Marco masih terdiam. Ini keputusan yang berat untuknya.
"Mana sanggup aku tidak menyentuh Helena sama sekali. Bahkan saat ini aku membutuhkannya untuk menuntaskan hasratku yang tertunda tadi. Baiklah Marco tahanlah dulu untuk sementara waktu. Setidaknya aku masih bisa melakukannya dengan Sherly nantinya setelah menikah," batin Marco dengan pikiran frustasi.
"Baiklah aku setuju. Aku berjanji akan memenuhi semua persyaratanmu. Aku juga berjanji akan bersikap adil pada kalian berdua," ucap Marco sambil tersenyum.
"Baguslah. Mulai saat ini aku tidak ingin berbagi kamar denganmu. Jika suatu saat nanti kau melanggar persyaratan yang aku ajukan tadi, maka kau harus dengan baik hati membebaskanku dari pernikahan ini," ucap Helena sinis.
"Emm... Sayang, apa kau tidak ingin mengucapkan selamat ulang tahun padaku? Kau tidak lupa kan kalau hari ini ulang tahunku?" tanya Marco berharap bisa mengalihkan pikirian Helena.
"Aku tidak pernah lupa, Marco. Sebenarnya kedatanganku secara tiba-tiba karena ingin memberikan kejutan padamu. Tapi kenyataannya malah aku yang mendapatkan kejutan yang luar biasa, menjijikkan!" ucap Helena tajam.
Helena segera melenggang pergi meninggalkan Marco yang masih duduk sambil memijat pelipisnya.
Keesokan paginya kedua orang Marco, Tuan Husein dan Nyonya Miranda datang untuk membicarakan rencana pernikahan Marco dan Sherly. Mereka tidak tahu jika Helena sudah kembali dari Austria.
"Bagaimana persiapan pernikahanmu dengan Sherly besok, Marco?" tanya Nonya Miranda sambil duduk di ruang keluarga.
"Oh... Jadi Papa dan Mama sudah tahu tentang perselingkuhan Marco dan Sherly, bahkan dengan rencana pernikahan mereka?" tanya Helena yang tiba-tiba muncul.
"Helena?!" seru Tuan Husein dan Nyonya Miranda.
"Iya. Ini aku, Helena," ucap Helena sambil tersenyum sinis, lalu duduk di sofa dan menghadap mertuanya.
"K-kapan kau datang, sayang? Mengapa kalian tidak memberitahu Papa dan Mama?" tanya Nyonya Miranda salah tingkah.
"Oh... Helena baru datang kemarin Ma, saat Marco sedang berkuda ria dengan Sherly di atas meja kerja Marco," jawab Helena sambil tersenyum mengejek.
Tuan Husein dan Nyonya Miranda membelalakkan mata mereka lalu menatap Marco tajam. Marco hanya memberikan senyuman kikuk kepada kedua orang tuanya.
"Helena, Papa minta maaf. Papa tidak becus dalam mendidik Marco. Papa minta maaf, Nak," mohon Tuan Husein.
"Mama juga sayang. Mama minta maaf atas kesalahan Marco. Tapi Mama mohon tolong restui pernikahan Marco dengan Sherly, karena Sherly sedang mengandung anaknya Marco dan cucu kami," ucap Nyonya Miranda melembut.
"Mama tenang saja, aku sudah bilang pada Marco kalau aku mengijinkan mereka menikah," ucap Helena.
"Terima kasih ya sayang. Hatimu memang benar-benar baik. Lagi pula ada baiknya juga ketika bayi Sherly lahir nantinya, kau bisa menjadi seorang ibu. Karena sampai sekarang kan kau juga belum hamil, Helen," ucap Nyonya Miranda tanpa dosa.
Wajah Helena berubah dingin.
"Ma! Jangan bicara seperti itu pada Helena," protes Marco.
"Tapi Mama benar kan Marco," ucap Nyonya Miranda ngotot.
"Mama cukup!" bentak Tuan Husein.
"Maafkan Mama ya Helena. Mama tidak bermaksud menyinggung perasaanmu," ucap Tuan Husein ramah.
Nyonya Miranda hendak memprotes tapi diurungkan saat mendapatkan tatapan tajam dari suaminya.
"Santai saja, Pa. Apa yang Mama katakan memang benar, jika sampai saat ini aku memang belum hamil," jawab Helena.
"Helena kembali ke dapur dulu ya semuanya," ucap Helena sambil melenggang pergi tanpa menunggu jawaban dari keluarga Marco.
Setelah memastikan tubuh Helena sudah tidak terlihat lagi, Nyonya Miranda langsung protes pada suaminya.
"Papa. Kenapa Papa membentak Mama? Apa yang Mama bilang kan benar, Helena saja mengakuinya kalau sampai sekarang dia belum bisa hamil," ucap Nyonya Miranda kesal.
"Cukup Ma. Mama jangan memojokkan Helena. Marco tidak suka," sahut Marco.
Marco semakin merasa bersalah kepada Helena karena ucapan Mamanya pasti menyinggung perasaan Helena. Bukan salah Helena jika dia belum bisa hamil sampai sekarang, karena memang Marco belum pernah menyentuhnya.
"Apa yang Marco katakan itu benar, Ma. Mama harus tetap menjaga perasaan Helena, bagaimana pun juga Helena adalah istri pertama Marco. Dan Papa tidak ingin sampai Helena nantinya meminta cerai dari Marco. Perusahaan kita masih membutuhkan dukungan dari HH Corps., perusahaan keluarga Helena," terang Tuan Husein dengan sedikit memelankan suaranya.
"Mama minta maaf Pa. Mama tidak berpikir sejauh itu," ucap Nyonya Miranda memelas.
Dari balik dinding pembatas antara dapur dan ruang keluarga, Helena berdiri mematung. Dia mendengarkan semua yang diucapkan oleh mertuanya itu. Hati Helena semakin hancur saat mengetahui kenyataan bahwa keluarga Marco dulu memaksa mereka untuk menikah, agar Royal Company mendapatkan dukungan dari HH Corps., perusahaan milik keluarganya.
Helena meminta maid untuk menyelesaikan kegiatan memasaknya, karena suasana hatinya sedang tidak baik. Helena pergi ke taman belakang dan duduk menyendiri di sana. Saat sarapan bersama suami dan mertuanya, Helena tetap diam dengan wajah dinginnya. Tidak ada satupun yang berani bertanya padanya. Hanya sesekali Marco dan Nyonya Miranda menawarkan mengambilkan lauk dan sayur untuknya.
Hari pernikahan Marco dan Sherly pun tiba. Sebelum berangkat ke tempat pernikahan, Marco menemui Helena di kamarnya. Dia berniat untuk pamit dan berharap Helena mau membuka hatinya dan hadir di acara pernikahan keduanya.
Marco mengetuk pintu kamar Helena, lalu membukanya secara perlahan. Marco masuk ke dalam kamar dan melihat Helena sedang berdiri di dekat jendela. Marco menghampirinya dan berdiri di belakang Helena dengan tetap menjaga jarak.
"Helena sayang. Aku mau berangkat sekarang. Apa kau yakin tidak ingin ikut sayang?" tanya Marco lembut.
Helena berbalik dan menghadap Marco. Helena melihat penampilan Marco yang mengenàkan jas dan tuxedo, terlihat sangat gagah dan mewah. Penampilan Marco saat ini sangat berbeda jauh dengan penampilan Marco saat menikahinya dulu.
"Apa kau sudah siap membebaskanku dari pernikahan ini, Marco?" tanya Helena balik sambil tersenyum sinis.
Wajah Marco memerah menahan marah.
"Tidak akan. Sampai kapanpun aku tidak akan pernah menceraikanmu dan jangan pernah berpikir untuk pergi dari hidupku, sayang. Aku mencintaimu, Helena," jawab Marco.
"Tapi rasa cintamu padaku kalah dengan n***u bejatmu pada wanita itu," sahut Helena.
"Sebaiknya kau segera berangkat sekarang. Calon pengantin bungtingmu pasti sudah tidak sabar menjadi Nyonya Marco Austin," sindir Helena.
Marco pun mengalah. Dia tidak ingin berdebat dengan Helena.
"Setidaknya berikan aku doamu Helena, meskipun apa yang aku lakukan ini sangat menyakitimu," ucap Marco sambil dengan wajah memelas.
Helena pun mendekat, lalu salim dan mencium punggung tangan suaminya.
"Semoga anak kalian sehat selalu. Itu doaku," ucap Helena sambil melepaskan tangan Marco.
"Terima kasih sayang," ucap Marco sambil tersenyum.
Ingin rasanya dia memeluk Helena, tapi Marco ingat dengan janjinya. Marco pun pamit dan segera keluar dari kamar Helena. Setelah Marco pergi, Helena segera mengunci pintu kamarnya dan menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. Tiba-tiba ponselnya berdering. Sherly mengirimkan beberapa foto tempat pernikahannya dengan Marco yang sangat mewah di sebuah hotel ternama dan memamerkan gaun mewahnya pada Helena. Helena hanya tersenyum kecut, lalu menaruh ponselnya ke atas nakas.
Helena segera bangkit dan mengambil tasnya dari dalam lemari. Helena mengambil ponsel lamanya. Dia duduk di atas ranjang dan mengaktifkan ponsel itu. Saat ponsel itu menyala, terlihat tampilan layar ponselnya foto kebersamaan Helena dan Axel dulu. Helena sengaja menggunakan foto itu sebagai wallpaper ponselnya. Helena tersenyum lembut menatap layar ponselnya.
"Hai sahabat baikku. Apa kabar?" sapa Helena.
"Apa kau tahu Xel, hatiku benar-benar hancur sekarang. Marco mengkhianatiku, dia berselingkuh. Dan yang lebih menyakitkan lagi, keluarga Marco tidak tulus menyayangiku," ungkap Helena dengan senyum getir.
Helena seolah-olah sedang berbicara dengan Axel. Helena membuka kotak pesannya dan membuka pesan terakhir yang dikirimkan oleh Axel satu minggu setelah Axel kembali ke Amerika.
..."Hai Helena. Ini adalah pesan terakhir yang aku kirimkan padamu dan terakhir kalinya aku berbicara denganmu. Aku sudah memikirkan dengan matang. Aku ingin kita mengakhiri hubungan persahabatan kita. Kita sama-sama telah memiliki kekasih. Ada hati yang harus kita jaga. Aku harap hubunganmu dengan Marco selalu baik-baik saja. Jangan hadirkan diriku lagi di antara kalian. Karena aku juga tidak ingin menghadirkan dirimu di antara aku dan Icha. Aku sangat mencintai Icha dan dia adalah bagian dari hidupku. Setelah kau membaca pesanku ini, aku harap kau tidak akan menghubungiku lagi. Aku akan memblokir nomormu dan semua akun sosial mediamu. Aku juga akan menghapus semua kenangan kita. Aku harap kau juga melakukan hal yang sama. Semoga kau selalu bahagia. Axel,"...
Helena menumpahkan air matanya setiap kali membaca pesan dari Axel itu. Helena masih belum percaya jika Axel tega memutuskan hubungan persahabatan yang telah mereka jalin sejak kecil.
"Bagaimana kabarmu sekarang, Xel? Terakhir kali aku mendengar kau telah bertunangan dengan kekasihmu, Icha. Aku selalu bedoa dan berharap kau akan hidup bahagia dengan wanita yang kau cintai itu," ucap Helena dengan air mata yang terus mengalir.
"Jika Tuhan mengijinkan aku ingin melihatmu lagi, meskipun hanya sekali, meskipun kau tidak akan lagi menganggapku sebagai sahabat dalam hidupmu. El-mu akan selalu menyayangimu, Xel," lirih Helena.
Setelah lama menangis, akhirnya Helena tertidur sambil memegang ponsel lamanya itu.
Sedangkan di tempat lain. Di sebuah markas milik keluarga Morris yang berada di Jerman, terlihat seorang pria tampan namun berwajah dingin sedang menghajar seseorang tak kenal ampun.
"Arrgghh! Ampun Tuan, jangan pukul lagi," teriak seorang pria yang sedang dihajar.
"Ampun katamu?! Aku akan mengampunimu jika kau mengatakan di mana Patrick berada sekarang!" bentak pria berwajah dingin itu yang tak lain adalah Axello Zyan Alvaro.
Anak buah Axel berhasil menangkap seorang pria yang dulu pernah bekerja untuk Patrick.
"Saya berkata jujur Tuan. Saya tidak tahu di mana Patrick berada. Kami sudah lama tidak berkomunikasi, Tuan," ucap pria itu dengan wajah memelas.
Axel tidak mempedulikannya, seolah hatinya sudah beku. Axel terus menghajarnya sampai pria itu pingsan. Aiden dan William yang melihatnya segera melerai dan menahan tubuh Axel agar berhenti menghajar pria yang sudah tak berdaya itu.
"Hentikan Axel! Kau bisa membuat pria itu terbunuh!" bentak Aiden.
"Aku tidak peduli. Aku akan membunuh siapa saja yang telah menyakiti Icha!" teriak Axel.
"William, suruh anak buahmu untuk membawa pria itu sebelum Axel semakin lepas kendali!" perintah Aiden.
William mengangguk. Lalu dia dan anak buahnya membawa pria yang pingsan itu keluar dari ruangan itu.
"Hei, Will. Mau kau bawa ke mana pria itu? Dia belum memberitahuku di mana Patrick berada. Kembalikan ke sini!" teriak Axel.
Namun William dan anak buahnya tidak mendengarkan teriakan Axel.
"Lepaskan aku Aiden!" bentak Axel.
Setelah memastikan William dan anak buahnya pergi jauh, baru Aiden melepaskan Axel.
"Tenangkan dirimu, Axel. Kendalikan emosimu," ucap Aiden.
Tak lama William masuk kembali ke dalam tempat Axel dan Aiden berada.
"Mana pria itu Will? Bawa dia kembali ke sini!" perintah Axel.
"Tidak akan. Sudah cukup kekejamanmu Axel. Aku tidak ingin kau berubah menjadi monster pembunuh. Kau melampiaskan kemarahanmu kepada orang lain yang belum tentu bersalah," tegas William.
Kepergian Icha sudah enam bulan lamanya. Tapi Axel dan anak buahnya masih belum menemukan keberadaan Patrick Dawson, pria yang diduga merencanakan pembunuhan terhadap Icha. Pihak kepolisian menutup kasus kematian Icha dikarenakan sedikitnya bukti yang kurang membuktikan jika kecelakaan yang menimpa Icha karena faktor kesengajaan. Dan semua itu merubah Axel menjadi sosok yang kejam dan berhati dingin. Axel juga bersikap dingin kepada keluarganya sendiri.
Bahkan Axel sempat bertengkar dengan adiknya, Jasmine. Axel tidak terima saat Jasmine menasihatinya agar mengikhlaskan kepergian Icha dan segera move on dari Icha. Axel bukan hanya membentak Jasmine, tapi dia sampai memberikan satu tamparan di wajah adiknya. Sampai sekarang hubungan Axel dan Jasmine masih dingin. Hal itu membuat sedih kedua orang tua mereka, Zayn dan Aline.
"Aiden. Berikan aku minumanmu yang paling keras!" seru Axel.
"Jangan gila Axel. Kau tidak diijinkan meminum minuman keras," larang William.
"Diam kau, Will! Aiden cepat berikan padaku sekarang!" bentak Axel.
"Apa kau yakin? Kau mau yang mana? Bir, Vodca, Wiski atau Tequila?" tawar Aiden.
"Terserah. Pilihkan yang paling keras," jawab Axel.
"Aiden aku mohon jangan," lirih William sambil melotot kepada Aiden.
Aiden hanya membalasnya dengan senyuman. Lalu dia menuangkan vodca ke dalam gelas wine dan menyerahkan kepada Axel.
"Ini cukup keras untukmu yang tidak pernah meminum minuman beralkohol," ucap Aiden.
Axel segera menerima segelas minuman itu dan hendak meminumnya. Aiden menepuk pundak Axel dan berbicara di dekat telinganya.
"Jangan lupa ucapkan bismillah dan ingatlah wajah Mama Aline yang sedang menangis," ucap Aiden.
Tanpa sadar Axel mengikuti ucapan Aiden. Dia membaca basmalah dan seketika muncul gambaran wajah ibunya, Aline yang sedang menangis. Wajah Axel mengeras. Dia memegang gelas itu kuat lalu melemparnya ke tembok sehingga gelas itu pecah dan isinya tumpah membasahi tembok dan lantai.
"Aaakkkhh!" teriak Axel frustasi.
Bersambung...
Jangan lupa selalu dukung author dengan :
💫Tinggalkan comment
💫Tinggalkan like
💫Tinggalkan vote
💫Klik favorite
Terima kasih🙏🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Callmezee Azzah
keren Lo Aiden,,, ya kali mau minum vodca baca bismillah dulu 😆
2023-01-13
2
Sunarti
Axel.. ada apa sama Helena
2022-10-30
1
Titin Supriyatin
langsung manjur 😅😂
2022-08-03
1