3. Dia Hadir Walau Hanya Dalam Mimpi

Rumah sakit yang penuh dengan berjuta pertanyaan. Ya, di portal bertuliskan ruang Gawat Darurat. Aku berjalan seraya membawa pakaian bayi laki-laki lengkap dengan sebuah tas berwarna biru muda, tepat di kursi yang berderet rapi langkah kaki berhenti.

Kedua bola mata mendelik karena melihat Bi Ira masih setia menemani istri yang sedang menjalani masa kritisnya. Tepat di tengah malam, kulangkahkan kaki seraya duduk di sebelah wanita paruh baya itu.

Bi Ira menggeser tempat duduknya sedikit. "Eh, Tuan. Udah datang rupanya," ucap wanita yang selalu mengikat rambutnya dengan tali rafia.

Kutatap mantap menuju arloji di tangan kiri. "Bi, ini udah larut malam. Sebaiknya, Bibi pulang aja ke rumah. Biar saya pesankan taksi," jawabku lirih seraya menatap kecil ke samping kiri.

"Enggak, Tuan. Bibi akan tetap di sini untuk menemani Nyonya menghadapi masa kritisnya. Apalagi, kejadian ini adalah salah saya juga."

"Bukan, Bi. Ini bukan salah Bibi. Tetapi salah saya yang kurang memberikan perhatian dan sibuk bekerja."

Suasana menjadi hening tanpa kata. Baju bayi untuk anak laki-laki sengaja kuletakkan di samping kanan, kemudian dengan tangan kiri, aku meraih dan membolak-balikkan tas berwarna biru muda itu. Air mata mengalir lagi dari kedua bola mata melalui kekuk pipi.

Tak habis isi kepala ini tuk menafsirkan berjuta masalah datang dan tengah mengepungku dengan badai cobaan. Mencoba tegar, akan tetapi aku tak mampu. Sebagai seorang pria, naif memang bila kehilangan calon bayinya sebanyak tiga kali tanpa jeda lalu bisa melupakan begitu saja.

Dari samping badan, Bi Ira bertanya. "Tuan ... itu apa? Kok, seperti pakaian anak bayi?"

Kutoleh ia dengan menghapus air mata menggunakan tangan kanan. "Ah, enggak. Ini tadi kebetulan singgah di toko perlengkapan bayi. Niat saya adalah, ingin memberikan perlengkapan pakaian ini pada anak yang baru lahir di rumah sakit. Mungkin esok."

"Astaghfirullah ...," setelah ber' istighfar, Bi Ira memeluk kepalaku dengan penuh kasih sayang.

Tangisan ini pecah di pundaknya, tak mampu mengatakan sepatah kata pun, yang ada hanyalah sebuah halusinasi seputar kebahagiaan semu tuk menjadi seorang ayah yang sempurna.

***

Malam ini, kuhabiskan waktu untuk tidur di dalam ruang musala. Suasana dingin, membuatku terlelap lebih cepat. Memeluk pakaian bayi dengan kedua tangan, aku memasuki sebuah ruangan dengan sebuah pintu yang teramat banyak.

Dari ambang penglihatan, batin berkata. Ini ruangan apa, ya? Kok, sangat asing gitu. Kalaupun aku sudah mati, enggak mungkin kedua kaki menapak di lantai dengan karpet berwarna merah.

Mengikuti kata hati, aku pun sampai di depan sebuah pintu berwarna cokelat. Perkiraan awal bahwa pintu itu berjumlah sepuluh. Namun, setelah sampai di pusat tatapan. Akses menuju sebuah lokasi hanyalah satu, berarti aku salah dalam menafsirkan penglihatan.

Melangkah memasuki ruangan dengan lantai yang terbuat dari kaca, sontak kedua telinga menangkap bunyi seseorang sedang berkumandang azan. Begitu merdu dan nyaring, enak untuk di dengarkan.

Lalu, aku menarik kaki sebelah kanan untuk keluar pintu. Suara kumandang azan tak lagi terdengar. Seketika aku kembali membatin, loh, kok, suara azannya hilang. Bukankah, tadi ada yang sedang berkumandang.

Penasaran terus menyergap. Akhirnya tanpa berpikir panjang, aku melangkah memasuki ruangan yang sangat luas itu bersama tabir hijau di sekitar tembok. Dua langkah pertama, telinga mendengar merdu lantunan bait-bait asma Allah itu.

Setelah langkah kesepuluh, aku berhenti. Kedua bola mata mendapati sebuah penglihatan siluet anak bertubuh kecil tengah berkumandang azan. Menggunakan kopiah putih yang dibalut serban merah. Lalu, ia pun berhenti karena memang azan telah selesai.

Senyum semringah ia lempar kepadaku saat ini. Anak yang kira-kira berusia enam tahun itu tampak bercahaya di wajahnya. Kemudian, ia berlari menemuiku.

"Ayah ...," katanya sambil memeluk tubuhku yang sudah merubah posisi jongkok.

Aku pun mengernyitkan kedua alis, seraya menatap anak laki-laki berserban merah yang memanggilku dengan sebutan 'Ayah'. Lalu, ia menarik tangan kananku. Sepertinya ia tengah ingin mengajak diri ini untuk ke suatu tempat.

Tanpa berpikir panjang, akhirnya aku mengikuti langkahnya. Sampailah di sebuah ruangan yang sangat tidak asing lagi. Ya, seperti sebuah tempat ketika istriku sedang mengalami keadaan kritis di ruang UGD.

"Ayah, lihat itu." Anak laki-laki itu pun menunjuk ke arah depan.

"Iya, apa itu?" kutanya seraya menatap penuh menuju lokasi yang ia tunjuk.

"Di sana ada Mama yang sedang sakit, aku adalah anak yang selama ini Ayah rindukan. Akan tetapi maaf, Yah. Takdir berkata lain, semoga kelak kita bertemu di surga," lanjutnya dengan wajah penuh kemenangan.

Setelah mendengar ucapan itu, degup jantung berdetak sangat kencang. Kutoleh anak laki-laki yang tadi sedang berkata padaku. Akan tetapi dalam hitungan detik, ia menghilang secepat kilat.

Dari posisi berdiri, aku pun jongkok. Lalu, duduk bersila dan menatap sebuah lokasi yang tadinya ditunjuk oleh bocah itu. 'Apakah ia adalah anakku yang telah gugur? Ya, Allah ... terima kasih banyak. Karena engkau telah mempertemukan hamba padanya, meski dalam waktu sesingkat itu,' batinku.

Dengan spontan, kubuka kedua bola mata. Suara azan terdengar sangat keras masuk dari telinga kiri dan kanan.

"Astaga! Ternyata aku cuma mimpi. Oh, sekarang sudah masuk waktu salat subuh," ucapku sendiri di sebuah ruang musala.

Langkah kaki membawa diri ini untuk menuju kamar mandi. Seraya mengambil wudu, aku membasuh wajah dan kepala agar terasa lebih segar. Setelah selesai, langkah kaki kembali menuju musala.

***

Pagi telah tiba, aku yang sejak salat subuh tak bisa memejamkan kedua bola mata, akhirnya kembali melangkah untuk menuju ruang UGD. Di atas kursi masih ada Bi Ira yang sedang tertidur pulas hingga arloji menunjukkan pukul 07:00 pagi.

Kusentuh tangannya perlahan. "Bi ... bangun, Bi. Sudah pagi."

Lawan bicara sedikit menggumam. "Eh, Tuan. Sudah pagi, ya?" tanyanya seraya menghapus kedua bola mata.

"Iya, Bi," timpalku singkat.

Tiba-tiba, suara ponsel berdering sangat keras. Duduk di samping Bi Ira, aku merogoh ponsel di dalam kantong celana sebelah kanan. Sebuah panggilan datang dari sekretaris pribadi di perusahaan.

[Hallo ....]

[Hallo, Bos. Kok, udah jam segini enggak datang? Bukankah ... kita akan melakukan meeting seputar projek hari ini?] tanya Siska serius.

[Maaf, Sis. Untuk meeting kali ini, kamu saja yang tangani. Soalnya, saya lagi enggak bisa masuk kantor. Istri saya sedang koma di rumah sakit.]

[Astaga! Pak. Rumah sakit mana, ya?] tanyanya lagi.

Karena aku tak mau berbicang lebih banyak, akhirnya kututup ponsel dan memasukkan kembali di kantong sebelah kanan.

Dari samping Bi Ira bertanya. "Tuan, mau makan apa pagi ini? Biar bibi beli makanan."

"Apa aja, Bi." Kusodorkan uang kertas padanya.

Kemudian, wanita paruh baya itu pergi meninggalkanku sendiri di bangku tunggu tepat di depan ruang UGD yang merawat istri. Tubuh yang sangat lelah, membuat diri beranjak meninggalkan kursi dan berjalan mondar-mandir di sekitar depan pintu.

Sesekali lirikan menatap sebuah kaca yang tembus pandang menuju ruangan jika dilihat dari dekat. Tampak jelas di kedua bola mata, bahwa Marissa masih terbujur lemah dengan sebuah keadaan yang semakin hari semakin kritis.

Bersambung ...

Terpopuler

Comments

Tatik Nurulhabibah

Tatik Nurulhabibah

bagus ceritanya....
semangat berkarya Thor👍👍👍👍

2022-03-04

1

Rikas Maulana

Rikas Maulana

Bagus ceritanya, aku suka juga

2021-12-30

0

Rika Pidiyanti

Rika Pidiyanti

Nexttttttttt

2021-12-30

0

lihat semua
Episodes
1 PROLOG
2 1. Insiden
3 2. Apakah Tuhan Itu Ada?
4 3. Dia Hadir Walau Hanya Dalam Mimpi
5 4. Lafal Doa Selamat Dunia Dan Akhirat
6 5. Sebuah Rencana Tuhan
7 6. Peristiwa Paling Memalukan
8 7. Perselingkuhan Awal Kehancuran
9 8. Cinta Yang Mulai Terbagi
10 9. Awal Dari Segalanya
11 10. Dari Ranjang Satu Malam
12 11. Tidak Dapat Diganggu Gugat
13 12. Pasung Suami Kejam
14 13. Semesta Pun Ikut Bicara
15 14. Apakah Aku Seorang Pelakor
16 15. Jalan Kebenaran Yang Ternodai
17 16. Ijab Kabul
18 17. Darinya Aku Menemukan Kebahagiaan
19 18. Istri Kedua Suamiku
20 19. Sepuluh Tahun Kemudian
21 20. Tujuh Belas Tahun
22 21. Wajah Di Balik Hijab Putih
23 22. Wanita Pengkhianat
24 23. Awal Permainan Yang Sesungguhnya
25 24. Cinta Saudara Berawal Dari Sandiwara
26 25. Jangan Menilai Orang Dari Penampilan
27 26. Kucintai Bukan Karena Harta Dan Takhtamu
28 27. Rencana Yang Gagal Total
29 28. Kerugian Bagi Umat Yang Me-Nuhankan Uang
30 29. Dan Demi Waktu
31 30. Wafatkan Aku Secara Islam
32 31. Tepat di RS. H. Anwar Mangunkusumo
33 32. Napas di Ujung Hela
34 33. Hamba Allah Pendonor Ginjal
35 34. Pria Misterius Itu Datang
36 35. Dua Malaikat di Kedua Bola Mata
37 36. Sengsara Selama-Lamanya
38 37. Siapa Om Revan Sebenarnya
39 38. Dia Bukan Ayah Kandungku
40 39. Anakku Amnesia
41 40. Anakku Sangat Membenciku
42 41. Wanita Penghancur Kehidupan
43 42. Gosip Yang Mampu Membuka Mata Hatiku
44 43. Hati Yang Mendadak Iba
45 44. Lelaki Yang Membuat Hidupku Hancur
46 45. Lelaki Misterius
47 46. Teman Yang Paling Mengerti Aku
48 47. Cobaan Yang Datang Silih Berganti
49 48. Terjebak Di Situasi Genting
50 49. Siapa Lelaki Itu
51 50. Tidak Ingin Menjadi Seorang Pelakor
52 51. Titik Hancur Dari Seorang Suami
53 52. ATM Yang Mendadak Aneh
54 53. Kenikmatan Dunia
55 54. SMA Tunas Bangsa
56 55. Guru Tampan Di Sekolah Baru
57 56. Dicampakkan Oleh Suami Sendiri
58 57. Keistimewaan Janda Beranak Satu
59 58. Sekadar Ingin Membalas Dendam
60 59. Sandiwara Di Atas Sandiwara
61 60. Halusinasi Dari Sebotol Minuman Keras
62 61. Minuman Yang Memabukkan
63 62. Lompat Pagar Sekolah
64 63. Orang Baik Akan Selalu Bertemu Dengan Orang Baik
65 64. Pesona Lelaki Berkumis Tipis
66 65. Sahabat Baru Di SMA Tunas Bangsa
67 66. Dipasung Tujuh Belas Tahun
68 67. Lelaki Yang paling Setia Adalah Pahlawan Keluarga
69 68. Sahabat Yang Tepat
70 69. Petunjuk Dari Buku Diary
71 70. Lelaki Bijaksana Dan Berwibawa
72 71. Berbagi Masalah Dengan Sang Putri
73 72. Tidak Ada Kata Maaf Untuk Seorang Pelakor
74 73. Tidak Dapat Dijelaskan
75 74. Reinkarnasi Kehidupan Manusia
76 75. Semoga Masalah Itu Larut Dalam Desir Ombak
77 76. Berada Di Fase Ingin Sendiri
78 77. Anak Baru
79 78. Komedi Bu Intan Dan Pak Reza
80 79. Ujian Pelajaran Fisika
81 80. Apa Kabar Mantan Istriku
82 81. Duda Punya Selera
83 82. Duda Berhati Baja
84 83. Duda Berhati Baja part 2
85 84. Salah Dalam Milih Pasangan
86 85. Aku Tak Malu Berstatus Janda
87 86. Aku Tidak Malu Berstatus Janda Part II
88 87. Hilangnya Kenangan Sang Duda
89 88. Anak Dari Sang Duda
90 89. Akibat Tidak Mau Mengalah
91 90. The Most Wanted
92 91. Pelacur Teriak Pelacur
Episodes

Updated 92 Episodes

1
PROLOG
2
1. Insiden
3
2. Apakah Tuhan Itu Ada?
4
3. Dia Hadir Walau Hanya Dalam Mimpi
5
4. Lafal Doa Selamat Dunia Dan Akhirat
6
5. Sebuah Rencana Tuhan
7
6. Peristiwa Paling Memalukan
8
7. Perselingkuhan Awal Kehancuran
9
8. Cinta Yang Mulai Terbagi
10
9. Awal Dari Segalanya
11
10. Dari Ranjang Satu Malam
12
11. Tidak Dapat Diganggu Gugat
13
12. Pasung Suami Kejam
14
13. Semesta Pun Ikut Bicara
15
14. Apakah Aku Seorang Pelakor
16
15. Jalan Kebenaran Yang Ternodai
17
16. Ijab Kabul
18
17. Darinya Aku Menemukan Kebahagiaan
19
18. Istri Kedua Suamiku
20
19. Sepuluh Tahun Kemudian
21
20. Tujuh Belas Tahun
22
21. Wajah Di Balik Hijab Putih
23
22. Wanita Pengkhianat
24
23. Awal Permainan Yang Sesungguhnya
25
24. Cinta Saudara Berawal Dari Sandiwara
26
25. Jangan Menilai Orang Dari Penampilan
27
26. Kucintai Bukan Karena Harta Dan Takhtamu
28
27. Rencana Yang Gagal Total
29
28. Kerugian Bagi Umat Yang Me-Nuhankan Uang
30
29. Dan Demi Waktu
31
30. Wafatkan Aku Secara Islam
32
31. Tepat di RS. H. Anwar Mangunkusumo
33
32. Napas di Ujung Hela
34
33. Hamba Allah Pendonor Ginjal
35
34. Pria Misterius Itu Datang
36
35. Dua Malaikat di Kedua Bola Mata
37
36. Sengsara Selama-Lamanya
38
37. Siapa Om Revan Sebenarnya
39
38. Dia Bukan Ayah Kandungku
40
39. Anakku Amnesia
41
40. Anakku Sangat Membenciku
42
41. Wanita Penghancur Kehidupan
43
42. Gosip Yang Mampu Membuka Mata Hatiku
44
43. Hati Yang Mendadak Iba
45
44. Lelaki Yang Membuat Hidupku Hancur
46
45. Lelaki Misterius
47
46. Teman Yang Paling Mengerti Aku
48
47. Cobaan Yang Datang Silih Berganti
49
48. Terjebak Di Situasi Genting
50
49. Siapa Lelaki Itu
51
50. Tidak Ingin Menjadi Seorang Pelakor
52
51. Titik Hancur Dari Seorang Suami
53
52. ATM Yang Mendadak Aneh
54
53. Kenikmatan Dunia
55
54. SMA Tunas Bangsa
56
55. Guru Tampan Di Sekolah Baru
57
56. Dicampakkan Oleh Suami Sendiri
58
57. Keistimewaan Janda Beranak Satu
59
58. Sekadar Ingin Membalas Dendam
60
59. Sandiwara Di Atas Sandiwara
61
60. Halusinasi Dari Sebotol Minuman Keras
62
61. Minuman Yang Memabukkan
63
62. Lompat Pagar Sekolah
64
63. Orang Baik Akan Selalu Bertemu Dengan Orang Baik
65
64. Pesona Lelaki Berkumis Tipis
66
65. Sahabat Baru Di SMA Tunas Bangsa
67
66. Dipasung Tujuh Belas Tahun
68
67. Lelaki Yang paling Setia Adalah Pahlawan Keluarga
69
68. Sahabat Yang Tepat
70
69. Petunjuk Dari Buku Diary
71
70. Lelaki Bijaksana Dan Berwibawa
72
71. Berbagi Masalah Dengan Sang Putri
73
72. Tidak Ada Kata Maaf Untuk Seorang Pelakor
74
73. Tidak Dapat Dijelaskan
75
74. Reinkarnasi Kehidupan Manusia
76
75. Semoga Masalah Itu Larut Dalam Desir Ombak
77
76. Berada Di Fase Ingin Sendiri
78
77. Anak Baru
79
78. Komedi Bu Intan Dan Pak Reza
80
79. Ujian Pelajaran Fisika
81
80. Apa Kabar Mantan Istriku
82
81. Duda Punya Selera
83
82. Duda Berhati Baja
84
83. Duda Berhati Baja part 2
85
84. Salah Dalam Milih Pasangan
86
85. Aku Tak Malu Berstatus Janda
87
86. Aku Tidak Malu Berstatus Janda Part II
88
87. Hilangnya Kenangan Sang Duda
89
88. Anak Dari Sang Duda
90
89. Akibat Tidak Mau Mengalah
91
90. The Most Wanted
92
91. Pelacur Teriak Pelacur

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!