EPISODE 12

Caca selalu membayangkan Flora Harrison sebagai sosok wanita yang luar biasa. Pasti tidak mudah bagi wanita itu membesarkan putranya seorang diri, sementara dia berstatus lajang 36 tahun yang lalu.

Berhasil membesarkan anaknya sendirian. Caca yakin, Flora yang telah menularkan Daniel dengan daya juang yang tinggi dan tekad untuk berhasil. Saat itu Caca merasa lebih dekat dengan Daniel daripada sebelumnya.

"Kuharap kau tidak mengasihaniku." Daniel menatapnya sinis. "Sebenarnya, mungkin aku berjuang keras meraih kesuksesanku demi mengalahkan bajingan itu, akunya seraya mencerca diri.

"Daniel!" Caca tersenyum geli meskipun kesal.

Daniel mengangkat bahunya tak peduli."Tidakkah ironis, anak yang dulu tidak dia acuhkan ternyata bisa memiliki kekayaan belasan kali lipat daripada dirinya?"

Tidak, pikir Caca, sebenarnya malah kedengarannya menyedihkan. Bagi Daniel, bukan ayahnya.

Caca mengenang kembali masa-masa orangtuanya memanjakan dirinya. la sungguh bersyukur karena selama bertahun-tahun hidup dikelilingi kasih sayang orangtuanya. "Ceritakan tentang Aunt Mae," pinta Caca parau.

Daniel tersenyum lembut. "Aunt Mae itu luar biasa," katanya bangga. "Dia bukan bibiku langsung, melainkan bibi ibuku. Dia sudah berumur lima puluhan dan belum menikah ketika mengajakku tinggal bersamanya 21 tahun yang lalu. Mungkin kau menganggapnya kurang berpengalaman untuk, mengasuh anak berusia lima belas tahun yang menuntut tanggung jawab cukup besar." Daniel tersenyum mengingatnya. "Baru-beberapa menit tinggal denganku, dia mengatakan tidak menerima perlawananku, dan aku harus bersikap sopan selama di rumahnya. Jika tidak, dia harus tahu alasannya! Badanku sudah lebih tinggi daripada Aunt Mae dan berotot karena sering mengangkat beban. Dan, saat itu Aunt Mae berdiri, seperti induk ayam yang mengamuk, menetapkan aturan!" Daniel menggeleng-geleng geli.

Caca tertawa lembut mendengar Daniel menceritakan sosok bibinya. Bayangannya tentang sosok Mae Harrison sebagai wanita bulat periang dengan dada sebesar hatinya, langsung lenyap. "Lalu, apa yang kau lakukan?" tanyanya ingin tahu.

"Tentu saja bersikap sopan. Tidak ada yang berani macam-macam dengan Aunt Mae-ku."

Terdengar nada cinta dan kasih sayang yang besar dalam suara Daniel saat membicarakan wanita yang sebenarnya lebih pantas dipanggilnya nenek itu. Caca tidak bisa menahan kekaguman terhadap wanita itu. Tidak terlalu banyak wanita sepertinya yang rela mengambil tanggung jawab merawat keponakannya, bocah remaja yatim-piatu yang baru berusia lima belas tahun. Dan, bahkan berhasil menjalankan perannya dengan baik.

"Kedengarannya Aunt Mae orang yang menarik." Caca mengangguk.

Daniel melirik dari samping. "Aku ingin tahu apakah kau masih akan merasakan hal yang sama setelah bertemu dengannya nanti."

Caca belum pernah mendengar Daniel berbicara tentang masa kecilnya atau keluarganya, seperti barusan. Caca hanya mengetahuinya dari artikel surat kabar yang membahas tentang kehidupan Daniel. Cerita Daniel barusan meningkatkan keintiman dalam hubungan mereka.

Apakah keintiman ini bertambah karena kejadian semalam? Caca tidak yakin!

Bodoh jika ia mencoba menafsirkan kembali percakapan Daniel barusan, atau sikapnya semalam. Daniel pria yang menjalani hidup dengan aturannya sendiri, demikian pengakuan para wanita yang masuk dalam kehidupannya untuk kemudian terburu-buru berlalu. Caca hanya akan menyakiti diri jika mengetahui rahasia-rahasia Daniel yang lainnya. Mungkin Daniel hanya ingin menjelaskan tentang hubungannya dengan Aunt Mae sebelum Caca bertemu dengan wanita yang membesarkannya itu.

Caca menarik napas pelan. "Sepertinya sudah waktunya kita kembali ke penginapan. Udara semakin dingin."

Daniel menatap Caca lekat. Tidak biasanya Daniel bicara tentang masa kecilnya, atau kedua wanita yang membesarkannya. Dan ia baru melakukannya karena Caca bertanya.

Tidak. Bohong kalau ia mengatakan itu penyebab ia bercerita tentang ibunya dan Aunt Mae dengan jujur. Entah mengapa, Daniel ingin Caca yang berlatar belakang istimewa ini paham mengapa ia menjadi pria yang seperti ini.

Biasanya, Daniel sama sekali tidak peduli. Tapi, ia justru menceritakan kepada Caca hal-hal yang tak pernah diungkapkannya kepada siapa pun.

"Oke," jawab Daniel sambil berbalik arah. Keheningan di antara mereka bahkan semakin menyiksa.

Mengapa aku menceritakan semuanya? pikir Daniel. Ia tak pernah berbicara tentang kehidupan pribadinya. Setidaknya, ia belum pernah melakukannya ....

"Menurut Jim, mobil salju seharusnya bisa membersihkan jalan sore ini," potong Daniel tiba-tiba.

"Bagus."

Daniel mengangguk. "Sudah terlambat untuk berkendara hari ini. Mudah-mudahan kita bisa melanjutkan perjalanan besok."

"Besok?" Mudah sekali mengenali kecemasan pada suaraCaca.

Daniel merengut sambil melirik ke arahnya.

"Kita harus bermalam satu malam lagi di penginapan."

Caca mengerutkan kening dari balik kacamata hitamnya. "Aku bisa tidur di bar lantai bawah malam ini."

"Itu konyol dan kau tahu itu," bentak Daniel. "Aku akan berusaha untuk tidak menyentuhmu malam ini, jika kau juga bisa melakukannya ..., " semprotnya.

Caca segera memotong kalimat Daniel dengan marah. Ia sadar kepercayaan Daniel kepadanya sudah berakhir. "Aku tidak berniat menaruh tanganku di dekatmu!"

"Tapi tadi malam kau ... "

"Tolong jangan diungkit lagi." Muka Caca memerah malu.

Daniel merengut. "Pertengkaran ini lebih kekanakan daripada saranmu untuk tidur di kursi bar malam ini."

Caca bersungut-sungut. "Pertengkaran selalu melibatkan dua pihak."

Daniel menarik nafasnya keras-keras, kesal. "Ya Tuhan, kau benar-benar keras kepala!"

"Cuma orang keras kepala yang bisa mengenali orang keras kepala lainnya," kutip Caca dengan senyum dimanis-maniskan. "Dalam hal ini, jelas sekali orang itu pria yang keras kepala."

Daniel geleng-geleng. "Aku harus kembali ke penginapan untuk menelepon beberapa orang.

"Ya sudah," tukas Caca cepat.

"Ya sudah," balas Daniel ketus.

Caca mengangkat alisnya ketika tidak ada tandatanda Daniel akan pergi. "Aku tidak mau menahanmu.

Caca terus menatapnya beberapa detik sebelum Daniel berbalik tajam dan melangkah cepat, kembali ke penginapan.

Caca menghembuskan nafasnya perlahan, gemetar saat melihat Daniel menjauh. Caca mengakui bahwa mudah saja mempertahankan hubungan kerja mereka tahun lalu selama kunjungan singkat Daniel ke Tarrington Park. Tapi, semua runtuh gara-gara pertahanan Caca terhadap pesona Daniel pun akhirnya jebol.

"Aku tidak akan membiarkanmu duduk di sini sepanjang malam." Daniel berbisik saat jam di belakang bar berdentang menjelang tengah malam.

Ketegangan di antara mereka semakin memburuk malam ini. Mereka berbicara dengan Jennie dan Jim, terpisah maupun bersama-sama, selama makan malam, tetapi enggan untuk saling sapa. Pemilik penginapan dan istrinya meminta diri dan pergi tidur lebih dari satu jam yang lalu, meninggalkan tamu mereka berlama-lama di lantai bawah. Satu jam yang berlalu dalam keheningan total.

Terus terang, Daniel merasa menjadi penyebab kecanggungan diantaramereka.

Ia terbiasa dengan teman-teman kencannya yang berubah temperamen saat merasa tidak diperhatikan.

Tapi, sialan, Caca kan bekerja untuknya. Mereka itu atasan dan pegawai. Mereka tidak seharusnya bertengkar. Dan, seharusnya ia tidak perlu merasa bersalah karena ketegangan di antara mereka.

"Boleh ya, Daniel?" Caca mengulangi permintaannya dengan lembut. Satu alis terangkat.

Mulut Daniel menegang. "Aku tidak ingin bertengkar lagi denganmu, Caca."

"Siapa yang bertengkar?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!