Saat Nala melangkah masuk, ia kembali berpapasan dengan penghuni lain di kosan tersebut. Seorang perempuan yang merupakan penghuni kamar kos di lantai atas menyapa Nala dan kemudian bertanya:
"Mbak Nala kok bicara sendiri di sini?" tanya Desi.
"Enggak kok mbak."
"Tadi dari tangga kelihatan bicara sendirian, lagi nyanyi?"
"Oh, tadi lagi ngobrol sama Gendis."
"Gendis?"
"Iya."
"Gendis siapa sih mbak?"
"Itu, penghuni kamar nomer empat."
"Emm.. sudah ada penghuninya ya di sana?"
"Sudah mbak."
"Mana Gendisnya sekarang?"
"Jalan ke sana mbak, katanya mau beli makan. Emangnya di sana ada warung makan enak ya?"
"Ada warung prasmanan murah sih. Rasanya juga lumayan kok."
"Wah, aku harus coba."
"Coba aja, murah meriah, cocok untuk anak kossan seperti kita."
"Mantap," jawab Nala seraya mengangkat jempol tangannya.
Nala melangkah masuk ke kamar lalu beranjak untuk mandi. Rasanya baru beberapa menit tapi Gendis telah kembali ke kamarnya. Karena penasaran, Nala pun bertanya:
"Mbak.."
"Iya."
"Katanya mau beli makan."
"Sudah, ini," jawab Gendis sembari menunjukkan bungkusan nasi kepada Nala.
Nala menatap sesaat bungkusan di tangan Gendis lalu kembali bertanya.
"Kok bisa cepet banget ya? rasanya cuma lima menit, aku masuk ke kamar, mbak Gendis udah balik aja. Bahkan, aku gak lihat, mbak Gendis lewat."
Gendis tersenyum tanpa memberikan jawaban.
"Hemm.. yaudahlah, aku mandi dulu ya!"
"Iya."
Nala pun melenggang masuk ke dalam kamar mandi. Meski diabaikan, hal ini tetap terasa mengganjal. Jeda waktu antara dia masuk ke kamar dan keluar lagi sungguh hanya sebentar. Rasanya mustahil, Gendis bisa kembali secepat itu. Nala juga yakin tak mendengar apa pun saat Gendis datang.
"Jika dipikir-pikir lagi, memang aneh."
Usai mandi, Reza datang membawa sate ayam, salah satu makanan favorit Nala.
"Makasih sayang!"
"Makan gih!"
"Nanti aja."
"Tumben, emang gak lapar apa?"
"Belum, sayang..."
"Iya.."
"Kemarin malem rasanya aku denger orang lagi mandi deh."
"Hemm..?"
"Sekitar jam satu dini hari, aku denger orang mandi, jelas banget yang. Awalnya kupikir, Gendis yang lagi mandi tapi ternyata bukan."
"Udah kamu tanyain dia?"
"Udah tadi."
"Lagian ngapain mandi jam segitu?"
"Mana aku tahu."
"Kamu yakin denger orang mandi?"
"Yakin banget sih tapi bisa aja aku mimpi atau berhalusinasi ya?"
"Aduh sayang, kamu ini.."
Nala tertawa lalu menghambur ke pelukan kekasihnya. Sementara Reza, mulai memikirkan ucapan Nala.
"Sebenarnya ada apa?" tanya Reza di dalam hati.
Sekitar pukul sembilan malam, Reza pamit pulang. Nala mengantarnya sampai ke depan lalu masuk lagi ke kamar kossan. Entah kenapa, matanya terasa begitu berat hingga tanpa terasa, ia ketiduran saat pintu kamar belum ia tutup dengan rapat.
Entah berapa jam telah berlalu, Nala terlihat mengeliat sembari perlahan membuka mata. Seketika Nala terhenyak mendapati Gendis berdiri tepat di samping ranjangnya.
"Astaga mbak Gendis, bikin jantungan aja sih."
Gendis mengulas senyum tipis.
"Pintu kamarmu masih terbuka."
Nala melongok sedikit lalu duduk di tepian ranjang.
"Kayaknya aku kecapean deh sampai lupa mengunci pintu."
Meski begitu, Nala tetap merasa aneh dengan sikap Gendis yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya. Nala tidak tahu kapan Gendis masuk. Kalau memang ia sudah lama di dalam kamar, kenapa tak lekas membangunkannya malah terkesan, Gendis tengah mengamatinya.
"Makasih ya mbak udah diingetin, aku kunci habis ini."
"Iya," jawab Gendis seraya berjalan pelan, keluar kamar.
Nala melihat Gendis melenggang masuk ke kamarnya sebelum mengunci pintu kamarnya sendiri.
"Kok jadi serem gini sih," gumam Nala.
Nala mengusap sisi kiri lehernya yang tiba-tiba terasa nyeri dan dia pun terkejut karna lehernya berdarah.
"Kenapa ini?" tanya Nala panik sembari bercermin.
Ternyata ada luka sayatan kecil berukuran kurang lebih tiga senti meter di leher kirinya.
"Ini.. luka dari mana?"
Karena hal ini terasa aneh baginya maka Nala lekas memotretnya dan mengirimkannya ke nomer Reza. Nala terduduk bingung sembari mengobati luka di lehernya.
"Kok bisa tiba-tiba berdarah ya? luka ini tidak mungkin ada dengan sendirinya kan? siapa pelakunya? atau.. apa aku tidak sadar telah melukai diriku sendiri? Gila, pikiran macam apa ini? pasti ada orang yang melukaiku."
Nala melihat ponselnya namun tak ada balasan dari Reza.
"Sepertinya, Reza sudah tidur."
Pada akhirnya, Nala mencoba memejamkan matanya kembali sebab kantuk tak dapat ia tahan dan kejadian kemarin pun kembali terulang. Lamat-lamat, Nala mendengar suara orang yang tengah mandi. Gayung dan air saling beradu menghasilkan guyuran yang riuh. Nala terbelalak seraya membuka matanya. Ia tajamkan pendengaran untuk memastikan bahwa apa yang ia dengar adalah sesuatu yang nyata.
"Benar, ini memang suara orang yang sedang mandi."
Nala mendongak sesaat, menatap jam dinding yang tengah menunjukkan pukul satu malam.
"Jam satu.. ini benar-benar sama seperti kemarin."
Bukannya takut, Nala malah merasa sangat penasaran. Tanpa ragu, ia berdiri, melangkahkan kaki keluar kamar menuju kamar mandi. Suara itu masih terdengar bahkan saat Nala melewati kamar Gendis.
"Kamar Gendis tertutup rapat, mungkinkah dia yang sedang mandi?"
Byuur.. byurr... byuurr ..
Kini, Nala telah berada di depan kamar tepat. Tangannya mengulur hendak mengetuk pintu itu saat sebuah suara terdengar.
"Siapa itu?" tanya seseorang dari dalam kamar mandi.
Deg...
"Ternyata ada orang," benak Nala.
"Siapa?" tanya orang itu lagi.
"Nala, saya Nala. Apa yang di dalam itu mbak Gendis?"
Orang itu tak menjawab pertanyaan Nala malah mengatakan bahwa dia akan mandi sebentar lagi.
"Tunggu ya! aku mau mandi sebentar lagi."
"Ah tidak, saya tidak mau buang air kok, silahkan dilanjutkan!"
"Iya."
Nala menghela napas panjang seraya berbalik arah dan kemudian berjalan kembali menuju kamar. Baru saja Nala masuk, sudah terdengar pintu kamar di buka.
"Sudah selesai kah?"
Karena penasaran, Nala kembali keluar kamar dan mendapati Gendis di depan kamarnya. Nala tertegun kala melihat Gendis yang tengah mengenakan setelan piyama dengan wajah mengantuknya. Sama sekali tak terlihat seperti orang yang baru saja mandi.
"Kamu bangun juga Nala?"
"Mbak Gendis mau ke mana?"
"Mau buang air kecil, kamu juga kah? ayo barengan!"
"Bukannya mbak Gendis baru saja dari sana?"
"Sana mana?"
Nala menelan ludahnya kasar, kerongkongannya serasa tercekat.
"Ka-mar man-di," jawab Nala terbata.
"Enggak kok, aku baru aja bangun."
Seketika bulu kuduk Nala berdiri.
"Kenapa Nala, ada apa?"
"Siapa yang mandi tadi?"
"Hah, ada yang mandi?"
Nala mengangguk sembari berjalan menghampiri Gendis.
"Ayo kita lihat mbak!" ajak Nala sembari menarik pelan lengan Gendis.
Sesampainya di sana, sesosok perempuan tiba-tiba keluar membuat Nala reflek berteriak.
"Astaga mbak Desi, Nala kira siapa."
Desi hanya mengulas senyum tipis lalu berjalan naik ke lantai atas tanpa memberi Nala kesempatan untuk bertanya.
🌿 DONE 🌿
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Shyfa Andira Rahmi
jdiii....yg bukan manusia itu yg mna niihhh🤔
2023-09-07
2
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝙖𝙥𝙖 𝙗𝙚𝙣𝙖𝙧 𝙞𝙩𝙪 𝘿𝙚𝙨𝙞 𝙮𝙖 🤔🤔🤔
2023-07-27
0
Yurnita Yurnita
kalau aku udah lama ngacir 😊😊
2023-04-10
1