Meski demikian, beberapa kali Daniel dapat merasakan pandangan penuh arti bibinya. la memang pantas menerima itu mengingat komentarnya tentang Caca telah menyebabkan bibinya mengira Caca wanita yang sudah berumur, wanita lebih tua yang tak akan menimbulkan minat untuk digoda ataupun menggoda Daniel.
la merasa lucu ketika menceritakan hal itu kepada Caca kemarin. Tapi sudah saat ini tak di merasa bawah lucu pandangan sama sekali.ingin tahu "Sepertinya bibinya, sebaiknya Daniel Caca aku sudah menunjukkan selesai minum kamarnya teh, agar jadi mungkin menyegarkan diri setelah perjalanan kami?" ia dapat Daniel setelah melihat Caca melamun sambil saran memperhatikan cangkir kosong di tangan serta piring kosong di pangkuan yang mungkin isinya telah ia habiskan bahkan tanpa menyadarinya. "Kurasa Caca menempati kamar lamaku saja, dan aku dikamar yang lebih kecil?" tanya Daniel pada Aunt Mae ketika tatapan penuh selidik wanita itu bertemu dengan tatapan pura pura datarnya.
Ekspresi wajah yang tak sedikit pun dapat menipu Aunt Mae. "Ya, silakan." Angguk Aunt Mae.
Caca sadar ada pembicaraan tersembunyi di balik percakapan sopan antara bibi dan keponakan itu, dan ia yakin, dirinyalah yang menjadi topik pembicaraan tersembunyi itu. Tapi ia tak tahu berapa banyak yang dapat diketahui atau ditebak oleh Mae Harrison ....
"Sebenarnya Daniel tak perlu memberikan kamarnya padaku," Caca berusaha meyakinkan Aunt Mae. "Aku yakin kamar yang lebih kecil itu cukup nyaman bagiku."
"Aku tak mau mendengarnya," ujar Mae Harrison sambil berdiri."Jangan Pernah menolak pengorbanan seorang lelaki, Caca," balasnya lembut. "Mereka sudah banyak mendapatkan kebebasan melakukan apapun yang mereka inginkan di dunia ini."
Caca tersenyum kecut."Daniel sudah sangat baik memberikan tempat tidurnya padaku semalam-"
Tenggorokan Caca tiba-tiba tersekat, pipinya bersemu merah ketika teringat bahwa ia dan Daniel tertahan di penginapan itu bukan hanya satu malam, tapi dua malam. la melemparkan tatapan memohon pada Daniel agar pria itu menutupi kesalahannya.
Tatapan yang dibalas Daniel dengan tawa mengejek.
"Tentu saja, maksud Caca, penginapan itu hanya memiliki satu kamar kosong sehingga aku terpaksa tidur di sofa selama dua malam," gerutu Daniel.
"Memang seharusnya begitu," bibinya menyetujui. "Senang mengetahui bahwa tak semua ajaranku masuk dari telinga kiri keluar ke telinga kanan! Nah, jangan biarkan Caca berdiri terus di sana. Pergilah dan tunjukkan kamar yang akan dia tempati."
Caca masih sedikit bingung ketika mengikuti Daniel menaiki tangga sempit menuju kamar tidur di lantai atas. Ia sudah menduga bahwa kunjungan ke tempat bibi Daniel ini pasti akan terasa canggung sejak Daniel bercerita tentang Aunt Mae. Tapi, kenyataannya bahkan jauh lebih canggung daripada yang Caca duga. .la tak dapat menyembunyikan perasaannya terhadap Daniel Harrison yang begitu dinamis, pria yang arogan karena kesuksesannya. Tapi Daniel Harrison yang dikenalnya beberapa hari belakangan ini-keponakan Mae Harrison yang tak hanya menghormati bibinya tapi juga sangat menyayanginya-ternyata jauh lebih menawan.
"Maaf, di sini agak dingin." Daniel menatap Caca yang gemetar ketika mereka memasuki ruangan yang dulunya kamar tidurnya ketika usianya masih belasan hingga awal dua puluhan.
Caca tersenyum samar. "Kau tak perlu berlama lama menemaniku di sini. Aku yakin kau dan bibimu punya banyak hal yang ingin dibicarakan."
Daniel sudah tahu hal-hal apa yang akan "dibicarakan" yaitu tentang Caca sendiri. "Caca .... "
"Aku akan turun dalam beberapa menit," Caca berusaha meyakinkan dengan suara parau. la tak menatap Daniel, melainkan menyapukan pandangan ke sekeliling kamar itu.
Daniel mengerutkan dahi. “Caca?”
"Daniel, apakah kau keberatan memberiku sedikit waktu untuk menyegarkan diri?" pintanya sambil menatap pria itu. "Beberapa hari ini, perjalanan ke Skotlandia, kemudian tertahan karena salju, terasa cukup berat."
Berat? Bukan itu kata yang akan digunakan Daniel untuk menggambarkan situasi dua hari belakangan ini. Tapi mungkin bagi Caca, yang dipaksa oleh keadaan harus berada begitu dekat dengan dirinya. Itulah yang menyebabkan Caca merasa demikian.
Mungkin tak seharusnya ia mengajak Caca ke Skotlandia.
"Baiklah," gumamnya. "Sayangnya, hanya ada satu kamar mandi kecil."
"Aku yakin itu sudah cukup, Daniel," jawabnya.
Daniel mengangguk. "Kamar mandi ada di sebelah kanan lorong itu. Turunlah jika kau sudah siap." Daniel mengangguk sekali lagi kemudian pergi.
Caca segera mengempaskan diri ke tempat tidur ketika mendengar langkah Daniel turun. Ia tak yakin ia akan siap menghadapi Daniel, ditambah tatapan menyelidik bibinya.
Tapi saat mengitari pandangannya di kamar tidur yang dulu ditempati Daniel, rasanya ia juga tak mungkin sanggup berlama-lama di situ.
Dindingnya sebagian besar ditutupi poster. Bukan poster wanita setengah telanjang yang biasa dipasang remaja dan pria muda seperti Daniel ketika tinggal di sini dulu; melainkan lusinan poster rugbi. Pemain, peralatan, dan stadiumnya.
Rak buku di samping tempat tidurnya menampung banyak koleksi buku yang tampaknya telah sering dibaca. Seleranya bermacam-macam, bervariasi, dari klasik ke misteri pembunuhan, dan tentu saja rugbi. Bahkan penutup selimut tempat tidur yang Caca duduki menggunakan warna-warni tim rugbi Skotlandia!
Ke mana pun Caca memandang, ia dikelilingi oleh bukti tahun-tahun yang dihabiskan Daniel di sini. Kehadiran pria itu masih mengikutinya.
Dan Caca harus tidur di sini malam ini!
"Masuk dan duduklah dekat tungku agar kau merasa hangat," undang Mae Harrison ketika melihat Caca berdiri ragu di ambang pintu.
Dapur itu hangat dan nyaman, dipenuhi aroma masakan saat Mae menumis bawang di tungku. Kursi goyang kayu yang pasti sering dipakai oleh wanita tua itu diletakkan di satu sisi. Bantalannya sudah usang dan pudar.
Kesederhanaan pondok itu sangat kontras dengan apartemen yang terkadang Daniel tempati di puncak Tarrington Park. Seleranya di sana meliputi perabotan besar dan nyaman di ruang duduk, dapur ringkas berwarna hitam dan kuning dilengkapi peralatan listrik modern apa pun yang diinginkannya.
"Lantainya asli, tapi Daniel sendiri yang merancang unit-unit ini," ujar wanita tua itu dengan bangga ketika melihat Caca menatap kagum lantai batu berwarna pucat serta lemari-lemari yang terbuat dari pohon ek."Daniel juga ingin memasang kompor gas model terbaru," Mae mengerutkan hidungnya jengkel.
"Tapi, kukatakan padanya, aku telah menggunakan tungku kayu tua ini lebih dari empat puluh tahun dan aku tahu semua kekurangannya sama seperti tungku ini mengetahui semua kekuranganku!"
Caca tersenyum. "Apa yang bisa kubantu?" tawarnya sopan.
"Duduk sajalah," wanita tua itu meyakinkannya cepat. "Aku sedang membuatkan makanan kegemaran Daniel-Pai daging," katanya ketika melihat ketertarikan Caca pada apa yang sedang dikerjakannya.
"Aku tak tahu itu." Saat ibu Caca mengundang Daniel makan malam dengan mereka di gate house, Daniel tampak menikmati apa pun yang disodorkan kepadanya.
Ada banyak hal yang tak Caca ketahui tentang Daniel sebelum menemaninya mengunjungi tempat kelahiran pria itu ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments