Part 19

"Bang sat!" umpat Boy saat pertama sekali membuka berkas yang dikirim orangnya. Berkas tentang penikahan Jelita dengan Evan yang bekerja sebagai pengawal pribadi tuan Sasongko. Pantas saja Jelita meminta putus ternyata ini yang terjadi.

Sementara berkas Evan belum dia buka, dia merasa tak penting mengetahui latar belakang keluarga pengawal pribadi seperti Evan.

Tapi saat dia menyisihkan berkas Evan disudut meja, orang suruhannya seperti memaksa agar Boy membuka berkasnya. "Tuan. Sebaiknya tuan melihat berkas itu dulu. Ada sesuatu yang harus tuan ketahui mengenai latar belakang keluarganya."

Boy menatap sekilas keorang suruhannya lalu meraih map berwarna coklat dan mulai memeriksa laporan data Evan.

Mata Boy melebar melihat data yang dia baca. Evan Nugraha ternyata punya dua identitas, sunngguh menarik. Evan bukan lelaki biasa, pantas saja Sasongko menikahkan Jelita padanya. Boy yakin Sasongko tau latar belakang keluarga Evan.

Dia tak yakin Sasongko rela putri tunggalnya menikahi pengawal pribadi. Ternyata ini rahasianya. Tapi jelita kenapa begitu cepat berpindah hati, apa Jelita memang tipe wanita tak setia.

"Jelita apa bagusnya Evan dimatamu?" gumam Boy sembari mengusap gambar wajah Jelita dilayar ponselnya. Selama pacaran dengannya Jelita sangat sulit untuk disentuh, tapi kini malah menikah dengan Evan. Apa selama ini Jelita tak memiliki perasaan dengannya, entahlah. Batin Boy berkecamuk memikirkan Jelita.

***

Pagi ini setelah mengantar Jelita, Evan langsung pergi ke markas. Menjemput Kiara lalu pergi ke luar kota. Ada hal urgen yang harus dia tangani disana.

Mobil melaju dengan kecepatan cukup tinggi. Sementara di jok belakang Evan bersama Kiara tengah membahas beberapa hal penting. Salah satunya tentang tertangkapnya salah seorang pelaku yang melarikan diri saat penyerangan terhadap Evan.

Tubuh tegap berisi yang terduduk dilantai itu terlihat kuyu penuh luka. Sementara Evan berjongkok tepat didepannya, menatap lekat mata yang membiru dan lebam.

"Wajah ini yang telah menghunus pedang ketubuhku. Ck, kalau tidak ingat kau berguna untukku, aku sudah menguliti tubuhmu dengan pisau tumpul." ujar Evan dengan ekspresi dingin. Lelaki itu hanya diam menatap nanar dengan kedua mata lebam.

"Kalian sungguh pengecut! Menhadikan keluargaku sebagai ancaman." umpat lelaki itu pada dengan geram.

Evan menatap lelaki itu dengan ekspresi datar. "Aku belajar dari tuanmu. Bukankah itu yang dilakukan tuanmu. Mengancam nona muda Jelita agar tuan Sasongko menyerah kalah. Dan pelajaran itu ternyata efektip di terapkan padamu." ujar Evan sembari membingkai senyum dibibirnya.

"Kalian obati lukanya dengan benar, jangan sampai dia mati membusuk karena lukanya terinfeksi." titah Evan pada orannya. Kemudian beranjak pergi meninggalkan ruangan itu.

"Sudah kalian rekam pengakuannya?" tanya Evan pada orang yang menangani tahanan mereka.

"Sudah tuan."

"Bagus, serahkan file nya pada nona Kiara."

"Baik tuan."

Evan datang kesini guna memantau pergerakan lawan. Orang-orang yang terlibat dalam dua penyerangan sebelumnya, beberapa pelaku yang tak tertangkap menjadi target pengejaran Evan, tak disangka malah bersembunyi di Area pengawasannya.

Dia hanya perlu mengumpulkan bukti kejahatan dalang sebenarnya, yang akan dijadikan senjata untuk menyerang balik. Darah tak harus dibayar dengan darah. Tapi membuatnya tak berdaya hingga seperti tak berdarah adalah tujuan Evan.

"Kopi" Kiara meletakkan secangkir kopi hangat diatas meja Evan.

"Trimakasih," sahut Evan tanpa beralih dari layar komputer.

Kiara duduk didepan Evan, netranya memindai ekpresi datar Evan tak berkedip. Akhir-akhir ini dia merasa Evan semakin jauh darinya. Dia bicara hanya hal-hal pekerjaan, tak pernah lagi mengajaknya makan diluar, apalagi menghabiskan malam dipinggir kota saat lagi suntuk, Evan sedah banyak berubah.

"Kalau sudah tidak ada keperluan kembalilah keruang kerjamu." Suara berat Evan membuyarkan lamunan Kiara.

"Kenapa kalau aku tetap disini? Biasanya juga begitu kan." sungut Kiara tak senang dengan teguran Evan.

Evan mendesah berat, lalu menatap Kiara. "Selain pekerjaan, aku tidak bisa membahas hal lain denganmu. Jadi kalau tidak ada lagi masalah pekerjaan yang kita bicarakan. Sebaiknya kau kembali ke ruanganmu." tegas Evan.

"Aku hanya ingin ngobrol biasa Van. Lagi pula hubungan kita memang sudah dekat kan. Aku rasa tidak masalah kalau hanya ngobrol saja." ujar Kiara bersikukuh dengan sikapnya.

"Statusku sudah berbeda sekarang, ada perasaan yang harus aku jaga. Kalau dulu aku hidup sendiri, prilaku ku tidak harus mempertimbangkan perasaan seseorang. Tapi sekarang berbeda, ada Jelita yang harus aku jaga perasaannya. Kiara, aku rasa aku tidak harus memberitahumu secara detail, kau sudah bisa paham masalah ini," jelas Evan.

Kiara terlihat kesal dengan ucapan Evan. "Kau terlalu mendalami peranmu Evan, ingatlah kau hanya alat tuan Sasongko." ujarnya sembari melangkah pergi meninggal ruang kerja Evan.

Evan memijit pangkal hidungnya, kepalanya tiba-tiba terasa pusing oleh ucapan Kiara. Dia dan Kiara sangat dekat sebelumnya dan tiba-tiba Evan membuat jarak, membuat Kiara merasa tak terima, itulah yang ada dibenak Evan.

Pikiran itu salah besar, pemikiran kiara tak sesederhana itu. Dia menyukai Evan teramat dalam. Dan tiba-tiba muncul sosok Jelita membuat Kiara tak terima. Dia benci pada Jelita yang sudah merebut posisinya disisi Evan.

***

Pukul satu tengah malam Evan baru sampai dirumah. Dengan langkah lesu dia masuk kedalam, jiwa raganya terasa begitu penat. Mungkin secangkir kopi hangat mampu membuatnya sedikit segar.

Tapi sebenarnya ada yang lebih menyegarkan dari secangkir kopi, ya itu perhatian dari Jelita. Tapi sudah selarut ini mana tega dia membangunkan Jelita.

Evan memilih membersihkan diri dikamar tamu agar tak mengganggu waktu istrahatnya Jelita. Dengan perasaan lebih fresh Evan keluar dari kamar mandi.

"Kenapa mandi disinj bukannya dikamar kita?" suara Jelita spontan membuat Evan kaget. Reflek dia menatap kearah Jelita yang berdiri diambang pintu.

Dengan tatapan penuh selidik Jelita melangkah mendekati Evan. "Kamu tidakn sedang menyembunyikan sesuatu kan? Hingga takut mandi dikamar kita dan memilih mandi disini." tebak Jelita sembari berjalan mengitari tubuh Evan. Netranya berusaha mencari-cari sesuatu yang mencurigakan yang mungkin tertinggal ditubuh Evan.

Melihat tingkah Jelita Evan tertawa sembari memijit keningnya. "Kamu ya kebanyaan nonton drama, jadi seperti ini." ujar Evan masih dengan sisa tawa dibibirnya.

"Trus kenapa bukan kekamar kita, tapi malah kekamar tamu?" tanya Jelita masih dengan kecurigaan yang tinggi.

Evan tak menyahut, dengan sorot mata penuh maksud dia menatap Jelita. Sorot mata yang membuat Jelita begidik takut.

"Apaan, lihatin aku kayak gitu..." ujar Jelita gugup. Dia baru sadar kalau Evan terlihat sangat seksi, tubuhnya hanya terbalut handuk sebatas lutut. Memperlihatkan otot perutnya yang begitu sempurna. Jantung Jelita berdegup kencang karenanya.

"Aku hanya ingin meluruskan kecurigaan istriku. Aku bekerja terlalu keras hari ini, membuat jiwa dan ragaku lelah. Tapi bukan pelukan hangat sebagai penawar lelah, malah dicurigai melakuakan kecurangan diluar rumah. Bagaiman menurutmu, apa istri seperti itu pantas dihukum?" ujar Evan sembari meraih tubuh Jelita merengkuhnya erat.

"T-tunggu, itu bukan salahku. Pulang kerja langsung mandi dikamar tamu, bukankah mengundang kecurigaan," sahut Jelita gugup. Bukan karena kalimat Evan, tapi karena Evan menyusupkan jemarinya dibalik baju tidurnya, menjamahi tubunya.

"Mana berani aku melakukan kecurangan dibelakang istriku. Memikirkannya saja tidak berani apalagi melakukannya," bisik Evan dengan suara berat. Lalu menggigit telinga Jelita dengan gigitan kecil. Jelita memejamkan matanya glenyar lembut seketika menjalari aliran darahnya. Memicu percikan gairah ditubuhnya. Tanpa sadar jemarinya menyentuh dada bidang Evan, merabanya dengan lembut.

"Kau harus membayar sentuhan mu ini sayang," bisik Evan. Lalu melabuhkan ciu man hangat dibibir Jelita, melu matnya dengan penuh gai rah. Jiwa Jelita seperti melayang keawan, ciu man Evan terasa begitu memabukkan.

Tubuh kekar ini, aroma wangi ini, dan sentuhan penuh gai rah ini, membuat Jelita lupa pada rasa sungkan yang tadi menderanya. Jelita membalas segala sentuhan Evan dengan volume satu tingkat diatas Evan. Balasan Jelita sesaat membuat Evan terdiam takjub, tapi kemudian segera melahap habis tubuh istrinya tak tersisa. Mengambil penawar lelahnya, mereguk kenikmatan tiada tara.

To be continuous

Terpopuler

Comments

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

SEMOGA CEPAT HAMIL SI JELITA..

2024-04-06

0

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

BISA2 NI KIARA JDI PENGHINAT KRN OBSESINYA PADA EVAN..

2024-04-06

1

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

EVAN LBH SEGALA GALANYA DRI LO..

2024-04-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!