“AYO! Kemasi barang – barangmu, Caca, kita pergi ke Skotlandia beberapa hari!”
Caca mendongkak, mengerutkan keningnya, menatap Daniel yang berdiri di ambang pintu yang memisahkan dua kantor mereka di lantai atas Tarrington Park. Saat melihat mobil pria itu terparkir di halaman depan pagi ini, ia tahu bahwa Daniel berada di apartmen pribadi yang terletak di ujung lorong kantor mereka. Caca justru terkejut mendengar kalimat Daniel. “Skotlandia?”
“Hmm.” Daniel masuk ke ruangan kemudian bersandar pada meja Caca. Rambut panjangnya sedikit lebih pendek dari tahun lalu. Matanya yang hijau pucat masih dingin serta berkilat cerdik, melengkapi ketampanannya. Muka bak patung pahatan tatkala menatap Caca. “Tarrington Park sudah dibuka dan aku mencari proyek besar lainnya untuk dikerjakan. Aku tengah mempertimbangkan untuk membeli kastel di Skotlandia.”
Caca menatapnya. “Dan, kau ingin aku pergi denganmu?” Sebelumnya Daniel tidak pernah menunjukan akan mengajak Caca berpergian untuk urusan bisnis. Dia juga bukan mengajaku sekarang, ujar Caca ketus pada dirinya sendiri ‘Daniel menyuruhku pergi’.
“Kau asisten pribadiku,” katanya mengingatkan.
Caca sangat menyadari posisinya.Ia juga sadar bahwa beberapa bulan terakhir ini ia mulai memandang Daniel lebih dari sekedar atasan dengan banyaknya tuntutan yang datang dan menyibukkannya selama beberapa hari untuk mengecek perkembangan di Tarrington Park, kemudian menghilang kembali ke kehidupan dan apartemennya di London.
Permintaan Daniel agar Caca menemaninya ke Skotlandia untuk urusan bisnis tidaklah istimewa. Bahkan, ketika bekerja di Gerald Wickham, Caca melakukan perjalanan dengan atasannya itu setiap saat. Tapi, Daniel bukan Gerald…
Caca sangat menyadari reputasi kejam Daniel menyangkut wanita maupun urusan bisnis. Wanita itu bertekad menjaga jarak saat mulai bekerja di sini setahun yang lalu. Ia tidak kesulitan melakukannya ketika masih mati rasa setelah kematian David dan ayahnya.
Tapi, diam-diam Caca menantikan kunjungan singkat Daniel yang menyibukkan. Mata pucat seksi Daniel dan senyumnya yang angkuh dan menantang menarik perhatiannya. Caca mulai mengagumi bahu lebar serta tubuh ramping Daniel yang berotot saat laki – laki itu melangkah cepat menyusuri Tartington Park sambil memberikan perintah yang harus selesai pada kunjungan berikutnya.
Daniel bersandar ke mejanya tepat ketika Caca sepenuhnya tersihir oleh keistimewaan lelaki itu.
Caca meringis sebal sambil menarik laptopnya. "Apa bandara tujuan kita?" tanyanya cepat, untungnya ia masih bisa menghela napas saat Daniel berdiri dan bergeser sedikit.
"Mungkin aku akan mengendarai Range Rover."
"Berkendara?" Caca memandang ke luar jendela. Betapa suramnya langit musim dingin. "Bukankah Februari ini sedang turun salju di Skotlandia?"
"Berhentilah terlalu pilih-pilih, Caca," jawab Daniel tak acuh. "Semua orang akan mengira kau tak ingin ke Skotlandia denganku."
Memang tidak!
Bayangan mereka hanya akan berdua di Skotlandia selama beberapa hari, sementara ia sekarang terpesona dengan penampilan fisik Daniel, membuat perut Caca tegang dan denyut nadinya berdetak kencang.
Daniel merengut. "Apa masalahmu, Caca? Apa kau punya rencana lain akhir pekan ini? Kencan romantis, mungkin?" oloknya.
"Tentu saja tidak," bentak Caca.
Daniel tersenyum mengejek "Tentu saja tidak," ia menirukan. "Sudah lebih dari setahun sejak David Simmington-Browne yang suci meninggal. Jadi, bukankah sudah saatnya kau memulai kehidupanmu lagi?"
Terutama karena tunangannya tidak selalu setia, Daniel membatin dengan muak. Sayangnya, ia tahu terlalu banyak rahasia orang lain selama setahun terakhir ini. Rahasia yang sudah pasti sama sekali tidak diketahui Caca...
Keputusanku untuk mempekerjakan Vanessa Buttonfield sebagai AP di lapangan dengan kebebasan dalam merancang tata interior Tarrington Park merupakan langkah bisnis terbaik yang pernah kubuat, aku Daniel sedih. Akan tetapi, saat ini hotel dan pusat konferensi yang baru direnovasi itu telah dibuka selama sebulan dan dikelola dengan sangat sukses oleh Michael Hall. Sudah waktunya beralih ke yang lain. Demi mereka berdua.
Caca terpaku mendengar komentar Daniel tentang David. "Kehidupan pribadiku sama sekali bukan urusanmu," katanya dingin.
Daniel mendengus sebal. "Kau tidak punya kehidupan pribadi."
"Untung saja kau punya lebih dari cukup untuk mewakili kita berdua, bukan?" Caca melayangkan tapan tajam. Dari foto-foto yang sering muncul di surat kabar-surat kabar, ia tahu tentang kehidupan Daniel di London pada malam, atau bahkan dini hari, dengan wanita-wanita dalam hidupnya. Wanita-wanita yang jarang mempertahankan perhatian Daniel lebih daripada dua bulan.
Daniel mengangkat alis mengejek. "Cemburu?"
Caca terpaku. "Sama sekali tidak!" jawabnya tersentak. Seketika ia merasakan pipinya memanas.
Ia tidak mencemburui wanita-wanita dalam kehidupan Daniel. Bahkan, Caca bingung dengan ketertarikannya terhadap Daniel. David adalah pria yang menawan, ramah, dan mengagumkan. Daniel pun memiliki pesona yang juga mengagumkan saat mau menunjukkannya. Tapi daya tarik dalam diri pria itu sungguh liar. Seksi, sensual,bersahaja...
Tiba-tiba Caca berdiri. "Mengapa aku harus cemburu?" cemoohnya. "Jika wanita -wanita itu begitu bodoh untuk menerima semua pemberianmu, itu urusan mereka. Asal kau tahu, aku sama sekali tidak tertarik untuk tidur denganmu!" Caca langsung menyesali ucapannya tersebut. Ia mungkin mengatakan terlalu banyak. Membeberkan terlalu banyak.
Daniel mencermati Caca dalam-dalam. Emosi Caca mengejutkannya. Daniel datang ke Tarrington Park hanya beberapa bulan sekali, tetapi belum pernah ia mendapati Caca yang dingin serta menjaga jarak berbicara banyak seperti sekarang; mata cokelat cantiknya kini mengobarkan amarah, dan pipi yang biasanya memucat itu sekarang bersemu merah.
Mulut Daniel mengeras. "Mungkin sebaiknya kau menunggu diajak dulu sebelum bilang tidak," sindirnya. "Aku bicara soal minimnya kehidupan percintaanmu sendiri yang sekarang, Caca," jelasnya.
Caca berkedip, kembali memasang wajah tenang saat duduk.
"Aku tahu itu," potongnya tajam.
Daniel terus menatapnya selama beberapa detik, memikirkan reaksi defensif Caca. Ketika mereka pertama kali bekerja sama, sudah ada ketegangan yang menggelayut. Bisa dipahami, mungkin Caca kesal karena nyaris merasa dipaksa bekerja untuk Daniel. Tapi, setelah sadar bahwa Daniel benar-benar membutuhkan masukannya dalam renovasi Tarrington Park dan bahwa ketidakhadiran pria itu untuk waktu panjang memberi Caca kebebasan saat menyangkut dekorasi interior, kecanggungan di antara mereka mulai memudar. Sekarang, setahun kemudian, Daniel benar-benar puas melihat Caca bersikap tenang dan efisien saat berurusan dengan masalah pekerjaan. Caca menjalankan tugasnya dengan sangat baik.
Reaksi Caca barusan mengingatkan Daniel bahwa dia juga wanita yang sangat cantik. Setelan jas dan blus yang selalu dikenakannya tidak pernah bisa menyembunyikan lekuk bentuk tubuhnya yang indah, dengan kakinya yang panjang dan seksi sampai ke...
"Daniel?"
"Maaf." Ia menggeleng cepat-cepat sembari menepis khayalan tentang betapa seksi dan menarik asisten pribadinya ini. "Kita akan mulai berkendara ke Skotlandia besok," potongnya tiba-tiba, sambil menegakkan badan. "Selain melihat kastel dekat Edinburgh, aku perlu mengunjungi seseorang."
"Edinburgh?" ulang Caca. "Sebentar." Ia menatap Daniel curiga. "Bukankah tim rugbi Skotlandia akan bertanding melawan tim Wales akhir pekan ini?"
"Setahuku begitu," kata Daniel ringan, dengan wajah tanpa dosa.
"Setahumu begitu," ulang Caca dengan sengaja. Bisnis Daniel sukses bukan hanya karena Daniel suka kerja keras, tapi juga karena dia sudah seperti orang kesetanan saja. Meskipun demikian, kekayaan dan kesibukannya tidak menghalangi Daniel dari kecintaan masa kecilnya akan permainan rugbi. Dan jika memungkinkan, menonton langsung pertandingan tim Skotlandia.
Kenyataannya, Turnamen Enam Negara akan dimulai akhir pekan ini, dan tim Skorlandia akan bermain di kandang mereka di Murrayfield, Edinburgh hari Minggu. Ada terlalu banyak kebetulan di sini.
"Kau tahu mereka akan bertanding, Daniel." Caca menggeleng-geleng sebal. "Bahkan, aku yakin kau punya tiket untuk menonton pertandingannya." la mengangkat alis, mengejek.
"Sebetulnya, aku punya dua tiket," akunya datar.
Mata Caca melebar. "Kau juga berharap aku pergi ke pertandingan rugbi bersamamu?" Daniel merengut. "Kenapa tidak?"
Pada dasarnya, Caca sama sekali tidak tertarik pada permainan rugbi. Selain itu, daftar pekerjaannya tidak mencantumkan bahwa ia harus menonton pertandingan rugbi dengan Daniel.
Caca mengangkat bahunya. "Jika kau akan mengunjungi teman-temanmu dan pergi ke pertandingan rugbi, aku sama sekali tidak mengerti mengapa perlu aku untuk menemanimu di Skotlandia."
Kekesalan Daniel berubah menjadi amarah. "Ini pertama kalinya aku mengajakmu pergi untuk urusan bisnis dan kau menolak?"
"Aku tidak bilang begitu," Caca menggeleng pelan, menyadari kilat berbahaya di mata Daniel.
"Kedengarannya seperti itu," balas Daniel singkat dengan suara serak.
"Kalau begitu, kau pasti salah dengar," Caca menimpali kalem.
Benarkah begitu? Daniel bertanya-tanya. Keningnya kerut. Mereka bekerja sama dengan baik sewaktu ia mengunjungi Tarrington Park. Tetapi, secara pribadi mereka belum sampai ke tahap Daniel boleh memanggil "Caca", bukan "Vanessa", seperti yang Caca sebutkan pada awal perkenalan mereka. Situasi yang menurut Daniel sudah tepat bagi mereka berdua, sampai respons tajam Caca barusan meluncur....
Daniel mengerutkan keningnya dengan muram. "Kau jadi pergi ke Skotlandia denganku atau tidak?"
Caca memiringkan kepalanya dengan tenang. "Tentu saja aku akan menemanimu, jika itu maumu. "
Caca, aku ingin masukanmu mengenai kastel dekat Edinburgh itu. Kau melakukan tugasmu dengan baik di proyek Tarrington Park; aku butuh bantuanmu sekarang," jelasnya gamblang. "Apakah Marjorie akan baik-baik saja kau tinggal sendiri selama empat hari?"
“Ibuku tidak akan sendiri karena kau kan mengangkat Mrs. Ferguson sebagai pengurus rumah tangga kami," Caca mengingatkannya dengan ketus.
Daniel merengut tidak sabar. "Kau masih kesal mengenai hal itu?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments