Persahabatan...
"Semoga berjalan lancar bisnis kita Fen,"
ucap Kevin berdiri mencium, merangkul tubuh Fene yang semampai.
"Nice to meet you," tambah Kevin.
"Nice to meet you to vin."
Fene membalas pelukan Kevin berjalan beriringan membuka pintu ruangannya,
setelah kepergian Kevin,
Fene menarik nafas panjang, kembali ke kursi kemakmurannya.
Memijit pelipis mata sedikit lelah.
"Shiiit...."
Fene bangkit mengambil handphone,
menghubungi Adrian.
Nada panggil cukup lama,
tidak ada jawaban dari Adrian,
Fene menelfon berulang kali.
"Ya..."
suara tegas Adrian terdengar indah ditelinga Fene.
"Lo dimana?"
Fene meninggalkan ruangannya menuju tempat parkir.
"Office.." telfon tertutup.
"Uuuuugh...."
kesal Fene membanting handphonenya di jok mobil saat memasuki kemudi.
Fene melajukan kecepatan,
beberapa kali menerobos lampu merah dan kemacetan kota Jakarta menuju kantor Adrian.
Sesampai dikantor Adrian,
Fene memberikan kunci kepada security agar diparkirkan di VIP.
Menekan tombol lift lantai 25,
ruangan Adrian.
Tiiiiing....
Pintu lift terbuka,
mata Fene tertuju pada secretaris Adrian, Jasmine.
"Adrian di dalam?"
Fene bertanya seraya tersenyum garing.
"Ada Mba, tapi lagi virtual," balas Jasmine.
Fene mengetuk, membuka pintu perlahan, mata mereka saling tatap.
Adrian sibuk meeting virtual dengan investor.
Fene berlalu menuju sofa ruangan Adrian, mengutak ngatik hpnya.
Mata Fene kembali menatap wajah Adrian.
Wajah pria eropa, tampan, bersih, mapan, selalu rapi.
"Nggak ada cina-cinanya,"
batin Fene menggelitik.
Adrian menutup laptopnya, beranjak mendekati Fene.
"Kevin sudah ketemu lo, Fen?"
Adrian menyuguhkan minuman kaleng yang ada dimejanya.
"Udah, ni gue lagi mikir, takut kalau otak gue terbagi sama kerjaan kita yang ada sekarang."
Fene menyandarkan tubuh langsingnya.
"Gue bantu lo kok, tenang aja."
Adrian tersenyum tangannya meremas paha Fene yang sejak tadi menjadi pusat perhatiannya.
"Realy?"
Fene menatap penuh harap.
"Of cours."
Adrian berdiri menuju meja kerjanya, menatap fhoto berbingkai silver.
Foto keluarga Adrian dan keluarga Fene saat masih di Jakarta.
Menghabiskan Tahun Baru bersama.
Adrian dan Fene sahabat dekat, memiliki bisnis keluarga bergerak dibidang garmen.
Perusahaan yang telah lama dikelolah mereka berdua.
Sejak usia 20 tahun, mereka focus meneruskan perusahaan keluarga, hingga berkembang pesat ke seluruh negara eropa.
Fene mendekati Adrian.
"Gue besok ke Shanghai," memeluk lengan Adrian.
"Ok... besok lo, gue antar kebandara,
Bram sudah mengurus semua?"
Adrian menatap, mengecup puncak kepala Fene.
"Sudah."
jawab Fene manja.
"Makan yuuk."
Fene menarik tangan Adrian keluar dari ruangannya menuju resto berada di lantai 4 gedung yang sama.
Tiiiiiing...
Pintu lift terbuka.
Mata Fene tertuju pada meja yang biasa,
telah diisi oleh karyawan Adrian.
"Kita disana aja yuuk."
mata Adrian tertuju diarah luar.
"Gue pengen ngerokok."
Adrian berjalan dingin menggandeng tangan Fene.
Seluruh karyawan Adrian beranggapan Fene adalah adik Adrian.
Secara, wajah mereka hampir mirip.
"Nanti malam lo nginap diapartemen gue yah?"
Fene tersenyum kearah Adrian berada dihadapannya.
"Iya, tapi gue ketemu Veni dulu yah."
Adrian menghebuskan asap rokok perlahan.
Fene mengangguk,
memesan makan siang mereka.
Tidak lupa expresso untuk Adrian.
Hidangan pembuka terhidang,
Fene melahap perlahan,
sesekali menyuapkan kemulut Adrian.
Adrian menggoda Fene akan statusnya.
"Kapan lo kenalin pacar lo ke gue?" senyum Adrian.
Fene tersedak.
"Uhuuuug.... eeeegh."
Fene mengambil air mineral, kemudian meminumnya,
menetralkan hatinya atas pertanyaan Adrian.
"What? pacar?"
Fene tertawa, tangan mulusnya menarik tisyu dihadapannya.
"Why?" mata Adrian menatap Fene.
"Gue malas mikirin pacar, gue nggak pernah jatuh cinta, dan gue nggak penah tau cinta itu apa, yang gue tau, lo selalu ada buat gue."
Fene melanjutkan makannya dengan santai.
"Bram..??" alis Adrian bertemu, mengkerutkan keningnya.
"Hmmm... I don't no, but..."
Fene tersenyum.
"But...???"
Adrian mengedipkan matanya.
"Gue nggak ngerti Adrian," kesal Fene terkekeh.
"Hmmm... lo cinta ama gue?"
Adrian menggoda Fene.
"Ehm, nggaklah, gue ama lo gimana yah,? gue juga nggak ngerti."
Fene menyuapkan sendokan terakhirnya.
Adrian tersenyum menatap Fene.
"Lo normalkan?"
Fene tertawa terbahak-bahak,
"Ya iyalah, cuma belum ketemu yang pas saja Tuan Adrian Moreno Lim." senyum Fene.
"Gue?"
Adrian menunjuk dirinya.
"Lo cinta ama gue?"
Fene balik bertanya menatap Adrian.
"Hmm, eeee... ya nggak lah, gue pengen tau aja, kali aja lo naksir gue."
Adrian memberikan senyuman kudanya.
"Kita itu temen, keluarga, sahabatan, saudara, secara lo tau gue anak semata wayang pewaris tahta, siapa yang nggak tertarik ama gue."
mata Fene berkedip-kedip terkekeh.
Adrian mengusap punggung tangan, menatap sahabatnya.
Suasana malam kencan Adrian...
"Setelah kamu antar aku, kamu kemana Dri?"
tanya Veni menyandarkan kepala dibahu Adrian.
"Besok Fene mau ke Shanghai, jadi aku menginap diapartementnya." jujur Adrian.
Veni menatap Adrian.
"Kok nggak nginap ama aku aja?" cemberut Veni.
"Nggak bisa, banyak hal yang harus aku bicarakan sama Fene."
Adrian masih focus pada bahu jalan dihadapannya.
"Fene itu adik mu Dri?"
pertanyaan Veni membuat Adrian sedikit bingung.
Adrian mengambil lajur kiri, memarkirkan mobilnya disebuah cafe.
"Kita ngobrol di dalam aja."
Adrian mematikan mesin mobilnya, berlalu menyambut jemari Veni memasuki cafe merangkul mesra.
Veni terdiam mengikuti arah kaki Adrian, beribu pertanyaan ada dibenak Veni tentang Fene.
Veni kekasih Adrian.
Mereka sudah sering menghabiskan waktu bersama, jujur Veni merasa cemburu akan kedekatan Adrian dan Fene,
secara KTP, Pasport mereka memiliki tahun lahir yang sama, hanya beda hari.
Kadang Adrian menghabiskan waktu bersama Fene di Apartmen, begitu pula sebaliknya.
Adrian memeluk Veni berada disampingnya.
"Kamu jeules sama Fene?"
"Nggak... cuma khawatir, selama kita pacaran,
Fene nggak pernah deket sama cowok."
jawab Veni lembut.
Adrian mengusap punggung Veni.
"Aku sama Fene itu saudara, mami aku dan papi Fene berteman sejak kecil,
hingga mereka punya bisnis bareng kayak sekarang,
mereka pindah, bangkrut, masih tetap bersama."
Adrian menghela nafas dalam.
"Awalnya, aku berfikir mereka selingkuh, ternyata aku salah, mereka bersahabat seperti aku dan Fene."
jelas Adrian.
"Jujur aku sayang sama Fene, sebatas saudara, nggak lebih, aku dan Fene selalu bersama seperti kakak adik,
Fene nggak pernah punya pacar dari dulu hingga saat ini, aku nggak tau anak itu normal apa nggak."
Adrian tersenyum membayangkan wajah lucu Fene tadi siang.
Veni terdiam mendengar penjelasan Adrian.
"Hmm, emang ada yah pertemenan seperti itu?"
tanya Veni ragu.
"Buktinya ada, orang tua kami."
Adrian merangkul tubuh Veni.
"Kalau kamu mau, kita nginap di tempat Fene?"
Adrian meyakinkan Veni.
Veni menarik tubuhnya dari pelukan Adrian,
"nggak aaagh.... kali aja ada hal penting secara rahasia."
senyum Veni.
Adrian mencium hangat puncak kepala Veni,
"thanx yah... you are a lover who really understands me."
Veny mencium pipi Adrian, menepuk dada bidang Adrian dengan lembut.
"We go home now?"
Veni melirik Adrian.
Adrian mengangguk,
mengeluarkan beberapa lembar uang merah meletakkan di meja berlalu pergi,
merangkul pinggang Veni bercengkrama hangat menuju mobil.
Adrian mencintai Veni, peduli akan perasaannya.
Tapi dia harus focus sama bisnis barunya...***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments