After lunch...
Adrian duduk bersama Fene ditaman samping halaman rumah Hanz yang sangat luas.
Terpampang jelas lapangan golf mini, kolam renang, dan ring basket sebagai hiburan Hanz menghabiskan waktu.
Rumah luas bak istana, tertata clasik modern, membuat hati terasa nyaman berada disana, dengan pemandangan luar biasa indahnya.
"What are your plans for the future Fen?" tanya Adrian, menatap jauh pemandangan dihadapannya.
"Hmmmm... i just want to spend my time here, taking care of papi and mami."
Fene tersenyum, tanpa menoleh kearah Adrian.
"Sesederhana itu kah?"
Adrian menatap wajah Fene, yang semakin cantik dimatanya.
"Aku hanya ingin membesarkan Brian, Dri." jelasnya.
"Tanpa suami?"
"Mungkin."
"Oooh..."
Adrian bersimpuh dihadapan Fene,
"menikahlah dengan ku, Fen."
PLAAAK...
Tangan Fene melayang kepipi Adrian.
"Lo kenapa? selalu merusak mood gue!"
Adrian merasakan sakit dipipinya,
'shiiit... panas banget!' batin Adrian.
"Kenapa lo nampar gue seeh?" tanya Adrian kaget.
"Biar lo sadar ama ucapan lo, lo pikir kepergian Bram, dapat menggantikan dia semudah mengganti baju!" sarkas Fene.
"Lo lihat Brian, dan bini lo Jasmine, jangan ikutin nafsu bejat lo!" tegas Fene
Fene berdiri, melangkah meninggalkan Adrian,
tapi tangan Adrian cepat menahan agar Fene tidak meninggalkannya.
"Gue serius Fen."
Tatapan Adrian membuat hati Fene melunak, ada rasa penasaran atas permintaan Adrian.
"Duduklah..." mohon Adrian sangat tenang dan dewasa.
Fene menuruti semua permintaan Adrian.
Fene kembali duduk ditempat semula.
Menghela nafas dalam, menatap marah pada Adrian.
"Bicaralah, gue akan mendengar lo." sarkas Fene.
"Fen, gue masih menyayangi lo hingga sekarang, apalagi semenjak kepergian Bram.
Gue sudah membicarakan ini pada Jasmine, Fen." tatapan Adrian memohon, tanpa ada yang dia tutupi.
"Demi Brian, demi perusahaan kita, demi semua.
Gue nggak bisa membendung lagi perasaan gue terhadap lo Fen, gue serius kali ini.
Lo masih muda, masa depan Brian masih panjang." jelas Adrian,
tapi tidak untuk Fene.
Fene menahan kemarahannya, menggeram, mengepal kedua tangannya.
'Permintaan seperti apa ini? apakah pikirannya aku akan luluh seperti dulu!!' kesal Fene.
"Bisa kita mulai semua dari awal Fen?" pertanyaan Adrian sangat aneh.
"Dri, kamu mabuk?"
Fene menatap mata Adrian.
"Aku sehat sweety, sehat wa'alfiat, menyadari setiap ucapanku, dan merasakan sakitnya tamparanmu." kekeh Adrian.
"Gue nggak bercanda, Dri!!"
"apa semurah itu lo mandang gue, sahabat lo, haaaah!!!"
Fene membuang tatapannya, ada perasaan sedih menyeruak seketika didalam dadanya.
'Gue nggak suka jika sudah berhadapan dengan Adrian seperti ini, aaaaggh God." batin Fene tertunduk membendung air matanya, yang akan meluncur deras ke wajah cantiknya.
"Lo kalau nggak suka ama gue, bilang sekarang, sebelum gue berubah pikiran." jelas Adrian sedikit kesal atas sikap Fene.
Fene makin menunduk, air mata tak terbendung, dia mencurahkan tangisannya, menutup wajahnya.
"Fen... Fen... lo nangis, maafin gue, gue nggak ada maksud buat nyakitin lo.
Gue hanya meminta, bukan memaksa.
Fikirkan demi Brian yang membutuhkan seorang ayah, tidak sedikit pun gue menghina lo.
Gue cinta sama lo Fen, dari dulu hingga sekarang.
Pahami perasaan gue Fen."
Adrian bersimpuh dihadapan Fene, berusaha membelai kepala Fene.
"Gue juga nggak bisa pungkiri Dri, tapi bagaimana dengan Jasmine.
Dia udah gue anggap seperti adik gue sendiri, sama seperti Holi, kita sudah seperti keluarga,
terlalu egois buat gue untuk merebut lo dari Jasmine, yang sudah terlalu baik sama gue.
Jasmine wanita luar biasa, dia sangat menyayangi lo." serak suara Fene terdengar ditelinga Adrian.
Berani menatap Adrian yang ada dihadapannya.
"Jujur, semua ini gue lakukan atas permintaan Jasmine, Fen."
Adrian menggenggam kedua tangan Fene.
"Gue nggak bisa jawab Dri, butuh waktu untuk gue berfikir." ucap Fene melepas genggaman Adrian, menyeka wajahnya dari air mata.
Adrian hanya menatap dalam wajah Fene, tidak bisa menyangkal, jika perasaan dulu masih ada.
"Gue akan menunggu, setidaknya gue sudah mengungkapkan isi hati gue sama lo."
Adrian berdiri membalikkan tubuhnya,
"kenapa mesti gue, Dri? kenapa tidak wanita yang seiman dengan lo, atau wanita lebih baik dari gue." jelas Fene mengelak secara halus.
"Hmmmm..."
Adrian terdiam, menghela nafas dalam, kembali menatap Fene yang masih duduk.
"Jasmine tidak akan pernah mengizinkan gue sama wanita lain." jawab Adrian tenang menatap kedua mata Fene yang terlihat sembab.
"Ck... jangan natap gue kayak gitu, kesal gue." ejek Fene sembari tersenyum.
Ada perasaan harap,
'tapi apa aku sanggup berbagi, dan apa tanggapan keluarga ku?" batin Fene kesal.
"Gue baru pulang Umroh." jelas Adrian.
"Oooogh, kapan? pantes lo lebih tenang saat ini."
Fene terkagum pada perubahan Adrian, sedikit Religius, tidak mengurangi ketampanannya.
"4 bulan lalu." jawab Adrian.
"Bareng Jasmine?"
"Ya, kami berdua."
Fene tersenyum, seketika rasa kesal yang ada didalam hatinya hilang.
Setidaknya Adrian meminta Fene untuk menjadi istri, bukan menjadi selingkuhan.
"Apa lo siap?"
Fene bertanya, sekaligus menguji Adrian.
"Siap kemana?" tanya Adrian sedikit bingung.
"Siap menghadapi papi dan daddy!!" jawab Fene enteng.
"Gue siap berhadapan pada siapapun, demi lo." tegas Adrian,
"setidaknya, gue meminta pada lo dan keluarga lo.
Gue akan bicara pada papi.
Yaaaah... mungkin setelah Natal." senyum Adrian menatap Fene.
"Jujur, gue belum siap Dri, terlalu banyak kenangan gue sama Bram." tangis Fene terdengar lagi di telinga Adrian.
"Bram sudah tenang Fen, dan tidak akan pernah kembali."
Mata Adrian memerah, menahan air mata jika mengenang abang tiri yang mengorbankan hidupnya demi Adrian.
"Masih terbayang dimata gue, dia pergi menitipkan lo dan Brian sama gue, Fen."
Adrian menangis.
Fene termenung, mengeja ucapan Adrian.
"Menitipkan!!"
Adrian menangis kesal, mendongakkan kepala ke langit, mencoba menahan emosinya.
"Gue akan bicara pada Jasmine, secepatnya."
Fene lebih memilih meninggalkan Adrian.
'Sejujurnya aku belum sanggup, menerima takdirku seperti ini Dri.'
Fene mengusap pelan wajahnya, sepanjang langkahnya menuju kamar.
"Sweety... you oke?" tanya Irene saat berpapasan dengan Fene.
"I'm oke mam, i want to be alone mom, don't bother me first." pinta Fene kemudian berlalu menapaki anak tangga.
"Ok, if you calm down you can talk to me dear."
Irene sempat mengusap lembut punggung putrinya, sebelum Fene berlalu.***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments