17. Darinya Aku Menemukan Kebahagiaan

"Bos Revan, selamat menempuh hidup baru, ya," ucap Hardian—karyawan terbaikku di perusahaan, ia adalah bendahara paling cerdik di antara yang lainnya.

Menyentuh tangannya seraya memandang greget, aku membalas ucapan itu. "Terima kasih, Dian ...."

"Besok masuk kerja, 'kan, Bos. Jangan terlalu ngegas entar malam, kasihan masih buka dasar," lanjutnya dengan wajah penuh kemenangan.

"Ha ha ha ... resek lu, Dian. Lu yang buruan, nunggu apa lagi?" ledekku seraya mengedarkan tawa kecil.

Satu persatu para tamu undangan beranjak pergi meninggalkan lokasi pesta. Sementara di samping kanan, masih ada sang istri yang setia menemani hingga jalannya acara tuntas tengah malam. Arloji menunjuk, 'kan pukul 24:00 malam. Karena satu orang pun tak ada lagi di lokasi, akhirnya kami berdua turun dari pelaminan dan bergegas menuju rumah.

Rasa kantuk juga menyergap, embusan angin malam membuat aku kehilangan fokus menyetir mobil. Masih mengenakan pakaian pengantin, kami berdua tak henti-hentinya bercengkerama seraya membuang rasa kantuk yang tak kunjung mau pergi.

Kini, aku telah memiliki Siska seutuhnya. Dan janin yang ia kandung telah hampir berusia dua minggu. Seketika membuat jiwa seorang ayah dalam diri ini bangkit, aku seakan merasa menjadi lelaki sempurna karena telah memiliki seorang belahan jiwa.

Beberapa menit di perjalanan, akhirnya kami sampai rumah. Memakan waktu sekitar dua puluh lima menit lebih kurang, kami memasuki gerbang yang telah terbuka lebar. Rupanya—Diman—penjaga pos keamanan di rumahku masih stay dan tidak tertidur lebih awal, ia malah memainkan ponsel-nya seraya mendengarkan lagu-lagu.

Memasuki pintu dengan langkah lebar, aku bersama istri baru dengan bergandengan tangan. Seketika kami memasuki ruang kamar di lantai dua. Tempat tidur bekas aku dan Marrisa ketika masih bersama dulu. Fasilitas di dalam ruangan tersebut sangatlah lengkap.

Aku menggendong tubuh mungil Siska dan meletakkannya di atas ranjang bernuansa serba putih, untuk malam ini aku sengaja mengajak istri untuk melakukan malam pertama.

Kami menikmati suasana malam hari dengan penuh cinta, berkeringat bersama hingga tercipta benih cinta yang nantinya dapat membuat indah kehidupan sebagai orang tua.

Mendengar ******* sang istri, membuat adrenaline-ku memuncak dan *******. Kami mengunci pintu seraya memadu kasih hingga esok hari. Sebelum melakukan hubungan ranjang, aku membaca sebuah surah agar benih cinta nantinya menjadi anak yang dapat membanggakan orang tua, agama, nusa dan bangsa.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

بِسْمِ اللهِ اَللّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا

Tulisan latin:

"Bismillah, Allahumma jannibnaassyyaithaana wa jannibi syaithoona maarazaqtanaa".

Artinya:

"Dengan menyebut nama Allah. Ya, Allah jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari anak yang hendak Engkau berikan sebagai rezeki bagi kami."

Sungguh jika Allah menakdirkan mereka dikaruniai putra dari hubungan tersebut, selamanya setan tidak bisa mencelakainya.

(HR Bukhari dan Muslim).

***

Pagi telah tiba. Dalam samar, aku mencoba untuk membuka kedua bola mata secara perlahan. Posisi—Siska—istriku tidur dalam dekapan pelukan, ia betah berada di atas tubuh ini. Arloji menunjukkan pukul 07.00 pagi. Dari arah luar balkon, terik matahari bersinar membawa—cahaya terang masuk melalui horden.

Mengubah posisi tidur sang istri, aku menggesernya dan beranjak meninggalkan ranjang. Langkah kaki membawaku untuk berjalan menuju balkon lantai dua, pandangan menatap mantap sebuah taman yang dipenuhi dengan bunga yang bermekaran.

Kupu-kupu dan kicauan burung seakan menemani jiwa ini untuk betah dia atas balkon. Tak lama setelahnya, pelukan mesrah dan hangat datang dari belakang tubuh. Aku tak mau menoleh siapa gerangan. Bisa pastikan ia adalah sang istri yang dengan tenang mampu masuk ke dalam jiwa kegelisahan beberapa bulan belakangan ini.

Tak sia-sia menikahi wanita sepertinya, selain lembut dalam bersikap, ia juga sangat lihai ketika beraksi di atas ranjang.

"Sayang ...," panggilnya dari belakang, bernada sedikit mengayun dan sangat mesrah.

Kutoleh sedikit ke belakang, seraya memutar badan. "Udah bangun, Sayang ...?" responsku, dengan tangan kanan aku mengelus rambutnya yang masih acak-acakan.

"Mas, kita mandi berdua, yuk," ajaknya, kemudian ia kembali memeluk erat tubuhku.

Dari hadapannya, aku mengernyikan kedua alis. Kemudian mencium rambutnya, dan sedikit geli akan sikap anehnya pagi ini.

"Katanya mau mandi, kok, malah memeluk erat gini?"

"Masih ingin memeluk, soalnya saya sangat mencintai Mas CEO," ledeknya seraya meringis geli.

"Mulai ngejek sepertinya. Kalau ini, sih, terjadi nyata pada kita. Enggak cuma cerita novel aja yang banyak tentang bawahan menikahi CEO. Sekarang nyata terjadi," lanjutku dengan wajah penuh kemenangan.

Siska pun menarik tangan kananku sangat erat, dengan mengikutinya dari belakang, aku menaikkan kedua pundak dan berjalan santai. Masuk ke dalam kamar mandi bersama-sama, kami pun membersihakan badan seraya membaca niat mandi wajib.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ اْلاَكْبَرِ فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى

"Nawaitul Ghusla Lifrafil Hadatsil Akbari Fardhan Lillahi Ta'aala."

Artinya :

"Aku berniat mandi besar untuk menghilangkan hadast besar fardhu karena Allah ta'aala."

Selesai membaca niat mandi wajib, kami sama-sama membasuh tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki hingga bersih. Ketika di dalam kamar mandi, kami juga tidak pernah mengeluarkan sepatah kata pun, karena tata krama dan etika itu penting unruk umat beragama.

Beberapa menit membersihkan tubuh, aku menggendong sang istri untuk kembali menuju ranjang. Membuka lemari pakaian dengan tangan kanan, dan mengambil pakaian sepasang yang telah tersedia.

"Nih, Sayang pakai baju ini aja," sodorku pada sang istri yang masih mengeringkan rambut.

Ia pun meraih sodoran itu dan meletakkan di samping badannya, kemudian ia membalas. "Terima kasih, Mas."

Semua telah beres, kami bersama-sama keluar dari kamar dan ingin mencari makanan di dapur. Kala itu, Bi Ira masih memasak menu untuk hari ini. Dari kejauhan, aromanya sangat mengundang. Turun melalui anak tangga, kami pun sampai di sebuah ruang dapur.

Siska sudah duduk lebih dulu, kemudian wanita paruh baya yang bekerja ssbagai asisten rumah tangga datang membawa piring dan beberapa menu. Ia menyodorkan pada kami seraya memasang wajah sangat sinis, entah apa gerangan ia melakukan itu. Yang pasti, aku mencoba untuk biasa saja dan tetap stay cool.

Makan berdua sebagai suami dan istri di hari pertama, kami mendapat respons kurang enak dari Bi Ira. Ia seperti tampak tidak ikhlas dalam melayani Siska di rumah ini, mungkin ia belum mengenal siapa istriku sekarang. Jadi, Bi Ira masih beranggapan kalau Siska hanya ingin menguasai harta milik—Marissa—istri sah pertamaku.

Selesai makan, kami bergegas menuju kamar tidur. Siska yang sedari tadi memainkan ponselnya, masuk lebih dulu. Sementara aku menatap gelagat aneh Bi Ira yang memasuki lorong ruang bawah tanah dengan tergesa-gesa. Ia pun membawa makanan di tangan kanan dan kirinya.

Seketika aku turun menuju lantai satu, berjalan mengikuti wanita paruh baya itu dan memandang dari jarak sedikit jauh. Langkah pun berhenti di tengah anak tangga, suara tangisan histeris terdengar sangat keras dari kamar tempat Marissa sedang dipasung.

"Nyonya ... makan dulu, yuk."

"Enggak mau makan ...."

"Nyonya, kalau enggak makan nanti bisa sakit."

"Biarin saja saya sakit dan mati, buat apa hidup kalau hanya untuk dihancurkan."

"Astaghfirullah ... Nyonya, Allah itu enggak tidur. Suatu saat pasti akan ada pembalasan dari apa yang Nyonya rasakan saat ini, sabar dan kita tunggu tanggal mainnya."

Mendengar kedua wanita itu di ruang bawah tanah, aku kembali merasakan kesedihan. Apalagi rumah, perusahaan dan segala fasilitas yang aku pakai saat ini adalah milik—Marissa—istri pertamaku.

Mengembuskan napas panjang dan membuang dari mulut, tiba-tiba teriakan datang dari arah yang berbeda.

"Mas ...."

"Mas ...."

'Itu suara Siska, aku harus pergi dari sini. Kalau ia tahu aku menemui Marissa, bisa-bisa ia marah lagi,' batin berkata.

"Iya ...," teriakku di sepanjang jalan menuju kamar lantai dua.

Sesampainya di depan pintu, sang istri telah bersiap dengan memakai busana serba merah. Baru saja ditinggal beberapa menit, ia telah bergegas untuk kami pergi ke rumah sakit.

Rasa penasaran terus menghujani jiwa ini, apalagi kalau bukan untuk memeriksa anak yang menjadi belahan hati dikandungan Siska.

Berjalan santai dan duduk di samping sang istri, ia pun menggeser sedikit. "Cantik benar istri—Revan." Kucium wanita berparas cantik itu di samping kiri.

"Mas. Ayo, dong, buruan. Entar macet di jalan," paparnya seraya menyisir rambut tanpa henti.

"Iya-iya," responsku singkat.

Sembari memilih pakaian, aku pun mengenakan kacamata hitam untuk menambah pesona di wajah ini. Menyisir rambut dengan memberikan sedikit minyak agar terlihat lebih elegan. Akan tetapi, sang istri hanya menatap dari posisinya semula. Ia seperti heran dengan gelagat anehku yang mondar-mandir dari tadi.

"Mas, jangan ganteng-ganteng banget, dong, entar dilirik perempuan lain di luar sana," celetuknya secara tiba-tiba, ia pun berdiri dan mengambil kacamata yang aku pakai.

"Loh, kok, diambil. Entar, kalau saya jelek kamu malu jika bertemu teman-teman."

"Alasan aja, saya enggak mau kalau Mas jadi pusat perhatian perempuan lain. Karena Mas cuma punya saya," gerutunya bertubi-tubi.

Dari samping kiri, sang istri hanya melipat kedua tangannya dan memasang wajah kesal.

"Sayang ... saya itu cuma punya kamu, enggak ada yang lain di hati saya."

"Janji, ya."

Aku mengangguk dua kali. Sepertinya Siska mengiyakan anggukanku kali ini. Beberapa menit berbincang, akhirnya kami memutuskan untuk segera pergi dari kamar. Berjalan dan keluar rumah dengan langkah cepat, kami mengedarai mobil untuk segera sampai di rumah sakit H. Anwar Mangunkusumo.

Sesampainya di rumah sakit, kami segera memasuki ruang praktik bidan untuk konsultasi dan mengetahui jenis kelamin anak yang ada di kandungan sang istri. Beberapa menit berbincang, Siska pun memasuki ruang pemeriksaan dan mengikuti ajakan bidan itu.

Dari kursi tunggu, aku selalu memasang wajah semringah. Menanti saatnya tiba untuk memiliki buah hati sebagai idaman. Dengan demikian, sempurnalah hidupku untuk menyandang menjadi seorang ayah.

Bersambung ...

Episodes
1 PROLOG
2 1. Insiden
3 2. Apakah Tuhan Itu Ada?
4 3. Dia Hadir Walau Hanya Dalam Mimpi
5 4. Lafal Doa Selamat Dunia Dan Akhirat
6 5. Sebuah Rencana Tuhan
7 6. Peristiwa Paling Memalukan
8 7. Perselingkuhan Awal Kehancuran
9 8. Cinta Yang Mulai Terbagi
10 9. Awal Dari Segalanya
11 10. Dari Ranjang Satu Malam
12 11. Tidak Dapat Diganggu Gugat
13 12. Pasung Suami Kejam
14 13. Semesta Pun Ikut Bicara
15 14. Apakah Aku Seorang Pelakor
16 15. Jalan Kebenaran Yang Ternodai
17 16. Ijab Kabul
18 17. Darinya Aku Menemukan Kebahagiaan
19 18. Istri Kedua Suamiku
20 19. Sepuluh Tahun Kemudian
21 20. Tujuh Belas Tahun
22 21. Wajah Di Balik Hijab Putih
23 22. Wanita Pengkhianat
24 23. Awal Permainan Yang Sesungguhnya
25 24. Cinta Saudara Berawal Dari Sandiwara
26 25. Jangan Menilai Orang Dari Penampilan
27 26. Kucintai Bukan Karena Harta Dan Takhtamu
28 27. Rencana Yang Gagal Total
29 28. Kerugian Bagi Umat Yang Me-Nuhankan Uang
30 29. Dan Demi Waktu
31 30. Wafatkan Aku Secara Islam
32 31. Tepat di RS. H. Anwar Mangunkusumo
33 32. Napas di Ujung Hela
34 33. Hamba Allah Pendonor Ginjal
35 34. Pria Misterius Itu Datang
36 35. Dua Malaikat di Kedua Bola Mata
37 36. Sengsara Selama-Lamanya
38 37. Siapa Om Revan Sebenarnya
39 38. Dia Bukan Ayah Kandungku
40 39. Anakku Amnesia
41 40. Anakku Sangat Membenciku
42 41. Wanita Penghancur Kehidupan
43 42. Gosip Yang Mampu Membuka Mata Hatiku
44 43. Hati Yang Mendadak Iba
45 44. Lelaki Yang Membuat Hidupku Hancur
46 45. Lelaki Misterius
47 46. Teman Yang Paling Mengerti Aku
48 47. Cobaan Yang Datang Silih Berganti
49 48. Terjebak Di Situasi Genting
50 49. Siapa Lelaki Itu
51 50. Tidak Ingin Menjadi Seorang Pelakor
52 51. Titik Hancur Dari Seorang Suami
53 52. ATM Yang Mendadak Aneh
54 53. Kenikmatan Dunia
55 54. SMA Tunas Bangsa
56 55. Guru Tampan Di Sekolah Baru
57 56. Dicampakkan Oleh Suami Sendiri
58 57. Keistimewaan Janda Beranak Satu
59 58. Sekadar Ingin Membalas Dendam
60 59. Sandiwara Di Atas Sandiwara
61 60. Halusinasi Dari Sebotol Minuman Keras
62 61. Minuman Yang Memabukkan
63 62. Lompat Pagar Sekolah
64 63. Orang Baik Akan Selalu Bertemu Dengan Orang Baik
65 64. Pesona Lelaki Berkumis Tipis
66 65. Sahabat Baru Di SMA Tunas Bangsa
67 66. Dipasung Tujuh Belas Tahun
68 67. Lelaki Yang paling Setia Adalah Pahlawan Keluarga
69 68. Sahabat Yang Tepat
70 69. Petunjuk Dari Buku Diary
71 70. Lelaki Bijaksana Dan Berwibawa
72 71. Berbagi Masalah Dengan Sang Putri
73 72. Tidak Ada Kata Maaf Untuk Seorang Pelakor
74 73. Tidak Dapat Dijelaskan
75 74. Reinkarnasi Kehidupan Manusia
76 75. Semoga Masalah Itu Larut Dalam Desir Ombak
77 76. Berada Di Fase Ingin Sendiri
78 77. Anak Baru
79 78. Komedi Bu Intan Dan Pak Reza
80 79. Ujian Pelajaran Fisika
81 80. Apa Kabar Mantan Istriku
82 81. Duda Punya Selera
83 82. Duda Berhati Baja
84 83. Duda Berhati Baja part 2
85 84. Salah Dalam Milih Pasangan
86 85. Aku Tak Malu Berstatus Janda
87 86. Aku Tidak Malu Berstatus Janda Part II
88 87. Hilangnya Kenangan Sang Duda
89 88. Anak Dari Sang Duda
90 89. Akibat Tidak Mau Mengalah
91 90. The Most Wanted
92 91. Pelacur Teriak Pelacur
Episodes

Updated 92 Episodes

1
PROLOG
2
1. Insiden
3
2. Apakah Tuhan Itu Ada?
4
3. Dia Hadir Walau Hanya Dalam Mimpi
5
4. Lafal Doa Selamat Dunia Dan Akhirat
6
5. Sebuah Rencana Tuhan
7
6. Peristiwa Paling Memalukan
8
7. Perselingkuhan Awal Kehancuran
9
8. Cinta Yang Mulai Terbagi
10
9. Awal Dari Segalanya
11
10. Dari Ranjang Satu Malam
12
11. Tidak Dapat Diganggu Gugat
13
12. Pasung Suami Kejam
14
13. Semesta Pun Ikut Bicara
15
14. Apakah Aku Seorang Pelakor
16
15. Jalan Kebenaran Yang Ternodai
17
16. Ijab Kabul
18
17. Darinya Aku Menemukan Kebahagiaan
19
18. Istri Kedua Suamiku
20
19. Sepuluh Tahun Kemudian
21
20. Tujuh Belas Tahun
22
21. Wajah Di Balik Hijab Putih
23
22. Wanita Pengkhianat
24
23. Awal Permainan Yang Sesungguhnya
25
24. Cinta Saudara Berawal Dari Sandiwara
26
25. Jangan Menilai Orang Dari Penampilan
27
26. Kucintai Bukan Karena Harta Dan Takhtamu
28
27. Rencana Yang Gagal Total
29
28. Kerugian Bagi Umat Yang Me-Nuhankan Uang
30
29. Dan Demi Waktu
31
30. Wafatkan Aku Secara Islam
32
31. Tepat di RS. H. Anwar Mangunkusumo
33
32. Napas di Ujung Hela
34
33. Hamba Allah Pendonor Ginjal
35
34. Pria Misterius Itu Datang
36
35. Dua Malaikat di Kedua Bola Mata
37
36. Sengsara Selama-Lamanya
38
37. Siapa Om Revan Sebenarnya
39
38. Dia Bukan Ayah Kandungku
40
39. Anakku Amnesia
41
40. Anakku Sangat Membenciku
42
41. Wanita Penghancur Kehidupan
43
42. Gosip Yang Mampu Membuka Mata Hatiku
44
43. Hati Yang Mendadak Iba
45
44. Lelaki Yang Membuat Hidupku Hancur
46
45. Lelaki Misterius
47
46. Teman Yang Paling Mengerti Aku
48
47. Cobaan Yang Datang Silih Berganti
49
48. Terjebak Di Situasi Genting
50
49. Siapa Lelaki Itu
51
50. Tidak Ingin Menjadi Seorang Pelakor
52
51. Titik Hancur Dari Seorang Suami
53
52. ATM Yang Mendadak Aneh
54
53. Kenikmatan Dunia
55
54. SMA Tunas Bangsa
56
55. Guru Tampan Di Sekolah Baru
57
56. Dicampakkan Oleh Suami Sendiri
58
57. Keistimewaan Janda Beranak Satu
59
58. Sekadar Ingin Membalas Dendam
60
59. Sandiwara Di Atas Sandiwara
61
60. Halusinasi Dari Sebotol Minuman Keras
62
61. Minuman Yang Memabukkan
63
62. Lompat Pagar Sekolah
64
63. Orang Baik Akan Selalu Bertemu Dengan Orang Baik
65
64. Pesona Lelaki Berkumis Tipis
66
65. Sahabat Baru Di SMA Tunas Bangsa
67
66. Dipasung Tujuh Belas Tahun
68
67. Lelaki Yang paling Setia Adalah Pahlawan Keluarga
69
68. Sahabat Yang Tepat
70
69. Petunjuk Dari Buku Diary
71
70. Lelaki Bijaksana Dan Berwibawa
72
71. Berbagi Masalah Dengan Sang Putri
73
72. Tidak Ada Kata Maaf Untuk Seorang Pelakor
74
73. Tidak Dapat Dijelaskan
75
74. Reinkarnasi Kehidupan Manusia
76
75. Semoga Masalah Itu Larut Dalam Desir Ombak
77
76. Berada Di Fase Ingin Sendiri
78
77. Anak Baru
79
78. Komedi Bu Intan Dan Pak Reza
80
79. Ujian Pelajaran Fisika
81
80. Apa Kabar Mantan Istriku
82
81. Duda Punya Selera
83
82. Duda Berhati Baja
84
83. Duda Berhati Baja part 2
85
84. Salah Dalam Milih Pasangan
86
85. Aku Tak Malu Berstatus Janda
87
86. Aku Tidak Malu Berstatus Janda Part II
88
87. Hilangnya Kenangan Sang Duda
89
88. Anak Dari Sang Duda
90
89. Akibat Tidak Mau Mengalah
91
90. The Most Wanted
92
91. Pelacur Teriak Pelacur

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!