aku sudah khawatir sedari tadi. Apa yang sedang dia lakukan?'' Alif mendekat kearah Iren. Terdengar jelas suara pelan tangisan Iren. ''Kenapa hatiku terasa sakit saat melihatnya menangis? Rasanya aku ingin langsung memeluk dan mengatakan ''Kumohon jangan menangis. Karena saat melihatmu menangis, duniaku serasa ikut bersedih.''
POV Author
Iren masih duduk diam memikirkan setiap kata yang terucap oleh Jils. Ia sungguh tidak menyangka jika Jils tahu tentang dirinya. Iren tidak ingin mengingat-ingat kembali kenangan pahit tentang masa lalunya saat ia di kota. Ia sudah capek-capek pindah ke desa untuk melupakan itu, tapi Jils malah mengungkitnya kembali. Lamunannya buyar saat tiba-tiba Alif duduk di sebelahnya. Iren segera menghapus air matanya, ia tidak ingin terlihat lemah di mata orang lain.
''Sudah mau hujan, ayo aku antar pulang.'' Sepertinya hanya itu kata yang terucap dari bibir manis milik pria tampan yang saat ini duduk di sebelah Iren.
Iren tersenyum lalu mengangguk. Ia meraih uluran tangan Alif dan mereka pun memutuskan untuk pulang saja.
Disisi lain....
''Mulutmu itu kalau tidak dilakban memang sangat meresahkan ya Jils!'' Sindir Mira membuat suaminya menepuk paha Mira dengan pelan. Supaya istrinya tidak lagi membuat keributan.
''Apa!'' Apa kau ingin membelanya Dim? Apa karena dia mantan pacar kamu makannya kamu mau membelanya!'' Ucap Mira pada suaminya. Mira benar-benar salah paham atas maksud suaminya. Padahal Dimas tidak ingin istrinya ribut saja. Karena nanti anaknya akan menangis lagi bila mendengar suara gaduh.
''Kamu sih Jils!'' Beberapa temannya juga menyalahkan Jils.
''Iiiih.. Kan bener apa yang aku ucapkan, kalau dia itu pasti di campakkan. Siapa sih yang gak paham kehidupan di kota, kebanyakan orang kaya itu gampang bosenan. Dan yang paling pasti banyak simpanannya...'' Belum selesai Jils bicara, sudah mendapat hadiah lemparan roti strawberry tepat mengenai wajahnya.
''Miraaaa!'' Teriak Jils. Matanya melotot kearah Mira.
''Apa! Kau memang pantas mendapatkannya! Jils, apa kau tidak capek? Dari tadi mengoceh terus ngung...ngung...ngung...ngung seperti lalat yang bahagia saat menemukan makanan busuk. Aku heran, kenapa dari dulu kamu tidak pernah berubah sedikit pun. Bukannya di umur yang semakin bertambah tua seharusnya kita mengurangi dosa. La kamu, yang ada malah nambah dosa menilai kehidupan orang lain, tapi melupakan kehidupnya sendiri.'' Ucap Mira lalu pergi menarik suaminya yang masih menggendong anaknya yang tertidur.
Semua orang yang hadir di sana pun seketika diam mendengar ucapan Mira. Jils kali ini memang sangat keterlaluan. Reuni yang mereka rencanakan untuk mempererat pertemanan malah hancur seketika karena ulah satu orang. Semuanya pun meninggalkan Jils satu persatu.
''Heiii!'' Kenapa kalian malah pergi? Kan kita belum selesai, bahkan makanannya saja baru keluar." Ucap Jils namun teman-temannya tidak ada yang mempedulikannya.
''Sudahlah Jils, mereka tidak akan kembali lagi.'' Ucap Danisha dengan kesal. Sepertinya Danisha belum puas melihat Irena di permalukan.
''Menyebalkan! Kenapa sih semua orang selalu saja membelanya, dari dulu sampe sekarang. Lihatlah! Bahkan Alif saja masih memperdulikannya dari pada tunangannya sendiri.'' Ucapan Jils semakin membuat Danisha emosi. Ya, sebenarnya Alif dan Danisha di jodohkan oleh orang tua mereka, namun sampai sekarang Alif belum menyetujuinya. tentu saja belum bertunangan. Namun Danisha sengaja membuat rumor kalau dia dan Alif sudah bertunangan. Ia tidak rela jika sampai Alif dan Irena menjadi pasangan.
''Diamlah Jils! Kenapa kau cerewet sekali.'' Danisha pergi meninggalkan Jils begitu saja.
''Disa!'' Kenapa malah pergi juga,'' Jils pun bergegas menyusul Danisha yang tidak memperdulikan panggilannya.
................
Mobil berhenti di halaman rumah Irena. Alif pun turun untuk membukakan pintu mobil, namun ternyata Iren sudah turun duluan.
''Terimakasih ya Lif, dan maaf merepotkanmu tadi, dan membuat semua orang khawatir,'' Iren benar-benar merasa tidak enak pada Alif, Mira dan teman-teman yang lainnya. Terlebih, tadi Alif sempat melihatnya menangis. Iren benar-benar tidak ingin terlihat lemah di hadapan orang lain.
''Tidak apa-apa kok Ren, lagi pula perkataan Jils memang sudah sangat keterlaluan. Tapi, kalau boleh tahu apa yang sebenarnya terjadi saat kamu masih di kota. Tapi jika tidak mau bercerita juga tidak apa-apa, itu hak dan privasi kamu. Kalau begitu aku pamit pulang dulu.'' Iren tersenyum dan mengangguk mendengar ucapan Alif. Namun Alif teringat sesuatu.
''Oh iya, aku lupa mengatakan. Mulai besok para tukang akan memulai renovasi rumah ini. Jadi, mungkin untuk sementara kau harus mencari tempat tinggal sementara,'' Ucap Alif. Raut wajah Iren masih terlihat sayu. Bahkan ia tidak mendengarkan apa yang Alif ucapkan.
''Ren!''
''Irena.'' Panggilan kedua membuat Iren tersadar dari lamunannya.
''Iya Lif, maaf tadi kamu ngomong apa ya? Aku kurang mendengarkan,'' ucap Iren. Alif tersenyum kemudian menjelaskan kembali jika para tukang akan memulai pekerjaannya besok.
''Oooh..baiklah, nanti aku akan minta tolong Mira untuk mencarikanku tempat tinggal, sementara para tukang merenovasi rumah ini.'' Ucap Irena. Walau sangat penasaran dengan apa yang terjadi pada Iren, namun Alif akan menunggu Iren yang bercerita dengan sendirinya.
Setelah kepergian Alif, kini Iren duduk di kursi goyang depan perapian. Pikirannya masih menjelma entah di mana. Ingatannya seolah kembali ke tempat di mana ia harus menelan kekecewaan yang teramat dalam. Bayang-bayang itu, seakan terlihat jelas di depan matanya.
''Dafa.'' Sebuah nama yang tidak ingin sama sekali ia dengar dan di sebut selamanya dalam hidupnya kini. Sepertinya orang itu benar-benar membuat trauma berat bagi Iren. Apa lagi, masalahnya juga menyangkut orang-orang yang ia sayangi selama ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Dhina ♑
oh, Dada......apa dia sangat jahat 🤔🤔🤔
2022-12-20
0
Dhina ♑
Astaga..... bukannya mereka serupa ya. Jadi seolah-olah berucap pada dirinya sendiri
2022-12-20
0
Dhina ♑
bikin emosi kemana-mana
2022-12-20
0