Begitukah pandangan Daniel terhadapnya? Jika benar, Caca jelas tidak perlu khawatir berbagi kamar dengan pria itu malam ini.
"Bagus sekali, "gumam Caca kesal. "Mungkin kau sebaiknya menelepon dan memberitahunya bahwa kedatangan kita tertunda?"
"Terima kasih atas perhatianmu, Caca, tapi sudah kutelepon sebelum membawa tas-tas itu," jawab Daniel tak acuh. "Saljunya seburuk di Ayr, jadi dia sudah menduga bahwa kita mungkin harus berhenti di suatu tempat."
Sepertinya hanya Caca yang tidak puas dengan pengaturan tidur mereka saat ini.
Meskipun ia sedikit ceria sewaktu yang disebut "kaldu" ternyata semangkuk besar sup daging, dengan roti yang baru dipanggang lembut, beserta mentega keemasan. Mereka berempat makan bersama di ruang makan kecil di luar bar utama. Istri si pemilik penginapan, Jennie, adalah wanita gemuk, setengah baya, yang benar - benar tulus menyambut hangat dua tamu yang tak terduga itu.
Orang Skotlandia hangat dan ramah di balik penampilan kasarnya," jawab Daniel datar, menanggapi komentar Caca setelah Jim dan Jennie kembali ke dapur, dan menolak tawaran mereka membantu merapikan sisa - sisa makanan.
Caca tidak pernah merasa Daniel sebagai orang Skotlandia. Meskipun, dari namanya, Daniel Harrison, sudah sangat menjelaskan! Tapi ia memperhatikan ada sedikit aksen dalam suara pria itu yang biasanya termodulasi baik saat dia berbincang dengan pasangan pemilik rumah itu sepanjang makan malam, aksen yang jelas - jelas sengaja dihapus selama bertahun - tahun tinggal di Inggris.
Caca malu mendapati dirinya begitu memperhatikan Daniel dalam beberapa bulan terakhir, terutama beberapa jam barusan, sampai - sampai mengetahui ada irama tertentu dalam nada suaranya sudah terdengar menarik baginya.
"Jelas aku tidak pernah melihat isi di balik penampilanmu!" Wanita itu kembali ketus, berusaha menyembunyikan gejolak batinnya.
Mata Daniel menyipit, menyisakan sebagian mata hijaunya yang pucat. Diamatinya wanita itu. "Memangnya kau mau melihatnya?"
Caca merasa pipinya menghangat di bawah tatapan tajam Daniel. "Tentu saja tidak," sergah Caca.
"Aku asisten pribadimu, Daniel. Karenanya, sikapmu yang masam, atau sebaliknya, tidak ada hubungannya denganku."
Alis Daniel naik. "Sepertinya aku mendengar nada mencela dalam suaramu."
"Tidak."
"Oh tentu saja, Caca." Daniel berjalan mendekat kemudian menyentuh tangan Caca sambil menatapnya dalam - dalam. "Aku mendengarnya."
Caca tidak bisa berpaling, malah terpesona oleh mata indah Daniel. "Ini bukan ide yang baik, Daniel .... " Suaranya tercekik.
Tidak, memang tidak, Daniel mengakui. Tapi, Daniel tidak mampu memikirkan hal lainnya saat menatap lekat mata Caca yang memesona itu dan membelai jemarinya.
“Daniel?”
Kepanikan dalam suara Caca memecah konsentrasi
Daniel saat menatap bibir penuh dan sedikitterbuka itu, yang mengundang untuk dicium.
Caca telah bekerja untuknya selama satu tahun. Mereka berdua sering bekerja sama secara dekat untuk mengubah Tarrington Hall. Meskipun sangat menyadari bahwa Caca wanita yang cantik, Daniel tidak pernah ingin melintasi batas atasan-bawahan. Sampai saat ini.
Sesuatu telah terjadi dalam beberapa jam terakhir ini yang mengubah pendiriannya. Tapi apa?
la belum pernah menyentuh Caca, Daniel sadar ini sedikit membingungkan. Ia belum pernah memeluk Caca seperti saat berjuang melintasi salju ke penginapan. Belum pernah mengalami keadaan di mana Caca tetap bergantung padanya bahkan setelah mereka berada di dalam penginapan. Belum pernah menyentuh tangan Caca seperti sekarang, merasakan kulitnya yang selembut sutra menempel di kulitnya sendiri.
"Kau benar," jawabnya serak, melepas tangan Caca dan duduk kembali. Jemari Caca bergetar oleh sentuhan Daniel, pipinya merona, matanya panas. Hanya karena Daniel menyentuhnya? Ya Tuhan...
Apakah sebegitu lamanya ia menyendiri, benarbenar mandiri, sehingga hanya dengan sentuhan tangan Daniel semua indranya telah bangkit kembali, baik indra peraba maupun penglihatan? Karena hanya dengan melihat pria itu sekarang Caca tahu ia terjerat dalam pesona Daniel.
Rambut hitam panjang Daniel sedikit kusut, menggoda wanita mana saja untuk menyisirkan jemari ke rambut selembut sutra itu. Mata hijau pucat Daniel terpejam, menyembunyikan pikirannya dari sepasang mata yang tengah menyelidikinya. Wajahnya seolah dipahat dari batu, sempurna dalam ketampanan yang liar. Bahunya lebar dan berotot di balik baju hangat hitam yang tebal, perutnya kencang dan rata, pinggulnya ramping, dan kaki panjangnya dibalut denim hitam yang warnanya memudar.
Dengan cemas, Caca mengakui bahwa Daniel Harrison pria paling seksi yang pernah ia lihat.
Hanya saja, Caca tidak pernah benar - benar melihat Daniel tahun lalu karena tenggelam dalam duka atas kepergian David dan ayahnya. Yah, hampir sepanjang tahun itu.... Baru enam bulan terakhir ini Caca mulai melihat dan mengenali Daniel sebagai pria yang luar biasa menarik. Tetapi, Caca juga tahu bahwa lebih baik ia mengubur kesadaran itu di bawah sikap dingin dan kakunya. Di bawah sikapnya yang "sopan, profesional, dan efisien"!
Ya Tuhan, gambaran dirinya benar-benar mengecewakan. Perlukah ia membuktikan yang sebaliknya?
Tidak, belum saatnya.
Tiba-tiba Caca berdiri. "Aku akan tidur."
Daniel menatapnya geli. "Bukankah kau memutuskan untuk tidur di kursi?"
Caca memasang wajah cemberut. "Ya, jika kau berkeras tidur di tempat tidur!"
"Oh, tentu saja." Daniel mengangguk tanpa henti, sebelum melepas napas panjang saat melihat ekspresi sedih Caca. "Tidak harus seperti ini, Caca."
"Tentu saja tidak."
"Oh, demi Tuhan, Caca, kau bisa taruh bantal di tengah tempat tidur jika itu membuatmu merasa lebih aman!" bentaknya tidak sabar.
Tak ada satu hal pun yang bisa membuat Caca merasa aman jika menyangkut masalah tidur sekamar dengan Daniel. Dan semua itu tidak ada hubungannya dengan niat Daniel terhadap dirinya, melainkan tentang emosinya yang tidak jelas. "Aku hanya mencoba bersikap bijaksana, Daniel."
"Kau berperilaku seperti perawan zaman Victoria yang ingin mempertahankan kesuciannya, potong Daniel lagi.
Mungkin memang seperti itu. Oh, bukan tentang zaman Victoria, tapi karena ia memang masih perawan.
Caca segera tanggap. Mungkin tampak mustahil bagi Daniel mengingat Caca berumur hampir 28 tahun, telah bertunangan, dan akan menikah setahun yang lalu. Tapi, ketika di kampus, Caca tidak ingin berpacaran seperti teman-temannya. Dan, pacaran kilat antara David dan dirinya sebenarnya belum lama terjalin ketika tunangannya itu meninggal begitu tiba-tiba. Mereka tidak terpikir untuk berhubungan intim, bahkan belum pernah berciuman dengan penuh gairah.
Jadi, inilah dia, Vanessa Buttonfield, perawan berusia 28 tahun.
"Jangan konyol, Daniel," bentak Caca. "Aku hanya mencoba menjaga formalitas hubungan kerja kita."
Mulut Daniel mengerut. "Mungkin perlukudiktekan surat sebelum tidur?"
"Aku tidak mau didikte," kata Caca berang.
"Selama ini memang tidak, kan?" Daniel terlihat letih. "Oke,Caca, kau menang; Aku akan tidur di kursi. Semoga yang kulihat di bibirmu bukanlah senyum kemenangan," tambahnya perlahan, matanya menyipit.
"Tentu saja tidak," kata Caca meyakinkan Daniel, masih dengan wajah tanpa dosa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments